Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pakaian Bekas Impor Ilegal "Gempur" Indonesia...

Kompas.com - 20/09/2022, 05:45 WIB
Rachmawati

Editor

 

‘Setiap hari buka bal-balan’

Pakaian bekas dengan pos tarif HS 6309 dilarang untuk diimpor, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Produk ini dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan.

Namun meski aturan menyatakan ilegal, distribusi pakaian bekas impor tetap mengalir ke Pasar Cimol. Pedagang mengaku bisa kapan pun mendapatkan barang yang diinginkan.

“Kami hampir tiap hari buka bal-balan, mau booking juga ada setiap hari,” ujar Nia.

Baca juga: Bea Cukai Jateng Sita Pakaian Bekas dan Kain Impor Senilai Rp 14,6 Miliar yang Diangkut Kapal Ilegal

Ketika didatangi pada Agustus lalu, puluhan bal pakaian bekas terlihat bertumpuk di gudang-gudang yang berada di seputaran pasar.

Beberapa tahun lalu, saat Yati masih berdagang, ia biasa membeli beberapa bal pakaian bekas impor dua kali sepekan.

“Kalau laku, ya, kami beli lagi. Di gudang-gudang itu, standby terus barangnya. Bahkan sekarang semakin menjamur gudangnya,” ungkap Yati.

Ia mengakui, bisnis pakaian bekas impor menggiurkan sebab keuntungannya yang relatif besar.

Berdasarkan pengalamannya selama lima tahun, Yati bisa balik modal hanya dengan menjual 20% dari sekitar dua ratus helai pakaian bekas impor yang dibelinya.

Baca juga: [KURASI KOMPASIANA] Pilih Pakaian Bekas Merek Internasional atau Pakaian Baru Merek Lokal?

Yati, yang spesialis menjual jaket, mengeluarkan modal sekitar Rp 6 juta untuk membeli satu bal jaket bekas. Dia bisa balik modal dengan menjual sebanyak 40 lembar jaket.

“Dalam satu bal jaket, isinya memang 10 persen sudah pasti bermerek. Ada yang baru, ada yang kondisi 80 persen. Rata-rata dalam satu bal itu, 20 persen terjual, sudah balik modal.”

Cerita Nia beda lagi. Ia mengaku membayar Rp 14 juta untuk satu bal pakaian bekas impor, yang di dalamnya ada sekitar 350 lembar baju perempuan.

Tergantung kualitasnya, Nia dapat menjual pakaian yang kualitasnya masih bagus seharga Rp 250.000, sedang kualitas rendah dan menengah dijual antara Rp 15.000 hingga Rp 150.000.

Pakaian dalam bekas pun laku dijual di Pasar Cimol, dan pedagang merogoh modal lebih besar untuk membelinya.

Baca juga: Mengenal Fenomena Thrift, Upaya Penghematan dengan Beli Pakaian Bekas

“Kenapa lebih mahal dari pakaian lain, karena dalam satu bal jumlahnya bisa ribuan pieces. Di dalamnya ada celana dalam pria dan wanita, bra, long torso, atau kemben. Harga jualnya bervariasi dari Rp 5.000 sampai ratusan ribu per helai, tergantung kualitas dan merek,” kata Yati.

Dalam skala lebih besar, bisnis ini juga menggiurkan bagi para importir.

Jika importir membeli satu pack yang isinya kurang lebih 250 bal dengan harga Rp 800 juta hingga Rp 900 juta per pack, lalu dijual kepada pedagang sekitar Rp 10 juta per bal, keuntungannya bisa miliaran.

“Jadi kenapa mereka berani [melanggar aturan], karena memang menggiurkan bisnisnya,” ungkap Yati.

Diselundupkan melalui pelabuhan tikus

Ilustrasi - Sebanyak 425 bal pakaian bekas disita dari sebuah kapal berbendera Indonesia yang sudah ditinggalkan anak buah kapal (ABK)-nya di perairan perairan Sungai Bengali, Kabupaten Batubara, pada Kamis (26/3/2020). Tidak ada satu pun orang dijadikan tersangka karena lebih dulu meloncat ke hutan mangrove saat petugas datang ke lokasi.Istimewa Ilustrasi - Sebanyak 425 bal pakaian bekas disita dari sebuah kapal berbendera Indonesia yang sudah ditinggalkan anak buah kapal (ABK)-nya di perairan perairan Sungai Bengali, Kabupaten Batubara, pada Kamis (26/3/2020). Tidak ada satu pun orang dijadikan tersangka karena lebih dulu meloncat ke hutan mangrove saat petugas datang ke lokasi.
Pada pertengahan Agustus lalu, Kemendag memusnahkan sebanyak 750 bal pakaian bekas impor senilai Rp 8,5 miliar di kawasan pergudangan Gracia di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

"Ini sebagai bentuk respons kami atas semakin maraknya perdagangan pakaian bekas yang diduga asal impor melalui transaksi daring maupun luring,” kata Mendag Zulkifli Hasan, melalui siaran pers.

Tiga tahun lalu, Kemendag juga menyita sebanyak 551 bal pakaian bekas impor yang akan dijual kepada konsumen di Kota Bandung, yang nilainya ditaksir mencapai Rp4-5 miliar.

Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono menyebutkan, pakaian bekas yang berasal dari sejumlah negara dikumpulkan dan dikirim dari negara tetangga Indonesia.

Baca juga: Polisi Gagalkan Penyelundupan Pakaian Bekas dari China Bernilai Miliaran Rupiah

“Walaupun kami lihat [barangnya] berasal dari negara lain, tapi masuknya dari negara tetangga terdekat. Masuk dari pintu-pintu pelabuhan-pelabuhan tikus dari negara tetangga kita,” ungkap Veri, tanpa menyebutkan nama negara yang dimaksud.

Sebelumnya Veri menyebutkan, pelabuhan-pelabuhan tikus tersebut berada di berbagai wilayah, antara lain Sumatra, Tembilahan, Riau, dan beredar sampai ke Pulau Jawa melalui jalur darat.

Sepengetahuan Yati, saat ia masih berjualan, pakaian bekas itu dikirim dari arah perbatasan Singapura dan Malaysia dengan kapal tongkang melalui Batam dan Kalimantan.

“Sekarang lebih canggih lagi. Istilahnya kucing-kucingan, di mana pelabuhan yang sepi di situlah mereka masuk. Jadi posnya tidak hanya satu,” kata Yati.

Baca juga: KEIN: Meski Sudah Dilarang, Impor Pakaian Bekas Masih Terjadi

Outwear hasil berburu pakaian bekas di Pasar Poncol, Senen, Jakarta.KOMPAS.com/KAHFI DIRGA CAHYA Outwear hasil berburu pakaian bekas di Pasar Poncol, Senen, Jakarta.
Dulu, ungkap Yati, barang akan dikirim langsung ke Pasar Cimol, tapi seiring dengan banyaknya kasus impor pakaian bekas yang diungkap, diketahui bongkar muat juga dilakukan di luar wilayah Gedebage.

“Kami pedagang tinggal membeli di tempat,” sebut Yati.

Veri Anggrijono mengatakan, penyelundupan pakaian bekas ini disinyalir melibatkan sindikat yang terorganisir.

“Karena ditangkap di daerah ini, muncul di daerah lain lagi. Saya tidak mengatakan sindikat besar, tapi terorganisir,” ujar Veri, menambahkan bahwa sumber daya Kemendag terbatas untuk mengawasi banyaknya pelabuhan tikus di Indonesia.

Karena itu, Veri berharap ada keterlibatan lembaga serta masyarakat dalam melakukan pengawasan proses importasi pakaian bekas ini.

Baca juga: TNI Gagalkan Penyelundupan 14 Karung Pakaian Bekas dari Timor Leste

“Di Undang-Undang Perlindungan Konsumen ada tiga komponen yang diberikan kewenangan pengawasan, yaitu pemerintah, masyarakat, maupun LPKSM [Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat]. Ini harusnya bersama-sama, terutama masyarakat dalam memberikan informasi,” ujarnya.

Di sisi lain, sejumlah pihak menilai Kemendag belum serius dalam memberantas penyelundupan pakaian bekas.

Ini diungkap oleh Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan, Rachmat Gobel.

Kendati beberapa waktu lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mendemonstrasikan pemusnahan ratusan bal pakaian bekas impor hasil sitaan.

Baca juga: Kapal Kayu Pengangkut Pakaian Bekas Tenggelam di Laut Berau

“Walaupun saya sangat mengapresiasi upaya menteri perdagangan yang ingin menunjukkan kepada publik bahwa beliau tak setuju impor pakaian bekas. Karena itu secara demonstratif ia membakar pakaian bekas.

“Namun saya belum mendengar pelakunya ditangkap atau pelakunya berkewajiban untuk mengembalikannya,” ujar Rachmat melalui aplikasi percakapan, Sabtu (3/9/2022).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Bupati Bandung Barat Diperiksa Terkait Kasus Korupsi Pasar Cigasong Majalengka

Pj Bupati Bandung Barat Diperiksa Terkait Kasus Korupsi Pasar Cigasong Majalengka

Bandung
Cerita ODGJ di Indramayu, Dicerai Suami, Diperkosa Tetangga hingga Hamil

Cerita ODGJ di Indramayu, Dicerai Suami, Diperkosa Tetangga hingga Hamil

Bandung
Praktik Kawin Kontrak di Cianjur, Tarifnya Capai Rp 100 Juta, Targetnya Wisatawan Asal Timur Tengah

Praktik Kawin Kontrak di Cianjur, Tarifnya Capai Rp 100 Juta, Targetnya Wisatawan Asal Timur Tengah

Bandung
2 Anak Meninggal karena DBD di Karawang Selama Januari-April 2024

2 Anak Meninggal karena DBD di Karawang Selama Januari-April 2024

Bandung
BNPB: 2023 Terjadi 5.400 Bencana, Naik 52 Persen

BNPB: 2023 Terjadi 5.400 Bencana, Naik 52 Persen

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Bandung
3 ABK di Cirebon Tewas, Diduga Keracunan Usai Telan dan Hirup Solar

3 ABK di Cirebon Tewas, Diduga Keracunan Usai Telan dan Hirup Solar

Bandung
Istri yang Dibakar Suami Akhirnya Tewas, Luka Bakar 89 Persen

Istri yang Dibakar Suami Akhirnya Tewas, Luka Bakar 89 Persen

Bandung
Korslet, Sebuah Rumah di Cirebon Terbakar, Balita Nyaris Celaka

Korslet, Sebuah Rumah di Cirebon Terbakar, Balita Nyaris Celaka

Bandung
Sebulan Dirawat di RSHS, Pasien Asal Bekasi Tak Juga Dijemput

Sebulan Dirawat di RSHS, Pasien Asal Bekasi Tak Juga Dijemput

Bandung
Fakta di Balik Tragedi 3 ABK Tewas di Palka Kapal Aji Citra Samodra, Cirebon

Fakta di Balik Tragedi 3 ABK Tewas di Palka Kapal Aji Citra Samodra, Cirebon

Bandung
Angin Puting Beliung Landa Kecamatan Cimaung, 30an Rumah Terdampak

Angin Puting Beliung Landa Kecamatan Cimaung, 30an Rumah Terdampak

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Bandung
Kronologi 3 ABK di Cirebon Tewas di Palka Kapal, Berawal dari Saling Menolong

Kronologi 3 ABK di Cirebon Tewas di Palka Kapal, Berawal dari Saling Menolong

Bandung
Wapres Maruf Amin Beri Apresiasi untuk Prabowo Subianto

Wapres Maruf Amin Beri Apresiasi untuk Prabowo Subianto

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com