Salin Artikel

Air Mata Ridwan Kamil di Sumur Doa Museum Tsunami Aceh

BANDUNG, KOMPAS.com - Langkah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terhenti di lorong masuk Museum Tsunami Aceh, Sabtu (25/12/2021). Lorong itu terasa sunyi, gelap dan sedikit pengap dengan gemericik air yang menempel di dinding kanan.

Tidak jauh di depan, jalan mulai terang disambut sorot matahari.

Emil, sapaan akrabnya, datang ke Aceh untuk menghadiri peringatan Tsunami Aceh yang akan dilaksanakan Minggu (26/12/2021). Ia pun menyempatkan diri datang lebih dulu untuk melihat bangunan paling emosional yang pernah ia desain saat menang sayembara pada tahun 2007 lalu.

"Di sini lorongnya gelap dan perlahan menemukan cahaya dari matahari. Filosofinya, setelah ada kesedihan datang lah energi kebangkitan," kata Emil ketika mengunjungi Museum Tsunami Aceh.

Langkah Emil kembali terhenti ketika sampai di Sumur Doa. Bagian dalam museum berbentuk bulat yang sekelilingnya penuh dengan nama para korban. Di tengah Sumur Doa, cahaya matahari menembus menara beratap kaca bertuliskan lafaz Allah.

Emil semakin terharu ketika mendengar lantunan ayat suci Alquran dari audio yang membuat suasana hening penuh perenungan. Ia tak kuasa meneteskan air mata saat ditanya makna dari Sumur Doa itu.

"Ini bagian museum yang paling emosional bagi saya," ucap Emil dengan nada terbata.

Sambil termenung menatap rentetan nama korban, ia teringat saat mendesain bangunan itu. Emil mengaku perlu waktu cukup lama untuk membuat bangunan yang punya cerita traumatik dan memilukan namun tetap bisa diterima oleh warga Aceh.

"Karena sayembara ya sekitar dua bulan desainnya. Tapi proses pencariannya yang inten. Mencari cara sederhana mengingatkan betapa suasana berkabung ada sisi takut, ada basah, gelap, menggambarkan suasana hati di detik orang yang kena tsunami," turur Emil.

Emil lalu melihat atap museum yang penuh dengan bendera negara yang kala itu membantu Aceh selama bencana. Di samping bendera tersemat kata 'damai' dari berbagai bahasa.

"Banyak meneteskan air mata saja dalam proses sketsanya, termasuk saat presentasinya juga terbata-bata. Kalau saya tidak ada, ini warisan buat orang Aceh," katanya.

Emil mengakui bangunan ini syarat akan makna. Sebab, bangunan itu satu-satunya yang ia desain dengan tema kesedihan.

"Ini museum mengingat tragedi. Belum pernah seumur hidup saya seperti ini kebanyakan kan arsitektur ibadah, arsitektur kebahagiaan kalau ini arsitektur kesedihan. Ini diresmikan Pak SBY tahun 2009, banyak sekali korbannya 250 ribu jiwa," jelasnya.

Mengenang Tsunami Aceh

Tepat pada 26 Desember 2004 lalu, pesisir Aceh disapu gelombang tsunami dahsyat pasca-gempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia.

Gempa yang terjadi, bahkan disebut ahli sebagai gempa terbesar kelima yang pernah ada dalam sejarah.


Kejadian itu terjadi pada Hari Minggu, hari yang semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama.

Tapi tidak dengan Minggu saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya, sungguh kuat.

Tsunami Aceh didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB. Tidak lama setelah itu, muncul gelombang tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik atau 360 kilometer per jam.

Gelombang besar dan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan permukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret satu unit kapal ke tengah daratan.

Kapal itu adalah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga lima kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.

Sehari setelah kejadian, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.

Berdasarkan laporan Kompas.com pada 26 Desember 2020, jumlah korban dari peristiwa alam tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa. Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.

https://bandung.kompas.com/read/2021/12/26/084519878/air-mata-ridwan-kamil-di-sumur-doa-museum-tsunami-aceh

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com