Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/02/2023, 12:36 WIB
Dendi Ramdhani,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Ingar-bingar program Petani Milenial di Jawa Barat (Jabar) ternyata tak seindah yang terlihat.

Sejumlah peserta dari program unggulan Pemprov Jabar itu menghadapi sejumlah masalah pelik hingga harus berurusan dengan pihak bank.

Baca juga: Perjuangan Ibu Penjahit di Bandung, Penghasilan Rp 50.000, Sempat Ingin Menyerah, hingga Berhasil Kuliahkan Anaknya

Untuk diketahui, Petani Milenial adalah program di mana Pemprov Jabar melibatkan pemuda berusia 19-39 tahun mendapatkan akses permodalan hingga pembeli hasil panen (offtaker). Tujuannya, meregenerasi tenaga kerja di sektor pertanian.

Program itu diluncurkan pada Maret 2021.

Cerita kesemrawutan program itu dikisahkan oleh Rizky Anggara (21), pemuda asal Lembang, Kabupaten Bandung Barat, yang ikut program di sektor budi daya tanaman hias.

Rizky mengisahkan, ia bergabung dengan program Petani Milenial Juli 2021 atau angkatan pertama bersama 19 rekan lainnya.

Baca juga: Gempa Magnitudo 4,3 Guncang Garut, Puluhan Rumah di 2 Kecamatan Rusak, 1 Orang Terluka

Mereka dibina di bawah naungan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Jawa Barat. Dinas TPH juga menunjuk beberapa perusahaan sebagai offtaker.

Ia menceritakan, kejanggalan mulai terendus sejak awal program dimulai. Pada Juli 2021, ia mengikuti agenda penandatanganan kerja sama (PKS) dengan salah satu perusahaan.

"Kejanggalan dari pertama launching kita disuruh tanda tangan PKS. Tapi, kita sendiri enggak tahu isi PKS itu. Jadi kita bikin agenda bedah isi PKS. Namanya yang punya perusahaan pasti bisa jawab semua pertanyaan dan bodohnya kami percaya saja," kata Rizky saat dihubungi via telepon seluler, Kamis (2/2/2023).

Baca juga: Jadi Selingkuhan Kompol D, Nur Penumpang Audi A6 Harus Diperiksa Ulang karena Keterangan Palsu

Masalah pertama muncul ketika jumlah indukan tanaman yang dijanjikan tak sesuai perjanjian serta waktu pengiriman yang molor.

"Harusnya indukan tanaman yang diberikan 300 per orang, tapi ini kurang dan baru diberikan pada bulan November. Artinya, kami kehilangan satu siklus panen," kata Rizky.

Lalu, masalah dari sektor permodalan pun mencuat. Tiap peserta diberi akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BJB sebesar Rp 50 juta per orang.

Namun, dana tersebut tak bisa diserap secara tunai oleh petani. Dana pinjaman justru masuk dan dikelola oleh salah satu perusahaan.

"Jadi untuk keuangan, waktu Agustus 2021 dana cair masuk ke rekening bjb kami lalu dipindahbukukan ke rekening (perusahaan offtaker) Rp 50 juta per orang. Jadi kita enggak pegang uang, tapi dalam bentuk barang seperti indukan tanaman dan barang lain," paparnya.

Setelah menempuh proses yang melelahkan, Rizky dan rekan-rekannya akhirnya bisa menuai hasil panen pertama pada Desember 2021.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com