Kehadiran taksi online tentu saja menjadi kompetitor kuat mereka.
"Memang tergilas zaman. Jadi istilahnya ada datang Grab, datang GoCar, yang pakai aplikasi itu. Sedangkan saya kan awam, enggak ngerti. Pernah masuk juga, tapi sulit pahamnya. Akhirnya dikeluarin lagi," bebernya.
Tentu saja hal itu berdampak dari sisi penghasilan.
Dulu, penghasilan bisa sampai ratusan ribu per hari, tapi kini hanya puluhan ribu saja.
"Sekarang itu enggak pasti. Kemarin saja saya narik cuma sekali, itu juga Rp 35.000 karena ingin makan doang, sangat jauh sekali," ucapnya.
Meski pendapatan semakin sedikit, Nazarudin tetap bersyukur. Paling tidak, penghasilannya itu bisa digunakan membeli hadiah untuk cucu.
Nazarudin tidak menyalahkan siapa pun meski kini penghasilannya menurun karena kalah dari taksi online.
Dia sangat menyadari taksi konvensional sudah tergilas zaman.
Nazarudin punya harapan agar sopir taksi konvensional di Stasiun Bandung bisa diangkat menjadi pegawai KAI.
"Saya minta diakui aja oleh PT KAI statusnya sebagai sopir KAI. Jadi ada yang mengarahkan lah dari dalam. Toh, kami enggak terlalu jauh kalau nego harga. Jadi, kalau sudah diakui, itu sistem dan yang lainnya sudah ada di KAI dan aman. Kalau gitu bisa, kan 50 persen ke kita, 25 persen ke online gitu," ujar Nazarudin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.