Editor
KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan komitmennya dalam memberantas tambang ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara.
Dalam wawancara di program GASPOL! Kompas.com pada Rabu, 19 September 2025, Dedi mengungkapkan bahwa penutupan tambang ilegal bukanlah hal baru baginya.
"Saya nutup tambang ilegal bukan sekarang loh. Dari dulu, sejak saya masih Bupati di Purwakarta, hampir nggak ada penambangan ilegal. Tiap hari saya ngurusin itu," tegasnya.
Dedi menyoroti bagaimana tambang ilegal tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga infrastruktur, menghilangkan pendapatan negara, dan melahirkan premanisme. "Tambang itu identik dengan premanisme. Coba lihat, di setiap tambang pasti ada yang malakin," ujarnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Bercanda dengan Kepala Daerah PDI-P saat Retret di Magelang
Ia juga menyoroti ketidakadilan sosial yang muncul dari industri tambang ilegal.
"Satu sisi ada orang yang kerja keras, bongkar batu, mikul pasir. Sisi lain ada yang ongkang-ongkang kaki, ngerokok, dapat duit terus. Itu cermin ketidakadilan," katanya.
Dalam upaya penertiban, Dedi menegaskan pentingnya keberanian dalam menghadapi kelompok-kelompok yang membekingi tambang ilegal.
"Kalau jadi pemimpin tuh kan sudah punya backing, surat keputusan, undang-undang. Ngapain takut sama backing lagi?" ujarnya.
Ia pun menyatakan akan menggunakan pendekatan hukum, termasuk Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), untuk menindak tegas para pelaku tambang ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara.
"Indonesia harus bikin efek jera. Kalau nggak, ya terus-terusan aja. Selalu memperlihatkan power sebagai tokoh masyarakat, tokoh politik. Kenapa sih power nggak dipakai untuk kebaikan?" tegasnya.
Dedi juga menyoroti peran Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) yang dinilai justru membiarkan lahannya ditambang.
"Harusnya ini PTPN, Perkebunan Nusantara, bukan Pertambangan Nusantara," kritiknya.
Sebagai solusi, ia mengusulkan agar para penambang ilegal tidak hanya ditutup, tetapi juga dikenakan kewajiban membayar kerugian yang mereka timbulkan.
"Berapa lama dia nambang? Berapa yang harus dibayar ke kas daerah? Berapa kerusakan ekologinya? Berapa kilometer jalan yang hancur? Tinggal dihitung!" tandasnya.
Pernyataan tegas Dedi ini menegaskan bahwa upaya pemberantasan tambang ilegal di Jawa Barat akan terus berjalan dengan pendekatan yang lebih sistematis dan efek jera yang nyata bagi para pelaku.
Kasus Harvey Moeis yang baru-baru ini menjadi sorotan juga menjadi contoh nyata dari bagaimana kejahatan di sektor tambang dapat menyeret berbagai pihak ke dalam lingkaran korupsi.
Baca juga: Dedi Mulyadi Bagikan Kendaraan Dinas, Setda Sebut Bagian Efisiensi Anggaran
Harvey, yang terjerat kasus korupsi dan dugaan pencucian uang terkait bisnis tambang ilegal, menunjukkan bahwa persoalan ini bukan sekadar masalah lingkungan, tetapi juga melibatkan jaringan kekuasaan yang lebih luas.
"Ini yang harus kita kejar. Jangan sampai ada orang yang bermain di belakang layar dan terus mengeruk keuntungan dengan merusak alam dan merugikan negara," pungkas Dedi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang