"Sebetulnya kami itu di sini sebagai sopir taksi karena sudah dari dulu. Akhirnya KAI juga menerima kami," terangnya.
Nazarudin mengatakan, rata-rata penumpang melihat dan menganggap dia dan sopir taksi lainnya merupakan bagian dari KAI atau fasilitas yang diberikan KAI.
Penilaian itu bukan hanya karena kostum semata, tapi karena KAI meminta para sopir taksi di Stasiun Bandung yang tergabung dalam Paguyuban, bersikap ramah dan santun kepada penumpang.
"Kurang lebih tahun 1996 kita diakomodir. Sekarang itu kemungkinan penumpang itu sudah tidak melihat kami sebagai sopir taksi lagi, tapi sudah bagian dari KAI. Soalnya mereka juga menerima kami, kami juga sama dengan porter harus ramah tamah," ungkapnya.
Meski hanya berprofesi sebagai sopir taksi, ternyata setiap tetes keringat dari bekerja keras sejak tahun 1983, telah membuahkan hasil.
Nazarudin mampu menyekolahkan tiga anaknya hingga ke bangku perkuliahan.
Tak hanya sekadar kuliah, kampus tempat anak-anak Nazarudin belajar juga cukup ternama di Bandung.
"Yang kuliah pertama di Unpas, ngambil ekonomi tapi sekarang sudah meninggal. Almarhum sempat kerja di Kalbe. Kedua ada yang di NHI, ngambil perhotelan. Dia sempat kerja di Bali, tapi pas bom Bali saya suruh pulang. Nah, yang ketiga kuliah di YPKP. Sekarang dia kerja di OJK," ungkapnya.
Bagi Nazarudin, keberhasilan menyekolahkan anak merupakan sebuah kebanggan.
Ia seolah membuktikan pekerjaan apa pun bisa mengantarkan seseorang meraih kesuksesan.
Saat ini, Nazarudin hanya memetik hasil. Dulu, kata dia, ia mesti mencicil mobil untuk bekerja sambil mencari nafkah untuk membesarkan keenam anaknya.
Kini, anak-anaknya yang justru merawat dan mengurus Nazarudin.
"Sekarang diambilkan anak, katakanlah anak saya sudah berjaya ya, dibeliin. Sekarang enggak terlalu ngejar setoran, kalau dulu punya orang terus. Sekarang saya tinggal sama dengan anak yang di OJK di jalan Kopo-Soreang," tuturnya.
Ibarat sejarah, masa kejayaan Nazarudin dan sopir taksi di Stasiun Bandung telah tergilas zaman.
Selain masyarakat sudah memiliki kendaraan pribadi, para sopir taksi konvensional juga dihantam teknologi.