"Saya tidak pernah telat terapi ARV," imbuh Meli, dalam rilisnya.
Mengetahui kondisinya membaik, ia pun membuka statusnya ke keluarga, saudara, dan teman terdekat. Dukungan pun mengalir dari mereka.
"Suami juga sangat mendukung saya. Alhamdulillah suami negatif HIV. Support system keluarga ini pula yang membuat saya cepat bangkit," ungkapnya.
Itu pula yang membuatnya kini aktif menjadi pendamping layanan HIV di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Banyak penyintas yang tidak berobat dengan benar karena tidak memiliki support system yang baik.
"Jadi mereka merasa sendiri, ingin bunuh diri dan seperti tidak ada harapan hidup. Saya membantu teman-teman yang sendiri untuk mendapat support system juga," lanjutnya.
Ia menjelaskan, virus HIV memang tidak bisa hilang, tapi bisa ditekan aktivitasnya. Ibaratnya virus tersebut dikurung dengan pengobatan terapi.
"ARV ini disubsidi pemerintah, gratis. Di tahun 2004 obatnya sudah disubsidi sama pemerintah. Paling cuma bayar pendaftaran. Kalau di puskesmas Rp 3.000, di RSHS administrasinya Rp 45.000," jelasnya.
Setelah rutin terapi dan konsultasi dengan dokter, Meli pun menjalani program hamil. Akhirnya, setelah menikah 5 tahun, kini ia tengah mengandung anak pertama. Setelah ia mulai hidup sehat, olahraga, makan, dan tidur teratur.
Kini kandungannya sudah jalan 6 bulan. Meski ia akui ada rasa takut jika kelak anaknya juga positif HIV.
"Tapi ketakutan itu tidak terlalu berlebihan karena saya juga minum obatnya sudah rutin," tuturnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.