Salin Artikel

Kisah Nurhayati dan Keberaniannya Membongkar Praktik Korupsi Berujung Ancaman Penjara

Nurhayati dijadikan tersangka oleh Polres Cirebon Kota dalam korupsi Dana Desa Citemu yang juga menyeret nama Kepala Desa Citemu Supriyadi.

Padahal, Nurhayati merupakan orang yang membongkar praktik korupsi kepala desanya.

Dia juga yang membantu penyidikan polisi dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 818 juta tersebut.

"Saya pribadi yang tidak mengerti hukum merasa janggal, karena saya sendiri sebagai pelapor (jadi tersangka). Saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya terhadap aparat penegak hukum dalam mentersangkakan saya," ujar Nurhayati, lewat sebuah video, dikutip dari Tribun Jabar, Sabtu (19/2/2022).

Sementara, pihak kepolisian menyebutkan bahwa Nurhayati bukan merupakan pelapor kasus tersebut. 

Pelapor dalam kasus itu adalah Badan Pemusyawaratan Desa (BPD). Sementara Nurhayati hanya sebagai saksi. 

Adapun Kapolres Cirebon Kota AKBP M Fahri Siregar saat konferensi pers, Sabtu (19/2/2022), menjelaskan, Nurhayati dijadikan tersangka karena telah beberapa kali menyerahkan anggaran ke Supriyadi yang seharusnya diserahkan ke kaur atau Kasi Pelaksana Kegiatan.

Fahri menyebut, tindakan itu melanggar Pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan.

Penjelasan BPD

Ketua Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Citemu, Lukman Nurhakim mengakui bahwa Nurhayati bukan pelapor ke polisi dalam kasus korupsi Dana Desa Citemu.

Meski bukan pelapor langsung, tapi Nurhayati yang membongkar dan melaporkan dugaan praktik korupsi Supriyadi ke Lembaga BPD Citemu.


Tanpa laporan dari Nurhayati, praktik korupsi yang dilakukan Supriyadi tidak akan terbongkar.

"Bu Nurhayati bukan pelapor langsung ke polisi. Bu Nurhayati lapor ke saya selaku Ketua Badan Pemusyawaratan Desa yang menampung semua aspirasi desa, baik perangkat dan masyarakat. Status Nurhayati saya rahasiakan karena membahayakan keselamatannya," kata Lukman, kepada Kompas.com di Desa Citemu, Selasa (22/2/2022).

Demi keselamatan Nurhayati, Lukman yang langsung melaporkan kasus dugaan korupsi itu ke kepolisian atas nama Lembaga BPD Citemu.

Nurhayati tidak memiliki kekuatan untuk melaporkan ke polisi, hingga hanya berani melaporkan dugaan korupsi tersebut kepada BPD.

Lukman mengatakan, pelaporan Nurhayati kepada lembaga BPD Citemu disertai bukti foto dan dokumen-dokumen yang mengarah pada tindakan korupsi kepala desanya.

Dia mengaku pernah mendapat ancaman dari Supriyadi saat Lukman mengingatkan Kepala Desa tersebut agar patuh terhadap penggunaan anggaran dana desa.

Lukman juga menjelaskan pernyataan polisi yang menyebut Nurhayati memberikan dana desa ke Supriyadi.

Kenyataannya, Nurhayati mengikuti aturan Permendagri yang menyebut uang tersebut diserahkan kepada tiap Kasi dan Kaur.

"Tahun 2020, Nurhayati mentransfer uang ke setiap kasi dan dari kasi, uang lalu diminta oleh Pak Kuwu (Supriyadi). Itu semua disaksikan oleh perangkat perangkat lain. Saksinya pun ada," ujar Lukman.

Atas semua yang telah dilakukan Nurhayati, Lukman merasa kecewa pihak kepolisian menetapkan wanita tersebut sebagai tersangka.

Tunda gugatan praperadilan

Tim kuasa hukum Nurhayati menunda gugatan praperadilan atas status tersangka Nurhayati.

Sedianya, pengacara dan kakak Nurhayati, Junaedi, akan mendaftarkan gugatan praperadilan pada Rabu (23/2/202).

Penundaan dilakikan karena kasus itu mendapat atensi dari Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang berupaya memberikan perlindungan hukum terhadap Nurhayati.

"Atas arahan Lembaga Bantuan Hukum Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (LBH IKA UII), kami membuat surat ke Menkopolhukam, Pak Mahfud MD. Ada atensi dari Pak Mahfud agar mendapatkan perlindungan hukum untuk Nurhayati. Jadi praperadilan ditunda," kata Elyasa Budianto, kuasa hukum Nurhayati, di depan Kantor Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu.

Elyasa menyebutkan, salah satu alternatif yang bisa diajukan oleh Menkopolhukam adalah penerapan deponering, yakni dengan mengesampingkan kasus Nurhayati, tetapi tetap melanjutkan pokok perkara, yakni korupsi yang dilakukan kepala desa tersebut.

Warga takut melapor

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mendorong seluruh pihak memberi atensi pada kasus Nurhayati.

Arsul khawatir, jika kasus ini tidak diberi perhatian khusus, maka masyarakat dapat merasa takut melaporkan dugaan korupsi ke aparat penegak hukum.

"Kalau semua pihak terkait seperti Biro Wasidik Bareskrim dan kemudian KPK juga tidak memberikan atensi terhadap hal-hal yang di ruang publik dianggap kontroversial, maka secara psikologis bisa memengaruhi orang dalam untuk jadi whistle blower pengungkapan kasus korupsi," kata Arsul, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/2/2022).

Dia juga meminta agar Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan pendalaman terhadap kasus ini.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu berpandangan, ada beberapa hal yang perlu didalami dalam kasus yang menjerat Nurhayati.

Misalnya, ada tidaknya unsur niat berbuat jahat atau mens rea pada diri Nurhayati dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Kenapa Nurhayati tak bisa dipidana?

Polisi menyebut, peran Nurhayati dalam kasus korupsi itu adalah dengan memberikan uang atau dana langsung ke Supriyadi selaku kepala desa, bukannya kepada tiap kepala urusan.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan, Nurhayati tidak bisa dipidana bila dalam melakukan tugasnya, ia sudah bekerja sesuai ketentuan dengan mencairkan dana desa atas rekomendasi camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).

Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 51 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yang bunyinya adalah sebagai berikut:

(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Selain itu, posisi hukum Nurhayati sebagai pelapor dugaan korupsi juga dijelaskan di Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

“Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya," ungkap Wakil Ketua LPSK Manager Nasution melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (21/2/2022).

Menurut LPSK, bila ada tuntutan hukum terhadap pelapor, seharusnya tuntutan hukum itu harus ditunda sampai kasus yang dilaporkan telah diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap. (Penulis :Kontributor Kompas TV Cirebon, Muhamad Syahri Romdhon, Ardito Ramadhan|Editor : Elza Astari Retaduari, Dani Prabowo, Abba Gabrillin, Michael Hangga Wismabrata)

https://bandung.kompas.com/read/2022/02/24/084723278/kisah-nurhayati-dan-keberaniannya-membongkar-praktik-korupsi-berujung

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com