Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri PPA Bentuk Satgas Korban Pelecehan Seksual Herry Wirawan

Kompas.com - 09/01/2023, 20:23 WIB
Agie Permadi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Bintang Puspayoga bakal membentuk satuan tugas (Satgas) terkait penanganan kasus pelecehan seksual yang dilakukan Herry Wirawan terhadap 13 santriwati.

Nantinya Satgas ini akan memantau dan mengevaluasi korban pelecehan seksual.

Bintang mengatakan bahwa satgas ini dibentuk guna mencegah terjadinya kembali kasus pelecehan seksual terhadap anak. 

"Mengevaluasi monitoring mewujudkan dibentuk satgas sebagainya. Rapat koordinasi ini bukan akhir tapi awal kita kawal implementasi ini bukan merupakan akhir tapi dikawal implementasi dalam hal memberikan perlindungan dan hak yang terbaik. Kita akan membentuk satgas mengawal ini sehingga memberikan yang terbaik untuk bangsa," ucap Bintang di Kantor Kejati Jabar, Senin (09/1/2023).

Baca juga: Polemik Vonis Mati Herry Wirawan, KemenPPPA Sebut Tak Ada Toleransi, Komnas Perempuan Ingatkan Prinsip HAM

Pembentukan Satgas ini pun mendapatkan dukungan dari Kepala kejaksaan Tinggi Jabar Asep Mulyana.

Menurutnya, para korban pun dapat dibantu hingga mendapatkan pekerjaan dan pendidikan yang layak.

"Bentuknya kelompok kerja, kita akan mengupdate terus anak yang sudah sekolah ada kendala atau enggak anak yang belum bekerja. Anak misal jadi ART, kita pantau apakah cukup apakah perlu gak ditingkatkan pendidikan ke jenjang pendidikan, itu fungsi satgas. Akan menjadi kelompok yang menutupi menyempurnakan dalam proses peradilan maupun luar pengadilan," kata Asep.

Terkait keputusan Herry Wirawan, Asep mengaku jaksa belum menerima keputusan resmi dari Mahkamah Agung.

Nantinya, putusan resmi dari Mahkamah Agung ini menjadi dasar bagi kejaksaan untuk melakukan eksekusi.

"Kami belum menerima putusan resmi, putusan resmi kasasi termasuk memastikan hak-hak terdakwa melakukan upaya hukum baik PK (peninjauan Kembali) atau grasi. Karena ini pidana mati kami pastikan dulu seluruh hak terdakwa terpenuhi meski tidak menghalangi eksekusi," kata Asep.

Baca juga: Herry Wirawan, Pemerkosa 13 Santriwati di Bandung Tetap Divonis Mati, Kemenag Harap Bisa Jadi Peringatan

Menurut Asep, nantinya setelah putusan resmi diterima, Kejaksaan akan mempelajari secara seksama dan komprehensif.

Seandainya, nanti putusan yang dikeluarkan adalah hukuman mati, maka kejaksaan akan memastikan seluruh hak terdakwa tidak hanya upaya hukum biasa tapi luar biasa, baik penijauan kembali (PK) maupun grasi.

"Apa-apa yang menjadi amar putusan, karena kami eksekutor tahu persis kata per kata kalimat per kalimat seandainya nanti putusan nanti putusan mati tentu memperhatikan dulu hak-hak keseluruhan pelaku terdakwa," katanya.

 

Terkait jangka waktu eksekusi, kata Asep, hal itu tergantung upaya hukum Herry.

"(Waktu) tergantung kepada nanti terdakwa apakah melakukan upaya hukum luar biasa atau tidak, yang berikutnya memastikan lagi sampai berapa lama seluruh hak-haknya sudah terpenuhi baru kami bisa melakukan eksekusi," katanya.

Dikatakan, dalam berkas perkara yang diterimanya, sementara ini harta benda terdakwa yang disita penyidik adalah motor karena memiliki nilai ekonomi, sedang lainnya adalah adminitrasi photo copy akte dan lainnya.

"Makanya kami sejak awal saat perkara ini meminta ke hakim untuk melakukan perampasan aset milik terdakwa baik yang terissa," kata Asep.

Baca juga: Akhir Perjalanan Herry Wirawan, Pemerkosa 13 Santri di Bandung, Tetap Dihukum Mati meski Ajukan Kasasi

Namun Asep mendapatkan informasi bahwa kejaksaan tidak dapat menyita perampasan karena gak punya dasar tunggu keputusan pengadilan.

"Walau di awal kami mendapat informasi bahwa yang bersangkutan punya tanah dan bangunan. Seandainya nanti akan diserahkan ke Pemprov lelang dulu hasil lelang diberikan ke Pemprov dalam rangka membiayai anak korban," ucapnya.

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Atalia Praratya mengapresiasi pendampingan yang dilakukan terhadap anak-anak korban Herry Wirawan.

Menurutnya, ada tiga hal utama dalam penanganan kasus ini. Pertama, fokus pada kemandirian anak atau korban.

"Jadi bagaimana kemudian anak yang kita tahu sebagiannya sudah sekolah ya sebagian lagi masih belum, jadi mereka masih berjuang untuk ikut paket B dan C. dan ada juga yang ingin kuliah, ada juga yang merupakan kemandirian ekonomi begitu maka akan kami dampingi," ucap Atalia.

Baca juga: Herry Wirawan Dihukum Mati, Menteri PPPA: Tidak Ada Kasus Kekerasan Seksual yang Dapat Ditoleransi

Kedua, lanjut Atalia, pihaknya bekerjasama dengan Dinas Sosial untuk mendekati anak dari korban.

"Kemudian yang ketiga adalah bagaimana memastikan agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi, tadi sudah disampaikan bahwa sudah ada satgas yang akan kemudian melakukan tugasnya untuk melakukan pengawasan di seluruh area institusi pendidikan. yang kemudian harapannya adalah untuk meminimalisir kasus kasus yang serupa yang sekarang ini marak terjadi," katanya.

Atalia juga mengatakan bahwa P2TP2A juga berfokus pada bagaimana institusi keluarga bisa maksimal terkait dengan perlindungan anak, pasalnya Atalia menilai sisi ekonomi keluarga harus lebih dikuatkan.

"Dari sisi ekonominya kita harus kuatkan karena ternyata disinyalir jadi adanya korban karena masalah ekonomi. Sehingga penguatan ekonomi keluarga kemudian saya memberikan yang menyekolahkan anak di sekolah gratis tanpa pengawasan itu menjadi konsen kami dan hal lainnya terkait dengan penguatan keluarga menjadi hal yang penting untuk dilakukan," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com