Salin Artikel

Kisah Guru Honorer di Cileunyi Tak Sengaja Ciptakan Alat Musik Bambu yang Dinamai Jabarua

BANDUNG, KOMPAS.com - Berprofesi sebagai guru honorer tak membuat Didin Nasrudin (47) berhenti berkreasi.

Buktinya, tenaga pengajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN Sukahaji 01 Kampung Sukahaji Desa Cimekar Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung ini berhasil menciptakan alat musik yang kemudian dinamainya Jabarua.

Jika dilihat sekilas, Jabarua mirip asbak. Terbuat dari bambu berbentuk lingkaran dengan ukuran mulai dari 7-10 sentimeter.

Ditemui Kompas.com di rumahnya, Didin bercerita bahwa dia tidak sengaja menciptakan alat musik ini.

Sekitar dua bulan lalu, Didin berniat membuat asbak dari sisa-sisa bambu yang digunakan untuk membuat kandang burung.

Saat membuat asbak itu, Didin tak sengaja memukul salah satu bagian dan ternyata mengeluarkan suara.

Karena penasaran dengan suara yang dihasilkan, dia kemudian mengambil stik drum. Saat stik drum dipukul dan digesek ke sisi yang lain, suara yang dihasilkan ternyata beragam.

"Waktu itu iseng mau bikin asbak, ternyata pas dipukul dan digesek ada suara yang unik," katanya ditemui di kediamannya di Desa Cimekar Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Kamis (24/2/2022).

Memainkan Jabarua cukup sederhana. Hanya dengan dua tangan dibantu tongkat kayu berukuran kecil, alat musik bambu ini sudah bisa mengeluarkan pelbagai suara.

Mulai dari suara gemuruh angin, kendang, sampai suara dentingan gelas.

"Ditekan, dipukul atau digesekan, mainnya dua tangan satu menekan di sisi kanan dan satu lagi memukul di sisi kiri. Suaranya akan semakin unik kalau kita bisa ngatur cara membuka atau menutup telapak tangan yang ditekan di sisi kanan, jadi ada keluar masuk udara yang bantu suara semakin unik," kata Didin.

Nama Jabarua sendiri memiliki arti khusus. Jabar memiliki arti kelebihan, Rua berarti dua ruas bambu.

"Memang ada dua ruas di bambunya, dan ini bisa lebih dari satu suara meskipun kategori ritmis atau tidak bernada," tuturnya.

Jabarua sendiri, kata Didin, cocok dimainkan dengan alat musik tradisional lainnya. Tentu dengan ritme atau tempo yang lumayan cepat.

Jika Jabarua dimainkan untuk lagu dengan tempo rendah, kata Didin, suara yang dihasilkan kurang memuaskan.

"Kan ini masuknya kategori alat musik yang ritmis atau tidak bernada, jadi enaknya di mainkan di tempo tinggi atau musik dan lagu ceria lah," tambahnya.

Didin pun sudah mulai memperkenalkan alat musik ciptaannya untuk mengiringi marawis, karinding, kacapi, atau dijadikan perkusi bagi anak didiknya saat menghafal kitab kuning atau nadhom.

"Ini bagus juga dipakai teater, saya baru pakai ini waktu mengisi musikalisasi puisi," ujarnya.

Sampai saat ini, Didin masih terus mencoba mengembangkan Jabarua agar bisa menemukan suara unik lainnya.

Ia berharap, Jabarua dapat dikenal banyak orang, terutama para pegiat seni.

"Kalau dengan Calung bisa lebih enak tapi kan perlu pendalaman dan eksplore lagi biar ketemu suara yang lain, juga orang-orang bisa tau," kata dia.

"Setahu saya tidak ada yang memainkan pada jaman dulu, artinya baru ditemukan," sambungnya.

Didin tak menolak jika ada yang ingin membeli alat musik bambu ciptaanya. Saat ini, Jabarua baru di produksi sebanyak 10 buah.

"Rencana mau dijual dengan harga Rp 10.000 sampai Rp 20.000-an. Kalau buat anak bagus biar kerangsang motorik musiknya, saya baru mampu bikin sehari paling 5 pieces," pungkas Didin.

https://bandung.kompas.com/read/2022/02/24/165226478/kisah-guru-honorer-di-cileunyi-tak-sengaja-ciptakan-alat-musik-bambu-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke