Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga 4 Tahun Tinggal di Lokasi Tanah Bergerak, Berharap Relokasi ke Hunian Tetap

Kompas.com - 17/03/2023, 17:56 WIB
Budiyanto ,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

SUKABUMI, KOMPAS.com - Sedikitnya tiga kepala keluarga berjumlah sembilan jiwa bertahan menghuni rumah di lokasi bencana gerakan tanah Kampung Gunungbatu, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat.

Rumah yang mereka tempati sudah mengkhawatirkan dan rawan ambruk.

Kondisi dinding rumah dengan lantainya serta atap sudah tidak beraturan. Selain retak, ambles juga kondisinya miring.

Bencana geologi yang telah memporak-porandakan puluhan rumah, permukiman, lahan pertanian dan memutuskan jalan Sukabumi-Sagaranten itu mulai diketahui 18 April 2019.

"Bencana ini sudah mau empat tahun," ungkap Uyeh Hariadi (77) kepada Kompas.com saat ditemui di rumahnya di Kampung Gunungbatu, Jumat (17/3/2023).

Baca juga: BNPB Gelontorkan Rp 7,6 Miliar untuk Bangun 152 Hunian Tetap Korban Tanah Bergerak di Sukabumi

Setelah kejadian bencana, lanjut Abah Duyeh sapaan Uyeh, Pemerintah Kabupaten Sukabumi menjanjikan akan membangunkan hunian tetap (huntap) di lahan relokasi.

Namun sudah empat tahun ini huntap yang dijanjikan belum berwujud.

Padahal lahan relokasi untuk pembangunan huntap sudah ada di Blok Cimenteng, Kampung Pasirsalam. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Kampung Gunungbatu.

"Lahan untuk huntap sudah diratakan bulan Desember lalu. Tapi sampai sekarang kami belum dapat kabar pembangunan huntapnya kapan," tutur Abah Duyeh.

Menurut dia, saat ini para penyintas bencana menempati hunian sementara (huntara) yang dibangunkan pemerintah di Kampung Ciboregah Blok Rancabali.

Baca juga: Huntap untuk Korban Tanah Bergerak di Sukabumi Ditargetkan Rampung Setelah Lebaran

Jumlahnya ada 74 unit berbentuk bedeng dengan ukuran 4 x 4 meter persegi.

Selain itu ada juga yang tinggal di rumah keluarga, kerabat hingga mengontrak.

"Saya memilih bertahan di sini karena huntara jauh. Sementara kerjaan di sini, kebun yang dikelola takut terbengkalai," aku Abah Duyeh.

"Kalau musim hujan Abah ngontrak rumah, sudah dua kali ngontrak rumah. Kalau musim kemarau di sini," sambung dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com