Sambil membuat langseng, Asep bercerita dan bernostalgia, bagaimana bisnis yang ditekuninya ini pernah menjadi kebutuhan primer sebuah keluarga.
Jauh sebelum adanya penanak nasi elektrik, bisnis pembuatan langseng pernah berjaya. Setidaknya era 1980 hingga 1990-an langseng menguasai pasar peralatan dapur dalam bentuk kukusan.
Kala itu, ia berani menjamin, tak ada satu rumah pun yang tak memliki langseng atau dandang.
"Wah, dulu mah ini jadi barang yang dibutuhkan, apalagi yang rumah tangganya baru, paling tidak langseng buat masak nasi kan harus ada," ujarnya.
Baca juga: Mengenal Tradisi Resik Dandang, Dilakukan Warga di Batu untuk Peringati Hari Air Sedunia
Mulanya, kata dia, pembuat langsung di Cileunyi hanya ada satu orang. Lantaran bisnis membuat langseng kala itu sangat menjanjikan.
Pelan-pelan warga yang lain di Kampung Seke Jengkol mulai menekuni dan terjun ke bisnis yang sama.
Asep masih ingat betul, saat itu, hanya daerah Rajapolah Tasikmalaya yang menjadi wilayah saingan produsen pembuat langseng.
"Dulu mah di sini cuma satu, mungkin berkembang karena tertarik, akhirnya merebak dan di kenal Kampung Langseng," kata dia.
Sebelum teknologi berkembang, dan mulai diminati banyak orang. Alat pembuat dan penanak nasi itu menjadi primadona.
Seiring waktu, alat kukusan elektrik pun mulai datang dari luar negeri dan membanjiri pasar. Para konsumen langseng atau dandang pun mulai beralih.
Baca juga: Lebih 10 Bunga Bangkai Tumbuh Liar di Cileunyi, Kabupaten Bandung
Hal itu tidak hanya berdampak pada turunnya minat dan daya beli masyarakat, tapi juga para perajin pun ikut menyusut.
Kala itu setidaknya ada 50an orang yang berprofesi sebagai pembuat langseng. Namun seiring menurunnya pesanan membuat pengrajin langseng beralih pekerjaan.
Hingga kini, hanya tersisa 10 orang di Cileunyi yang masih giat mempertahankan eksistensi langseng.
"Bisa di lihat, sekarang mah tinggal berapa pabrik yang masih aktif, setelah itu alat-alat modern datang ya banyak yang beralih dan kerja biasa lagi," tuturnya.