Salin Artikel

Soetardjo Kartohadikoesoemo: Gubernur Pertama Jawa Barat dan Penggagas Petisi Soetardjo

KOMPAS.com - R. Mas Soetardjo Kartohadikoesoemo adalah gubernur pertama Jawa Barat. Menurut UU No 1 Tahun 1945, daerah Jawa Barat saat itu menjadi daerah otonomi provinsi.

Namun walaupun sebagai gubernur Jawa Barat, Soetardjo tidak berkantor di Bandung, melainkan di Jakarta.

Hal tersebut karena, Soetardjo merupakan tokoh nasional, yaitu anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Soetardjo lahir di Blora, Jawa Tengah, Rabu, 22 Oktober 1892. Ayah Soetardjo bernama Kiai Ngabehi Kartoredjo dan ibunya bernama Mas Ajoe Kartoredjo. Soetardjo memiliki istri yang bernama Siti Djaetoen Kamarroekmini.

Soetardjo menjadi Gubernur Jawa Barat pada 19 Agustus 1945. Pada tahun yang sama, Desember 1945, ia mengakhiri jabatannya sebagai gubernur.

Soetardjo diangkat menjadi gubernur Jawa Barat saat Indonesia belum melaksanakan pemilihan umum (Pemilu). Pemilu pertama di Indonesia baru dilaksanakan pada 1955 atau 10 tahun setelah kemerdekaan.

Selain pernah menjadi gubernur Jawa Barat. Soetardjo juga pernah menjadi Ketua DPA pada 1948-1950.

Petisi Soetardjo

Soetardjo merupakan penggagas Petisi Soetardjo. Petisi yang diajukan pada 15 Juli 1936, kepada Ratu Wilhelmina serta Staten Generaal (parlemen) Belanda.

Petisi diajukan karena ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan politk Gubernur Jenderal De Jonge.

Keberadaan Petisi Soetardjo dilandasi keadaan dunia secara umum, yaitu negara-negara koloni Belanda yang merasa memiliki hak untuk mengelola urusan wilayah sendiri dan menuntut pengelolaan lebih mandiri akan wilayahnya masing-masing.

Negara-negara itu adalah Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda, Suriname, dan Curacao.

Perjalanan menuju pengakuan atas Petisi Soetardjo melalui jalan yang berliku. Diawali dengan penelaahan oleh Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputera (PPBB).

Selanjutnya, petisi disampaikan pertama kali di sidang Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda atau Volksraad dengan pembahasan Anggaran Belanja/Pendapatan tahun 1937, yaitu 9 Juli 1936.

Pada Agustus 1936, petisi dibicarakan dan menghasilkan memori jawaban. Pada 17 September 1936, sidang pleno diadakan untuk membahas petisi tersebut. Hasilnya dari 60 total anggota, sebanyak 26 orang setuju dan 20 orang menolak.

Keputusan Ratu Belanda Wilhelmina pada 16 November 1938 adalah menolak Petisi Soetardjo.

Penolakan petisi tersebut bukan berarti memadamkan semangat perjuangan tokoh Soetardjo dan organisasi PBB. Tapi, peristiwa tersebut adalah tonggak dari kesadaran berpolitik dari Hindia Belanda (Indonesia) untuk mengurus negaranya sendiri,

Sumber: http://khazanah-arsip.jabarprov.go.id/in, https://www.kemdikbud.go.id/, dan https://p2k.unhamzah.ac.id/

https://bandung.kompas.com/read/2022/01/28/162416878/soetardjo-kartohadikoesoemo-gubernur-pertama-jawa-barat-dan-penggagas-petisi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke