Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Pedagang Baju Bekas untuk Jokowi: Kalau Ditiadakan, Saya Harus Gimana, Pemerintah Belum Ngasih Solusi

Kompas.com - 17/03/2023, 05:09 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Reni Susanti

Tim Redaksi

 

BANDUNG, KOMPAS.com - Salah satu tempat untuk thrifting di Kota Bandung adalah Pasar Cimol Gedebage. Pasar yang berdiri sejak tahun 1990 ini sudah berdiri sejak tahun 1990. Tak heran jika pasar ini selalu menjadi buruan.  

Kini, praktik penjualan barang bekas impor ini dinilai mengganggu.

Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, bisnis tersebut sangat menganggu dan berimbas pada industri tekstil dalam negeri. Ia pun meminta, bisnis pakaian bekas impor segera ditindak.

Baca juga: Habitat Hewan Liar Terganggu, Kades asal Bandung Barat Lempar Ular ke KLHK

Para pedagang di Pasar Cimol Gedebage mengomentari dan menyampaikan harapan mereka pada Presiden Jokowi. 

Salah satu pedagang pakaian bekas impor di Pasar Cimol Gedebage, Muhamad Wawan Sanusi (33), mengaku keberatan jika thrifting tiba-tiba ditindak atau ditiadakan. 

Pasalnya, ia dan pedagang lain membangun usaha secara mandiri. Artinya, ada perjuangan yang ditempuh para pedagang sampai ke titik sekarang.

"Ya, tolong lah, masa iya tiba-tiba tanpa dipertimbangan langsung ditiadakan, kami kan dapet usaha sampai saat ini," kata Wawan, ditemui Kamis (16/3/2023).

Baca juga: Thrifting Menjamur, Kemendag Akan Gandeng Penegak Hukum Tindak Pelaku Bisnis Pakaian Bekas Impor

Menyinggung soal Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Wawan mengaku mengetahui informasi itu sejak lama. Namun, ia tetap saja berdagang, sebab jualan jaket bekas impor ini satu-satunya penghasilan dia.

Ia mengklaim, sejauh ini tidak semua barang yang dia jual merupakan barang bekas. Sudah beberapa tahun ia juga sudah berupaya mendatangkan barang baru dari luar negeri.

"Saya tahu kok, tapi enggak tahu ya kalau yang lain, terus saya harus gimana. Pemerintah belum ngasih solusi," jelasnya.

Wawan juga membantah, perdagangan barang bekas Impor merusak industri tekstil atau UMKM.

Ia menilai, apa yang dilakukannya merupakan salah satu bagian dari ekonomi menengah atau masuk kategori UMKM.

"Kalau disinggung soal itu, kami juga sama pedagang kecil, kios juga ngontrak, mana bisa disebut kita besar," tutur dia.

Wawan mengaku menjual jaket-jaket outdoor. Berbagai merk luar negeri banyak mewarnai kios yang ia tempati sejak enam tahun lalu.

Soal harga, ia menjelaskan harga tergantung merk dan kualitas jaket. Wawan menjual jaket outdoor dengan harga yang variatif.

Mulai dari harga Rp 150.000 hingga paling mahal Rp 500.000. Dalam sebulan keuntungan yang diraihnya pun cukup fantastis.

Wawan mengaku, pernah mendapatkan puluhan juta rupiah dalam beberapa bulan.

"Ya kalau ramai pasti bisa sampai besar, apalagi beberapa tahun ke belakang, bisa dikatakan saya cukup lumayan dapetnya, tapi sekarang sama aja dengan yang lainnya, naik turun," ujar dia.

Sementara, Yunus Akbar (33), penjual kaos brand impor yang juga berdagang di Pasar Cimol Gedebage mengaku tak tahu secara mendetail soal pelarangan yang dikeluarkan Menteri Perdagangan (Mendag).

"Kalau informasi sih lama tahunya, tapi saya enggak tahu detail," kata Yunus.

Senada dengan Wawan, Yunus menolak jika sumber mata pencariannya tiba-tiba dihapuskan negara.

Justru Yunus mempertanyakan, aturan yang dibuat pemerintah tahun 2021 itu kenapa sampai sekarang tidak diterapkan maksimal.

"Nanti dulu dong, masa mau langsung main tutup atau ditindak, kita juga dapet usaha, berkeringat untuk mencapai ke fase sekarang," tambahnya.

Kendati begitu, Yunus berharap pemerintah mencari solusi atau alternatif lain.

"Ini kan penghasilan saya sejak lama dari sini, kalau mau ditutup pemerintah mau mengganti gak dengan apa gitu. Jadi coba sosialisasikan dengan baik," ucap dia.

Tak sampai di situ, Yunus juga menolak jika barang bekas impor itu membawa penyakit, berjamur, atau sumber dari penyebaran penyakit, lantaran didatangkan dari luar negeri.

Setiap pedagang, mengedepankan kualitas. Artinya, begitu barang datang secara otomatis langsung dilakukan pemilahan dan pembersihan.

"Semua juga sama, kita enggak jorok, pasti pencucian atau pembersihan dulu," ucapnya.

Yunus mengaku telah berdagang kaos band bekas impor sejak 2020. Saat ini ia hanya menumpang di kios milik rekannya yang sama-sama menjual kaos band atau olahraga ekstrem.

Ia menjual harga kaos band impor dengan harga yang variatif, mulai dari Rp 100.00 hingga Rp 700.000.

Berbeda dengan jaket atau celana, para pelanggan kaos band berani mengeluarkan harga mahal lantaran melihat dari edisi dibuat, dikeluarkan, hingga lisensi yang merilis kaos band tersebut.

"Ya kalau keuntungan, sama saya juga kadang dapat besar. Karena kan kaos band itu berbeda, ada sisi history yang dicari," jelasnya.

Baik Wawan atau Yunus, mendapatkan barang dari distributor. Mereka membeli pakaian atau jaket tidak secara satuan, melainkan langsung satu karung atau lebih dikenal per-bal.

Selain itu, selama membeli pakaian dan jaket, karung yang diterima mereka tidak semua berisi kaos atau jaket. Terkadang ada juga barang yang lain seperti celana, topi, atau yang lainnya. 

"Enggak ada satuan, kita beli per-bal, kalau harga ya kadang satu bal itu dapet Rp 1,2 juta atau Rp 2 juta isinya ya enggak semua sesuai harapan," kata dia.

Meski ada rencana untuk dilakukan penindakan oleh pemerintah pusat. Pihaknya meminta agar pemerintah kembali mempertimbangkan atas keputusannya.

"Tolong dilihat dulu, didengarkan juga keluh kesah warga atau kita para pedagang kondisinya seperti apa sekarang," tutur dia.

Jika memang ia dan yang lainnya harus beralih ke produk lokal, Yunus mengatakan tak terlalu memikirkannya.

"Kalau harus pindah barang ya bisa saja, tapi tetap harus bicara dulu, kami juga harus tahu pasarnya, produk lokal itu kaya gimana kualitasnya. Kalau ternyata antusiasnya lebih besar dan barang lebih bagus kenapa tidak," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com