Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/12/2022, 11:44 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Reni Susanti

Tim Redaksi


BANDUNG, KOMPAS.com - Sejak Sabtu (3/12/2022), siaran TV analog di Jawa Barat dimatikan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Masyarakat yang terdampak di wilayah tersebut, termasuk Kabupaten Bandung, diminta beralih menonton televisi lewat siaran TV digital.

Suntik mati siaran TV analog ini merupakan program Analog Switch Off (ASO) Tahap II setelah dilakukan di wilayah Jabodetabek pada 2 November lalu.

Baca juga: Siaran TV Analog di Kepri Resmi Dimatikan, Masyarakat Diminta Tidak Cemas

Taruna Mulya (60), warga Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menyesalkan kebijakan pemerintah tersebut.

Pasalnya, di kalangan masyarakat kecil, menonton televisi merupakan satu-satunya hiburan yang bisa diminati secara gratis.

Menurutnya, sosialisasi terkait peralihan siaran TV analog ke siaran digital masih belum maksimal.

"Kenapa harus mendadak kaya gini, buat saya gak menyeluruh tuh sosialisasinya," katanya ditemui, Senin (5/12/2022).

Baca juga: Kebanjiran dan TV Analog Mati, Warga Grobogan: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga. Lebih Baik Saya Tidak Menonton TV Selamanya

Konversi dari siaran TV analog ke siaran digital, harus seperti konversi minyak tanah ke gas elpiji beberapa tahun lalu.

Kala itu, ia masih mengingat betul bagaimana pemerintah berupaya mengkonversi secara merata.

"Indonesia kan ada banyak provinsi dan banyak Kota dan Kabupaten, satu-satu dulu, jangan dadakan gini," ujarnya.

Selain menganggap sosialisasi konversi tersebut kurang terkomunikasikan, banyaknya informasi tak jelas membuat situasi semakin tak jelas.

Ia mengakui, saat itu mengetahui bahwa siaran TV analog yang akan pertama kali dimatikan, yakni wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Akan tetapi, informasi yang didapatnya tidak terlalu jelas. Saat itu, ia mempertanyakan apakah akan langsung mengarah ke Jawa Barat atau langsung ke wilayah lain.

"Tahu sempat ada kabar dan lihat berita, tapi enggak jelas, katanya percobaan dulu tapi ternyata enggak kayak gitu," ungkapnya.

Taruna mengaku kesal manakala masyarakat dipaksa untuk menunggu subsidi alat Set Top Box (STB) agar bisa menyaksikan siaran TV digital.

Rasa kesalnya semakin memuncak ketika ia dan anggota keluarga lainnya tidak bisa menyaksikan perhelatan akbar Piala Dunia 2022.

Tak hanya itu, istri dan anaknya juga sempat tidak bisa menyaksikan acara-acara yang disukai.

"Kalau saya jelas enggak bisa nonton Piala Dunia dan Preman Pensiun, terus istri saya enggak bisa nonton film India, cucu saya enggak bisa nonton kartun, pas waktu dimatikan," tambahnya.

Taruna mengungkapkan, saat siaran TV analog dimatikan ia tidak langsung mendapatkan atau membeli STB.

Pasalnya, ia menunggu subsidi dari pemerintah terkait penyediaan STB. Namun, setelah beberapa hari, STB gratis tidak kunjung datang.

Lama berharap dan menunggu, ternyata ia mendapatkan informasi bahwa yang mendapatkan subsidi STB dari pemerintah di satu RW hanya empat orang.

"Saya nunggu, karena bersyukur kan sudah dimatikan dan ternyata dikasih gratis sama pemerintah. Eh, tahunya satu RW yang dapat hanya segelintir aja," sambungnya.

Membeli STB sendiri

Sementara itu, warga lainnya, Elvan (36), putra pertama Taruna, langsung membelikan STB di toko elektronik.

Elvan mengatakan, STB yang didapatkannya bermerk Polytron dengan harga Rp 200.000.

"Saya langsung beliin aja STB itu, awalnya sepakat sama Bapak untuk menunggu dari pemerintah," kata Elvan.

Saat membeli STB, kata Elvan, ia tak mengalami antrean panjang seperti saat ini yang ramai diberitakan.

Selain itu, harga STB yang didapatkannya juga masih terjangkau dan belum naik signifikan.

"Saya beli di toko, harganya masih sama sesuai dengan yang di web Polytron-nya, market place juga sama harganya, kalau sekarang harganya naik dan kalau beli langsung ngantre cukup lama," ungkapnya.

Taruna merasa beruntung, sang anak membelikan STB secara mandiri tanpa menunggu subsidi dari pemerintah.

Pasalnya, ia mengatakan khawatir kualitas STB dari pemerintah tidak bisa bertahan lama.

Hal itu, kata Taruna, terlihat dari beberapa kejadian ledakan akibat STB dari subsidi pemerintah.

"Saya merasa beruntung aja, dapet STB sekarang, apalagi kemarin-kemarin sempat ada kabar STB subsidi jelek kualitasnya dan ada yang meledak juga," ujar dia.

Ia berharap pemerintah harus serius melihat fenomena STB subsidi yang meledak.

Pasalnya, masyarakat sudah dirugikan karena harus merelakan siaran analog mati kemudian harus membeli STB agar bisa menikmati lagi hiburan.

"Harusnya pemerintah itu ngasih kualitas STB yang bagus, soalnya masyarakat kan sekarang harus mengeluarkan lagi uang untuk membeli STB. Jangan salah kalau nantinya banyak masyarakat yang menolak STB subsidi itu karena kualitasnya yang mengkhawatirkan," pungkas dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Apa Itu 'Pertanian Kontrak', Program yang Dipilih Anies Menggantikan 'Food Estate'?

Apa Itu "Pertanian Kontrak", Program yang Dipilih Anies Menggantikan "Food Estate"?

Bandung
Anies Sebut Pilpres Bukan Hanya soal Ganti Presiden, melainkan Juga Gagasan dan Kebijakan

Anies Sebut Pilpres Bukan Hanya soal Ganti Presiden, melainkan Juga Gagasan dan Kebijakan

Bandung
Anies: Jangan Sampai Negara Membiarkan Petani Tidak Sejahtera Terus

Anies: Jangan Sampai Negara Membiarkan Petani Tidak Sejahtera Terus

Bandung
Kronologi Siswi SMAN 3 Bandung Loncat dari Lantai 3 Sekolah, Terungkap dari Rekaman CCTV

Kronologi Siswi SMAN 3 Bandung Loncat dari Lantai 3 Sekolah, Terungkap dari Rekaman CCTV

Bandung
Sudah 2 Tahun Siswi SMAN 3 Bandung yang Loncat dari Lantai 3 Jalani Bimbingan Psikologis

Sudah 2 Tahun Siswi SMAN 3 Bandung yang Loncat dari Lantai 3 Jalani Bimbingan Psikologis

Bandung
Peneliti ITB Sebut AI Bisa Jadi Ilmu Palsu, Masyarakat Diminta Waspada

Peneliti ITB Sebut AI Bisa Jadi Ilmu Palsu, Masyarakat Diminta Waspada

Bandung
Pardiana Tak Tahu Penyebab Tabung Gas yang Dibawanya Meledak, Sebut 1 Tabung Seberat 150 Kilogram

Pardiana Tak Tahu Penyebab Tabung Gas yang Dibawanya Meledak, Sebut 1 Tabung Seberat 150 Kilogram

Bandung
Diamankan, ODGJ Tanpa Busana Kerap Ganggu Warga di Cikakak

Diamankan, ODGJ Tanpa Busana Kerap Ganggu Warga di Cikakak

Bandung
Sang Ibu Meninggal di Depan Mata Saat Tabung Gas Meledak, Noval: Saya Mendengar Ledakan Keras...

Sang Ibu Meninggal di Depan Mata Saat Tabung Gas Meledak, Noval: Saya Mendengar Ledakan Keras...

Bandung
5 Fakta Tabung Gas Meledak Saat Diangkut Truk di Sukabumi, Ada 2 Orang Tewas

5 Fakta Tabung Gas Meledak Saat Diangkut Truk di Sukabumi, Ada 2 Orang Tewas

Bandung
Sejoli Pengedar Sabu Besar Dibekuk, Dibongkar gara-gara Pesan di Chat

Sejoli Pengedar Sabu Besar Dibekuk, Dibongkar gara-gara Pesan di Chat

Bandung
Prakiraan Cuaca di Bandung Hari Ini, 29 November 2023: Berawan hingga Hujan Petir

Prakiraan Cuaca di Bandung Hari Ini, 29 November 2023: Berawan hingga Hujan Petir

Bandung
Anies Singgung Harga Pangan Mahal, tapi Petani Terima Uang Sedikit

Anies Singgung Harga Pangan Mahal, tapi Petani Terima Uang Sedikit

Bandung
Prabowo Jadi Pembicara Rakor Apdesi di Bandung, Bawaslu Pastikan Tak Ada Pelanggaran

Prabowo Jadi Pembicara Rakor Apdesi di Bandung, Bawaslu Pastikan Tak Ada Pelanggaran

Bandung
Anies Janji Selesaikan Masalah Sulitnya Dapat Rumah Bagi Warga Bogor Jika Terpilih

Anies Janji Selesaikan Masalah Sulitnya Dapat Rumah Bagi Warga Bogor Jika Terpilih

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com