Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertemu Korban Kekerasan seperti Rohimah, Psikolog Sarankan Jangan Tanya soal Kronologi Kejadian

Kompas.com - 08/11/2022, 15:21 WIB
Ari Maulana Karang,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

GARUT, Kompas.com – Kisah Rohimah, seorang asisten rumah tangga asal Limbangan, Garut, yang disekap dan dianiaya majikannya di Bandung Barat mengundang banyak simpati dari berbagai lapisan masyarakat.

Setelah pulang ke rumahnya, Rohimah kebanjiran tamu yang datang untuk sekadar bersimpati hingga memberi bantuan.

Lantas, apa yang harus dilakukan saat bertemu korban kekerasan?

Yuli Suliswidiawati, psikolog yang juga anggota Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TPPD) Pemerintah Kabupaten Garut, melihat simpati dari masyarakat merupakan bentuk dukungan moril bagi korban. Hal ini tentunya bisa memberi rasa positif bagi korban.

Baca juga: Pernah Jadi Korban Penganiayaan Majikan, Senyum Rohimah Kini Kembali, Warungnya Ramai Pembeli

Namun, di balik semua simpati dan dukungan tersebut, masyarakat atau siapa pun yang bersimpati tentunya harus mengetahui batasan-batasan berinteraksi dengan korban. Sebab, saat ini korban masih dalam masa pemulihan.

“Yang pasti, jangan minta korban bercerita bagaimana penyiksaan yang dialami korban, kalau semua yang datang meminta itu, itu sama saja dengan terus membuka luka yang dialami korban,” kata Yuli saat ditemui Senin (7/11/2022).

Untuk kepentingan tertentu, menurut Yuli yang kerap menjadi saksi ahli dalam kasus-kasus Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH), hal tersebut bisa saja dilakukan, misalnya untuk kepentingan penyidikan aparat kepolisian.

Namun, untuk hal-hal lainnya, Yuli menyarankan mereka yang menemui korban tidak mengulang pertanyaan yang sama tentang bagaimana kejadian penganiayaannya.

Yuli menyarankan, jika memang merasa bersimpati pada korban, saat bertemu dengan korban baiknya membicarakan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan trauma yang dihadapi korban. Atau cukup hanya menyampaikan rasa simpati dan empati pada korban.

“Sampaikan saja rasa simpati, empati hingga dukungan dan komitmen kita pada korban, ini sangat penting agar korban tidak merasa sendiri menghadapi permasalahan yang dihadapinya,” katanya.

Untuk pemulihan kondisi psikologis korban, Yuli pun menyarankan ada orang dekat korban yang bisa menjadi pendamping korban. Pendamping ini, mau mendengar semua keluh kesah dan perasaan korban tanpa perlu menanyai tentang kejadian yang menimpa korban.

“Jadi tidak perlu lagi bertanya soal kejadian, tapi tanya soal perasaan dan apa yang dirasakan oleh korban saat ini, dengarkan semua keluh kesahnya tanpa perlu banyak menasehati, yang penting menjadi pendengar yang baik saja buat korban,” kata Yuli yang juga psikolog di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut.

Baca juga: Ketua P2TP2A Garut: Bupati Siapkan Jatah Hidup Rp 2 Juta Per Bulan untuk Rohimah Selama 5 Bulan

Hal terpenting, menurut Yuli, semua perasaan korban diungkapkan.

Jika muncul ekspresi lain saat mengungkapkan perasaannya seperti menangis, menurut Yuli, biarkan saja korban menangis hingga tuntas, tak perlu diminta untuk berhenti menangis. Justru, menurut Yuli, hal ini baik bagi pemulihan psikologis korban.

“Nanti bisa kita lihat perubahan pada wajah korban setelah dia mengungkapkan perasaannya, pendamping juga bisa berkonsultasi dengan psikolog hingga bisa memberi terapi-terapi yang bisa dilakukan pada korban,” katanya.

Jika memang memungkinkan, menurut Yuli, korban-korban kekerasan memang harus mendapat penanganan dan pemantauan psikolog secara intensif dan berkala. Di Garut, menurut Yuli, para korban kekerasan bisa mendapat pelayanan tersebut di P2TP2A. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com