Salin Artikel

Ini Alasan Jaksa Tuntut Herry Wirawan dengan Hukuman Mati

BANDUNG, KOMPAS.com - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Asep N Mulyana menyebut bahwa kejahatan Herry Wirawan yang memperkosa 13 santriwati di Bandung merupakan kejahatan sangat serius atau the most serious crime.

Hal tersebut diungkapkannya usai persidangan Herry Wirawan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (11/1/2022).

"Kami menyimpulkan perbuatan terdakwa sebagai kejahatan sangat serius. The most serious crime," ucap Asep.

Seperti diketahui, Herry dihadirkan dalam sidang kali ini untuk mendengarkan tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Alhamdulillah siang hari ini kami telah membacakan tuntutan pidana kami yang tebalnya lebih dari 300 halaman tapi kami tidak bacakan semua mengingat efisiensi waktu," kata Asep.

Dari tuntutan yang dibacakan tersebut, JPU menyimpulkan bahwa perbuatan Herry terhadap 13 santriwati merupakan kejahatan yang sangat serius

Pertimbangan Jaksa

Menurut Asep, ada beberapa argumentasi dan pertimbangan yang melatarbelakangi kesimpulan Jaksa.

Pertama, Jaksa mengacu pada konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menentang penyiksaan hukuman yang tidak manusiawi.

"Perbuatan terdakwa masuk kategori kekerasan seksual," ucap Asep.

Kedua, kata Asep, kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa sebagai pendiri, pengasuh, dan sekaligus pemilik pondok pesantren, kepada anak didiknya berada dalam kondisi tidak berdaya dan tertekan.

"Ketiga kekerasan terdakwa berpotensi merusak kesehatan anak terutama karena di bawah usia 17 tahun. Data menunjukkan, bukan hanya membahayakan kesehatan anak perempuan yang hamil di usia dini, tapi beresiko menularkan penyakit HIV, Kanker Serviks dan meningkatkan angka morbiditas," ucap Asep.

Keempat, perbuatan terdakwa berpengaruh pada psikologis dan emosional anak secara keseluruhan.

"Kelima, kekerasan seksual oleh terdakwa terus menerus dan sistematik. Bagaimana mulai merencanakan, mempengaruhi anak-anak mengikuti nafsu seks terdakwa dan tidak mengenal waktu, pagi, siang, sore, bahkan malam," lanjutnya.


Keenam, Asep mengatakan bahwa Jaksa juga memiliki alasan pemberatan tuntutan terhadap terdakwa yang menggunakan simbol agama untuk melancarkan kejahatannya.

"Alasan pemberatan, memakai simbol agama pendidikan untuk memanipulasi dan menjadikan alat justifikasi bagi terdakwa untuk melakukan niat jahat dan melakukan kejahatan ini yang membuat anak terpedaya karena manipulasi agama dan pendidikan," ucapnya.

Ketujuh, perbuatan terdakwa juga dinilai menimbulkan dampak keresahan sosial yang luar biasa.

"Terakhir, perbuatan terdakwa berpotensi menimbulkan korban ganda menjadi korban kekerasan seksual dan korban ekonomi fisik yang menimbulkan dampak sosial berbagai aspek," katanya.

Atas dasar pertimbangan ini, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman mati, dan meminta tambahan hukuman berupa tindakan kebiri hingga mengumumkan identitas terdakwa.

Minta ganti rugi korban 

Tak hanya itu, Jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana dengan denda Rp 500 juta, subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi atau ganti rugi kepada korban sebesar Rp 331.527.186.

Jaksa pun meminta hakim membekukan, mencabut dan membubarkan yayasan yang dikelola terdakwa.

Selain itu, merampas harta kekayaan, baik tanah dan bangunan terdakwa yang sudah atau pun belum disita untuk dilelang dan diserahkan ke negara melalui Pemerintah Provinsi Jabar.

"Selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah anak-anak dan bayi-bayi serta kelangsungan hidup mereka (korban). Kami juga meminta merampas barang bukti sepeda motor terdakwa dilelang, hasilnya diserahkan ke negara untuk keberlangsungan hidup korban dan anak anaknya," ucap Asep.

Menurut Asep, hal tersebut dilakukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang memiliki niat dan akan melakukan kejahatan serupa.

Tuntutan hukuman tersebut sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

https://bandung.kompas.com/read/2022/01/11/175543778/ini-alasan-jaksa-tuntut-herry-wirawan-dengan-hukuman-mati

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com