Salin Artikel

Dibandingkan dengan Anies soal Kebijakan UMK, Ini Penjelasan Ridwan Kamil

BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjawab tuntutan para buruh yang memintanya merevisi Upah MinimumKabupaten/Kota (UMK) 2022 seperti yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Pria yang akrab disapa Emil itu menjelaskan, kebijakan masalah upah di Jabar dan di Jakarta jelas berbeda.

"Jakarta itu enggak ada UMK-nya. Dia tak ada ajuan dari bupati dan wali kotanya. Jadi seorang Gubernur DKI bisa mengoreksi. Logika ini dipakai untuk menilai para gubernur yang berbeda dengan DKI," kata Emil di Gedung Sate, Kota Bandung.

Emil menjelaskan, Gubernur non-DKI ibarat tukang pos yang bertugas menstempel ajuan dari bupati dan wali kota.

Jadi, kata dia, UMK di Jabar tak berubah karena tidak ada usulan kenaikan dari kabupaten/kota hingga detik terakhir.

"Gubernur non-DKI tugasnya hanya tukang pos menyetempel usulan dari bawah. Kalau usulan dari bawahnya tidak berubah ya tidak ada perubahan. Jadi Jabar tak berubah karena bupati wali kota tak ada yang mengusulkan revisi sampai detik terakhir," tuturnya.

Apabila dituntut melakukan revisi, kata Emil, maka ia melanggar aturan.

Sebab dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, seorang bupati, wali kota dan gubernur tidak bisa menentukan UMK selain melalui cara yang diatur pemerintah pusat.

"Kalau bertanya seolah ada harapan gubernur merevisi artinya saya disuruh melanggar aturan. Karena kewenangan gubernur di luar DKI, makanya jangan dibandingkan, menurut saya enggak mendidik, itu membuat saya bertahan," papar Emil.

Salah satu solusinya, kata Emil, saat ini ia sedang melobi Asosiasi Penguasa Indonesia (Apindo) untuk menaikan upah sebesar 3-5 persen.

Rencananya, ia akan membuat surat edaran untuk mendorong kenaikan upah.


Artinya, kata Emil, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tentang Pengupahan hanya akan berlaku bagi pegawai di bawah satu tahun kerja.

"Tapi ada celah hari ini disampaikan, bahwa UMK itu hanya untuk yang baru masuk, jumlah buruh baru masuk cuma 5 persen. Nah, saya akan buat aturan untuk yang 95 persen akan naik. Tawaran Jabar, UMK-nya ngikut PP 36 untuk yang 5 persen pegawai baru. 95 persennya bisa naik antara 3-5 persen. Nah ini yang kami wacanakan," jelasnya.

"Cara naiknya saya bikin surat edaran dimana Apindo sudah bikin surat ke Gubernur bahwa akan patuh untuk penyesuaian upah bagi mereka yang setelah satu tahun bekerja. Karena aturannya tetap harus ada kesepakatan dengan pengusaha. Cuma kita bikin rumus matematikanya. Dan sebelum demo ini saya sudah temui buruh ini," tambahnya.

Emil mengakui jika persoalan pengupahan buruh ini sangat berat bagi kepala daerah.

Ia menyebut kepala daerah hanya jadi korban proses dari formulasi pengupahan yang disusun pemerintah pusat.

"Ya begitulah, politik upah itu carut-marut sejak zaman kapan. Kita mah korban dari proses yang awalnya enggak jelas. Jadi tiap tahun kepala daerah dibentur-benturkan," katanya.

Karena itu, Emil meminta apabila masalah pengupahan, seharusnya disampaikan langsung oleh pemerintah pusat.

"Makanya saya bilang kalau daerah tidak boleh ada diskresi lagi sudah ketok palu saja oleh menteri. Jangan nyuruh bupati ngajuin, jangan nyuruh gubernur stempel, berikut enggak boleh juga berwacana," jelasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2021/12/28/170852378/dibandingkan-dengan-anies-soal-kebijakan-umk-ini-penjelasan-ridwan-kamil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke