Salin Artikel

Kebingungan Perajin Tahu Tempe Akali Kenaikan Harga Kedelai: Hilang Rp 1 Juta Per Hari

BANDUNG, KOMPAS.com - Para perajin tempe tahu se-Jawa Barat memutuskan untuk mogok massal selama tiga hari, mulai dari 21 sampai 23 Februari 2022.

Mogok produksi itu dilakukan lantaran harga kedelai yang kembali bergejolak dan mengalami kenaikan sebesar 20-30 persen.

Ketua Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti) Kabupaten Bandung, Gufron meminta maaf kepada konsumen terkait mogok produksi itu.

Ia mengaku tak tahu lagi harus melakukan apa. Berhenti produksi adalah jalan alternatif hingga waktu penentuan kenaikan harga.

"Sejujurnya, kami meminta maaf kepada konsumen. Saya juga mengikuti yang lain ikut mogok, sekarang misalnya sesama usaha tahu, yang lain demo mogok, masa saya enggak, pasti pabrik juga didatangi jadi sorotan, jadi serba salah, karena urusan keuntungan mah buat siapa lagi kalau harga stabil pasti untuk semuanya," katanya ditemui di kediamannya, Selasa (15/2/2022).

Gufron menyampaikan, kenaikan harga kedelai sudah berlangsung sejak dua bulan lalu. Harga awal Rp 8,500 per kilogram, sekarang sudah naik Rp 11.200 per kilogram.

Data tersebut, kata Gufron, didapatkan ketika Kopti seluruh Indonesia melakukan rapat virtual bersama Dirjen Kementerian Perdagangan.

"Sebetulnya sudah naik dua bulan terakhir, di November naik sedikit, kemudian Desember sampai sekarang. Harga awalnya kalau nilai pukul rata itu Rp 8.500 ya, sekarang mengalami kenaikan Rp 11.200 itupun berdasarkan hasil rapat Kopti dengan Dirjen Kemendag beberapa waktu lalu," kata Gufron.

Kenaikan harga kedelai akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan. Artinya, tidak diketahui kapan akan kembali ke harga normal.

"Ketersediaan kedelai ini kemungkinan akan rawan sampai beberapa bulan ke depan, bahkan harga akan terus bisa melonjak," ungkapnya.

Gufron menjelaskan kenaikan harga kedelai ini disebabkan hasil panen yang kurang baik di Amerika Serikat. Kemudian, naiknya harga minyak dunia yang sampai saat ini mempengaruhi harga komoditi, termasuk kedelai.

"Ada dua faktor, panen di Amerika kurang surplus, kemudian harga minyak yang naik mempengaruhi komoditi. Ada juga yang menyebut terjadi permasalahan ketika muat ekspornya naik ke kapal, itu belum bisa diselesaikan dalam beberapa hari," tuturnya.

Naiknya harga kedelai, kata Gufron, sudah menjadi siklus. Menurut pantauannya, harga kedelai selalu naik setiap harinya.

Ia mengaku sudah bingung mengakali kenaikan harga kedelai. Bahkan, tempat produksinya tempe sudah mengurangi produksi hingga 2 kuintal per hari.

"Saya sebagai perajin tahu tempe juga sudah keteteran menaikkan harga. Biasanya saya menghasilkan 9 kuintal salama satu hari, sekarang jadi 7 kuintal, hilang 2 kuintal. Kalau dihitung per-hari saya sudah hilang Rp 1 juta seharinya," ungkapnya.

Saat ini perdagangan kedelai diatur oleh mekanisme pasar. Hal itu, kata Gufron sangat merugikan. Pasalnya, pemerintah tak memiliki andil untuk mengunci harga ketika kedelai mulai naik.

"Kedelai ini sudah jadi siklus, kayanya enggak akan berakhir karena diatur oleh mekanisme pasar. Jadi kita pengrajin tahu tempe itu selalu mengikuti mekanisme pasar yang ada di Amerika, yang ada di CBOT, jadi harga ini selamanya tidak akan stabil kalau perdagangan kedelai ini diserahkan ke mekanisme pasar," ujarnya.

Peran pemerintah 

Keresahan para pengrajin tempe tahu bukan kali ini saja. Mei 2021 lalu hal serupa sempat terjadi.

Para pengrajin tempe tahu sempat melakukan hal serupa dengan mogok produksi secara masal dalam waktu tiga hari.

Saat itu harga kedelai melambung dari Rp 7.600, ke Rp 10.700-Rp 11.000 per kilogram.

Masalah yang berulang ini, kata Gufron, tak menjadi cermin bagi pemerintah untuk mengantisipasi atau mencari solusinya.

"Kalau pemerintah hadir dan mengelola, paling tidak ketika harga naik, sudah dikunci harga pasnya berapa. Kita dari dulu selalu berharap, sampai saat ini pun belum direalisasikan oleh pemerintah itu sendiri," tambahnya.

Kopti seluruh Indonesia, kata Gufron, pernah menghadap Istana Presiden pada tahun 2008.

Namun, pemerintah lagi-lagi ingkar janji dan tak memberikan langkah konkret terkait stabilitas harga kedelai.

"Kita dari dulu sejak tahun 2008 sudah turun ke Istana Negara untuk menghadap, mogok produksi juga. Kembali lagi tahun 2012, beberapa tahun lagi kembali,"

"Artinya kita tak muluk-muluk, hanya minta stabilitas harga saja. Tapi untuk mencapai harga stabil itu kita lihat masih jauh, karena perdagangan kedelai diatur mekanisme pasar dan pemerintah tak memiliki andil, malah terkesan seperti penonton," ucapnya.

Sementara, Asep Ansori (38) pedagang tahu di Pasar Baleendah Kabupaten Bandung mengaku belum mendapatkan informasi terkait aksi mogok produksi yang bakal dilakukan perajin tempe tahu.

Namun, ia sudah mendengar isu terkait kenaikan harga kedelai.

"Belum tahu kalau mau ada mogok produksi, cuma kalau kenaikan mah udah dengar," katanya ditemui di hari yang sama.

Saat ini, Asep menjual tahu dengan harga Rp 500, sebelum harga kedelai naik, ia pernah menjual Rp 300 sampai Rp 400.

"Ya sekarang mah dijual Rp 500 dari sananya, Rp 450 saya ambil untuk 50 perak. Kalau naik lagi paling kita kurangi ketebalan tahunya, jadi makin tipis," kata Asep.

https://bandung.kompas.com/read/2022/02/15/185805778/kebingungan-perajin-tahu-tempe-akali-kenaikan-harga-kedelai-hilang-rp-1-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke