Sebagian besar pengguna langseng adalah mereka yang masih menggunakan tungku kayu bakar.
Namun ada juga pengguna kompor gas yang masih menggunakan langseng. Rata-rata, lanjut dia, saat ini langseng lebih sering digunakan untuk memasak berkenaan seremonial tertentu.
"Biasanya buat acara atau hajatan, dan biasanya tuh langseng dengan ukuran yang tinggi dan lebar yang memungkinkan menanak nasi banyak dalam satu kali proses masak, itu yang lebih laku, kalau buat acara," tuturnya.
Baca juga: Batang Kuantan, Sungai di Sumatera yang Terkenal dengan Tradisi Pacu Jalur
Biasanya, Asep menjual langseng dengan harga yang beragam, mulai dari Rp 85.000 hingga Rp 1,5 juta per set tergantung ukuran.
Seiring dengan semakin mengurangnya pembeli di pasar.Para pembuat dandang langseng tak kehabisan akal. Teknik berjualan mereka juga mengalami perubahan besar.
Yang dulunya laris di pasar-pasar daerah sekitar kini langseng harus diangkut menuju pelosok luar pulau.
"Mau tidak mau harus jemput bola lah, demi terus bertahan ya luar daerah atau luar pulau juga kami siapkan," imbuhnya.
Teknik menjemput bola, sambung Asep, sangat optimal menahan terjangan alat-alat elektrik modern.
Asep mengaku menyasar daerah-daerah terpencil yang masih jauh dari modernitas, seperti Seperti Sumatera, Flores, dan desa-desa pelosok lainnya. Di sana mereka akan mengontrak rumah dan menjual langseng ke sudut jalanan desa.
"Alhamdulilah sekali berangkat sampai dua truk besar, ya tujuannya daerah yang belum terjangkau alat-alat yang modern," tambahnya.
Baca juga: Merawat Mangrove di Ujung Pesisir Sumatera Selatan
Asep menilai cara ini efektif, mengingat seiring waktu langseng yang telah tergeser oleh kecanggihan teknologi.
Selain itu, cara ini juga sangat ampuh mana kala dua tahun lalu ia dan yang lainnya harus tertatih bertahan dari gempuran pandemi Covid-19.
Entah sampai kapan Asep dan penggiat yang lainnya mampu mempertahankan Kampung Langseng tersebut.
Sebuah tanda tanya besar yang kerap menganggu, selain dari pada produk asing yang tanpa henti mengkerdilkan usaha mereka.
"Mudah-mudahan masih bisa bertahan, ini mah warisan, saya terus berupaya bertahan aja, bukan hanya saya dan keluarga tapi identitas Kampung ini juga harus dipertahankan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.