BANDUNG, KOMPAS.com – Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Hetifah Saifudin, menyoroti keterbatasan daya tampung sekolah negeri dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. Menurutnya, persoalan ini menjadi tantangan utama terutama bagi masyarakat prasejahtera yang kesulitan mengakses pendidikan berkualitas.
"Kami dari Komisi X tentu memberikan masukan dan pengawasan. Mudah-mudahan pelaksanaan SPMB tahun ini bisa lebih baik. Kita tahu di beberapa daerah masih ada permasalahan daya dukung sekolah," kata Hetifah saat ditemui di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Setiabudhi, Kota Bandung, Senin (9/6/2025).
Ia menyebut, pascakeputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sekolah gratis, seharusnya menjadi acuan bagi pemerintah untuk memperluas akses pendidikan secara merata dan adil.
Hetifah juga mendorong agar pelaksanaan SPMB ke depan menggabungkan sekolah negeri dan swasta. Dengan begitu, siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri tetap memiliki kesempatan bersekolah di lembaga swasta dengan kualitas setara dan biaya yang terjangkau.
Baca juga: Aturan Pilih SMA Swasta di SPMB Bersama Jakarta 2025, Ini Jadwal Semua Tahapan
“Ke depan ada kemungkinan kita satukan SPNB antara negeri dan swasta, agar negara juga lebih jelas dalam mendukung sekolah-sekolah swasta," ujarnya.
Politikus Partai Golkar ini menegaskan, program wajib belajar 13 tahun harus menjadi perhatian semua pihak guna meningkatkan partisipasi pendidikan yang merata di seluruh wilayah.
“Di Undang-Undang Sisdiknas yang baru, niatnya adalah menjadikan pendidikan dasar itu 13 tahun. Jadi tidak berhenti sampai SMP. Tapi ini tentu harus dibahas dan dirancang lebih matang,” tutur Hetifah.
Terkait asesmen nasional, Hetifah menilai sistem ini tetap penting sebagai alat ukur kemampuan belajar siswa, meski bukan sebagai penentu kelulusan seperti Ujian Nasional sebelumnya.
“Asesmen itu bagus ya, menurut saya. Tapi beda dengan UN (ujian nasional). Ini lebih sebagai alat evaluasi hasil belajar individu, bukan sistem pendidikan di sekolah. Jadi tidak menekan, tapi justru bisa memacu semangat belajar siswa,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang