Salin Artikel

Merangkai Fakta Sidang Vonis Penjara Seumur Hidup Herry Wirawan, Alasan Tak Dihukum Mati, Hal Memberatkan hingga Biaya Restitusi

KOMPAS.com - Terdakwa kasus pemerkosa 13 santriwati Herry Wirawan hanya tertunduk saat mendengar vonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (15/2/2022).

Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnowo Suryo memvonis penjara seumur hidup untuk Herry Wirawan.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup," ujarnya.

Selain itu, Herry Wirawan juga dituntut hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School, dan penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang.

Hal memberatkan

Dalam sidang, Yohanes mengungkapkan sederet hal yang memberatkan hukuman Herry, antara lain  tindakan Herry dinilai telah merusak korban, khususnya perkembangan dan fungsi otak.

Lalu, perbuatan Herry juga merusak sistem kepercayaan yang dianut korban, dan tak lagi bisa mempertimbangkan yang benar dan salah.

Selain itu, tindakan terdakwa juga dinilai bisa membuat nama lembaga pesantren tercemar dan orangtua enggan untuk mengirimkan anak mereka untuk belajar di pesantren.

Tak hanya itu, Hakim berpandangan, perbuatan terdakwa membuat keluarga korban dan keluarga terdakwa trauma.

Sementara selama proses penyelidikan hingga persidahan, hakim menilai tidak ada tindakan yang meringankan hukuman Herry.

"Majelis Hakim berpendat, tidak keadaan yang meringankan terhadap diri terdakwa," ujar Hakim.

Soal hukuman mati dan kebiri kimia

Lalu, terkait tuntutan jaksa yang menuntut Herry dihukum mati dan kebiri kimia, hakim tak meloloskannya.

Menurut Yohanes, berdasar Pasal 67 KUHP, hukuman kebiri kimia tak mungkin dilakukan terhadap Herry Wirawan.

"Tidak mungkin setelah terpidana mati menjalani eksekusi mati atau menjalani pidana seumur hidup dan terhadap jenazah terpidana dilaksanakan kebiri kimia. Lagipula pasal 67 KUHP tidak memungkinkan dilaksanakan pidana lain apabila sudah pidana mati atau seumur hidup," katanya.

Setelah mendengar vonis itu, kuasa hukum Herry, Ira Mambo menjelaskan, kliennya berkehendak pikir-pikir dan meminta waktu tujuh hari.

Pihaknya mengaku sudah memberi pertimbangan dan penjelasan terkait vonis itu kepada Herry.

"Kami beri waktu dia untuk berpikir, nanti kami dikabari. Jadi yang utama keinginan dari terdakwa atau klien kami. Yang pasti kami hanya memberikan gambaran terbaik untuk terdakwa mengambil keputusan," ucapnya.

Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Kejati Jabar memilih sikap menghormati keputusan hakim tersebut.

"Kami juga mengapreasiasi dan menghormati hakim untuk menerapkan atau pun sependapat bahwa perbuatan terdakwa sesuai dengan dakwaan primer kami," kata Ketua tim JPU sekaligus Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana dikutip dari tayangan langsung Kompas TV, Selasa (15/12/2022).

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam sidang dengan agenda pembacaan vonis, hakim menganggap perbuatan Herry Wirawan telah terbukti melanggar Pasal 81 ayat 1, ayat 3 dan ayat 5 jo Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Terdakwa Herry telah terbukti bersalam karena memperkosa 13 santriwati di beberapa tempat, yakni di yayasan pesantren, hotel, hingga apartemen.
Lalu, terdakwa juga diketahui memperkosa korban di gedung yayasan ks, pesantren tm, pesantren mh, basecamp, apartemen ts Bandung, hotel A, hotel PP, hotel BB, hotel N, dan hotel R. Mirisnya, peristiwa itu berlangsung selama lima tahun, sejak tahun 2016 sampai 2021.


Keluarga ingin Herry dihukum mati

Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa saat sebelum sidang dimulai keluarga korban sempat menyampaikan harapannya agar Herry dijatuhi hukuman mati.

Pasalnya, tindakan Herry sudah diluar batas kemanusiaan dan membuat penderitaan bagi para korban.

"Ya kalau keluarga mah tetap hukuman mati, hukumannya maksimal," ujar kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, saat dihubungi, Selasa.

"Dilihat dari unsur-unsurnya sudah terpenuhi. Syarat hukuman mati itu kan korban lebih dari satu orang. Itu sesuai dengan aturan ya, dan itu sulit dibantahkan," ucap Yudi.

Namun demkian, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menyatakan, putusan vonis hakim telah memperhatikan kebutuhan pemulihan korban.

Dirinya juga mengatakan, vonis itu sudah memberi efek jera bagi terdakwa.

"Soal hukuman seumur hidup itu sudah cukup (memberi efek jera) karena orientasi hukum pidana kita bukan hanya kepada pelaku, tetapi juga korban. Itu yang diperhatikan," kata Hasto kepada Kompas.com, Senin (15/2/2022).

Biaya restitusi 

Dilansir dari Antara, Kuasa hukum para korban, Yudi Kurnia, berharap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk menghormati putusan majelis hakim soal biaya restitusi bagi korban Herry Wirawan ke KPPPA.

Yudi menilai, putusan hakim tersebut sifatnya mengikat dan tak dapat dibantah oleh KPPPA. Selain itu, kementerian juga telah disumpah untuk melaksanakan hukum.

"Kalau menurut saya, sebagai tanggung jawab negara ini hadir, ini kan sudah menjadi tanggung jawab Undang-Undang Perlindungan Anak juga, apalagi ada putusan pengadilan," kata Yudi di Bandung, Jawa Barat, Rabu.

Sebagai informasi, hakim memutuskan biaya restitusi sebesar Rp331 juta untuk para agar dibebankan ke KPPPA.

Pembebanan biaya restitusi sebesar Rp331 juta itu merupakan salah satu tuntutan dari jaksa kepada Herry Wirawan.

Namun, mengacu pada Pasal 67 KUHP, biaya itu tak dapat dibebankan ke terdakwa karena dihukum penjara seumur hidup. 

(Penulis : Kontributor Bandung Dendi Ramdhani, Agie Permadi, Mutia Fauzia, Ardito Ramadhan|Editor : Egidius Patnistik, Diamanty Meiliana, Khairina, Abba Gabrillin)

https://bandung.kompas.com/read/2022/02/19/070000278/merangkai-fakta-sidang-vonis-penjara-seumur-hidup-herry-wirawan-alasan-tak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke