Salin Artikel

6 Fakta Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Tertua di Nusantara dan Leluhur Suku Sunda

Kerajaan ini diyakini berkuasa sejak tahun 130-362 Masehi. Wilayah kekuasaannya mencakup wilayah Banten dan sebagian Jawa Barat saat ini.

Keberadaan Kerajaan Salakanagara diyakini menyusul adanya karya sastra berjudul Pusaka Rajya-Rajya I Bhumi Nusantara 1.1 (PRBN 1.1).

PRBN 1.1 ini disusun pada tahun 1599 Saka atau 1677 Masehi oleh Pangeran Arya Carbon atau Pangeran Wangsakerta dari Cirebon.

Berikut beberapa fakta terkait Kerajaan Salakanagara:

1. Kerajaan Tertua di Nusantara

Kerajaan Salakanagara dalam PRBN 1.1 disebutkan sebagai kerajaan tertua yang ada di Nusantara, terutama di Jawa.

Dalam PRBN itu dijelaskan bahwa Kerajaan Salakanagara berdiri pada tahun 130 Masehi, dengan raja pertama bernama Raja Dewawarman, yang berasal dari India.

Awalnya, di daerah yang kemudian berdiri Kerajaan Salakanagara itu hidup seorang tokoh bernama Aki Tirem.

Aki Tirem ini bukan orang asli sana. Nenek moyangnya berasal dari Sumatera dan Hujung Mediini atau Semenanjung Malaya.

Suatu hari, kampung Aki Tirem sedang dijarah oleh sekelompok perampok.

Di saat yang bersamaan, Dewawarman bersama pengikutnya datang. Mengetahui kekacauan itu, dia lantas membantu Aki Tirem untuk mengusir perampok.

Atas jasanya itu, Dewawarman akhirnya dinikahkan dengan putri Aki Tirem. Dewawarman lantas menetap di kampung Aki Tirem.

Sepeninggal Aki Tirem, Dewawarman menjadi pemimpin di daerah itu. Dia kemudian menobatkan diri menjadi raja.

Adapun gelar Dewawarman adalah Dharmolokapala Dewawarman Hajin Raksagapurasagara.

Dari tahun pendirian Salakanagara ini, maka dapat disimpulkan bahwa ini merupakan kerajaan tertua di Nusantara.

2. Leluhur Suku Sunda

Selain sebagai kerajaan tertua, Salakanagara juga dipercaya sebagai leluhur Suku Sunda.

Kesimpulan ini diambil lantaran wilayah yang disebutkan sebagai kekuasaan Salakanagara berada persis di wilayah peradaban Sunda berkembang.

Selain itu, Salakanagara juga menjadi leluhur kerajaan-kerajaan yang berdiri di Tatar Sunda pada masa berikutnya.

Sebut saja Kerajaan Tarumanegara, yang didirikan oleh Jayasinghawarman, seorang maharesi dari Calangkayana.

Disebutkan, Jayasinghawarman ini merupakan menantu dari Raja Dewawarman VIII, atau raja terakhir Salakanagara.

Setelah Kerajaan Tarumanegara berdiir, Salakanagara kemudian menjadi salah satu kerajaan yang berada di bawahnya.

3. Memiliki 11 Orang Raja

Selama berdiri dari 130-362 Masehi atau selama 232 tahun, Kerajaan Salakanagara diperintah oleh 11 orang raja.

Mereka adalah Dewawarman I (130-168 M), Dewawarman II (168-195 M), Dewawarman III (195-238 M), Dewawarman IV (238-252 M).

Kemudian Dewawarman V (252-276 M), Mahisa Suramardini Warmandewi (276-289 M) Dewawarman VI (289-308 M).

Berikutnya Dewawarman VII (308-340 M) Sphatikarnawa Warmandewi (340-348 M) Dewawarman VIII (348-362 M) Dewawarman IX (362 M).

4. Letak Kerajaan Salakanagara

Adapun letak kerajaan ini berada di Jawa bagian barat, dan sempat mengalami tiga kali perpindahan.

Pertama ada di Teluk Lada (Pandeglang, Banten), kemudian Condet (Jakarta), dan ketiga Gunung Salak (Bogor).

Dalam Naskah Wangsakerta, Teluk Lada disebut dengan Rajatapura, yaitu pusat pemerintahan.

Sementara letak kerajaan di Condet, berjarak 30 kilometer dari Pelabuhan Sunda Kelapa.

Di daerah ini terdapat aliran sungai bernama Sungai Tiram, yang diyakini berasal dari nama Aki Tirem.

Sedangkan Gunung Salak di Bogor merupakan gunung yang memiliki warna keperakan ketika sian hari.

Dalam bahasa Sunda, Salakanagara memiliki arti Kerajaan Perak. Sehingga diyakini adanya kemiripan nama antara Salaka dan Salak.

5. Baru Dibicarakan Pada Tahun 1980-an

Menurutnya, sebelum tahun itu, belum ada diskusi tentang kerajaan ini di kalangan ahli sejarah kuno di Indonesia.

Munandar menduga, kurangnya perbincangan tentang kerajaan ini lantaran data yang menunjangnya cukup minim, yaitu dari naskah sastra PRBN 1.1.

Dalam meneliti sejarah, sebuah kerajaan dinyatakan kuat jika didukung data berupa prasasti, tinggalan arkeologis, karya sastra sezaman, berita asing, karya sastra masa kemudian, mitos dan legenda, serta interpretasi ahli.

Sementara Salakanagara, data yang tersedia hanya karya sastra masa kemudian yaitu Naskah Wangsakerta.

Itupun, Naskah Wangsakerta disusun pada abad ke-16, sementara Kerajaan Salakanagara disebutkan sudah muncul sejak tahun 130 masehi.

Meski demikian, Munandar menduga tidak ditemukannya bukti arkeologis ini lantaran Salakanagara merupakan kerajaan proto-sejarah yang masih belum dapat dipastikan keberadaannya.

Nantinya, lanjut Munandar, jika bukti-bukti lain sudah ditemukan, dan dapat dihubungkan dengan Salakanagara, maka kerajaan ini bisa dipastikan keberadaannya.

6. Artefak Peninggalan Salakanagara

Dalam perkembangannya, ditemukan beberapa artefak yang diduga merupakan peninggalan Kerajaan Salakanagara.

Salah satunya terletak di Kampung Pamatang, Mekarwangi, Kecamatan Saketi, Pandeglang, Banten.

Pada tahun 2020 lalu, di daerah itu ditemukan artefak berupa batu congcot, batu remeh, serta lingga, yoni, dan bayi gajah atau biasa disebut Shiva Family.

Selain itu, ditemukan pula artefak kepala gajah Ganesha dalam ukuran besar yang biasa disebut dengan nama Gajah Gumarang oleh masyarakat sekitar.

Melansir rri.co.id, lokasi sekitar penemuan artefak tersebut sedang dibenahi dan ditata ulang, sehingga dapat menjadi destinasi wisata sejarah.

Selain penemuan ini, para peneliti juga menyebut adanya titik temu antara naskah Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara dengan prasasti peninggalan Tarumanegara.

Melansir Natgeo Indonesia, salah satunya adalah Prasasti Tugu Kopi di Ciareteun Ilir, Bogor, Jawa Barat.

Dalam prasasti itu disebutkan beberapa informasi seputar Raja Tarumanegara yang berasal-usul dari sejarah Salakanagara.

Sumber:
Kompas.com
Nationalgeographic.grid.id
Rri.co.id
AA. Munandar (2012). Kerajaan Salakanagara, Berdasarkan Data yang Tersedia.

https://bandung.kompas.com/read/2022/01/21/060000378/6-fakta-kerajaan-salakanagara-kerajaan-tertua-di-nusantara-dan-leluhur-suku

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke