Nazarudin mampu menyekolahkan tiga anaknya hingga ke bangku perkuliahan.
Tak hanya sekadar kuliah, kampus tempat anak-anak Nazarudin belajar juga cukup ternama di Bandung.
"Yang kuliah pertama di Unpas, ngambil ekonomi tapi sekarang sudah meninggal. Almarhum sempat kerja di Kalbe. Kedua ada yang di NHI, ngambil perhotelan. Dia sempat kerja di Bali, tapi pas bom Bali saya suruh pulang. Nah, yang ketiga kuliah di YPKP. Sekarang dia kerja di OJK," ungkapnya.
Bagi Nazarudin, keberhasilan menyekolahkan anak merupakan sebuah kebanggan.
Ia seolah membuktikan pekerjaan apa pun bisa mengantarkan seseorang meraih kesuksesan.
Saat ini, Nazarudin hanya memetik hasil. Dulu, kata dia, ia mesti mencicil mobil untuk bekerja sambil mencari nafkah untuk membesarkan keenam anaknya.
Kini, anak-anaknya yang justru merawat dan mengurus Nazarudin.
"Sekarang diambilkan anak, katakanlah anak saya sudah berjaya ya, dibeliin. Sekarang enggak terlalu ngejar setoran, kalau dulu punya orang terus. Sekarang saya tinggal sama dengan anak yang di OJK di jalan Kopo-Soreang," tuturnya.
Ibarat sejarah, masa kejayaan Nazarudin dan sopir taksi di Stasiun Bandung telah tergilas zaman.
Selain masyarakat sudah memiliki kendaraan pribadi, para sopir taksi konvensional juga dihantam teknologi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.