KARAWANG, KOMPAS.com-Dani dan krunya tengah manggung di Sanggar Seni Jack Haris Bonandar (JHB) di Karawang, Jawa Barat, pada Senin (26/9/2022) malam.
Suara tabuhan Goong, Gendang, dan Kenong saling beradu mengiringi lawakan, bersahut-sahutan dengan gelak tawa penonton.
Pria 63 tahun itu merupakan Pimpinan Gentra Asih Topeng Banjet asal Telagasari, Karawang, Jawa Barat.
Di usia senjanya, Apih Dani, panggilannya, berkisah tentang peliknya mengadu nasib menjadi pelaku seniman Topeng Banjet.
Apih Dani jatuh cinta dengan kesenian Topeng Banjet setelah menjadi penonton setia dari 1980 hingga 1990-an. Gentra Asih kemudian lahir pada 2003.
“Jadi dulu itu cuma penonton setia, di mana ada topeng banjet di situ saya ada, dulu itu yang paling terkenal dan legendaris itu Abah Pendul. Sampai akhirnya saya suka dan kenal dengan para pelakunya sampai ditawari untuk jadi pemodal dan sekarang jadi pemimpinnya,” ungkap Apih Dani usai pentas.
Apih Dani berkisah, dahulu Topeng Banjet sangat populer di Karawang. Bahkan jadi primadona di panggung. Kehadirannya jadi puja-puji warga.
Di berbagai wilayah, pertunjukan Topeng Banjet serupa konser musik yang dihadiri ratusan penonton.
“Kalau ada topeng warga berbondong-bondong datang untuk menontonnya, sama kayak wayang golek,” ceritanya.
Baca juga: Perjalanan Hidup Farel Prayoga dari Ngamen hingga Diundang ke Istana
Untuk harga pementasan, kata Apih Dani, Rp 5 juta tiap pentas. Itu yang megah.
“Tapi kalau harga pentas tergantung permintaan kadang ada yang minta ratusan ribu (rupiah), kadang Rp 2 juta,” katanya.
Gentra Asih sudah merasakan berbagai pentas di ratusan acara di Karawang. Baik megah hingga kecil.
“Kalau dihitung mah ratusan panggung,” kenangnya.