Salin Artikel

Kasus Bocah Kembar Ditabrak Moge hingga Tewas, Pengamat Sebut Polisi Wajib Turun Tangan

KOMPAS.com - Kecelakaan maut terjadi di Jalan Raya Kalipucang-Pangandaran, tepatnya di Blok Kedungpalumpung, Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat (Jabar).

Bocah kembar, Hasan Firdaus dan Husein Firdaus (8), meninggal dunia usai tertabrak motor gede (moge), Sabtu (12/3/2022), sekitar pukul 13.15 WIB.

Kejadian ini diselesaikan dengan perjanjian tertulis oleh pengendara moge dan pihak keluarga.

Tak hanya itu, pihak pelaku juga memberikan uang santunan sebesar Rp 50 juta kepada keluarga korban.

Mengenai peristiwa ini, pengamat hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Mohammad Jamin mengatakan bahwa polisi wajib turun tangan.

Polisi mesti bergerak tanpa harus menunggu adanya aduan.

“Ini delik biasa, Mas,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/3/2022).

Jamin menerangkan, ini menjadi ranah kepolisian untuk melakukan penegakan hukum.

“Polisi sebagai penyidik harus memproses tindak pidana,” ucapnya.

Dia melanjutkan, dalam sebuah peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan munculnya korban jiwa, polisi bisa melakukan proses penyidikan dan menetapkan pelaku sebagai tersangka.

Dosen Fakultas Hukum UNS Surakarta ini mencontohkan satu kasus.

Kala itu, ada sepasang suami istri yang berboncengan dan lalu mengalami kecelakaan di jalan. Sang istri meninggal dunia, sedangkan si suami berujung dipidanakan.

“Lha sekarang ini ada orang bawa moge, menabrak anak-anak sampai meninggal, kok kemudian (kasusnya) ditutup begitu saja,” ungkapnya.


Unsur pidana tidak bisa dihapuskan

Jamin menyampaikan, meski ada kesepakatan damai antara pelaku dan keluarga korban, hal ini tidak serta merta menghapuskan unsur pidana.

“Karena bagaimana pun harus dibuktikan dulu bahwa pelaku bersalah atau tidak bersalah. Kalau dia besalah, unsur pidana tetap dipertanggungjawabkan. Nantinya di pengadilan yang bisa menilai,” tuturnya.

Selain itu, bila diperhatikan dari sisi keadilan, kasus ini patut dipertanyakan. Pasalnya, hal ini menyangkut nyawa masyarakat.

Ditambah lagi, masyarakat bisa saja menjadi cemas bila menemui kasus serupa.

“Rasa keadilan masyarakat menjadi tergangggu. Menurut saya, ini bukan hanya persoalan antarpribadi, tapi juga menyangkut masyarakat,” jelasnya.

Perjanjian tertulis

Diberitakan sebelumnya, dikutip dari Tribun Jabar, dalam perjanjian tertulis antara pelaku dan keluarga korban, ada empat poin yang disepakati.

Pertama, pihak kesatu (keluarga korban) dan pihak kedua (pelaku) telah menerima bahwa kecelakaan itu merupakan musibah dari Allah SWT.

Kedua, pihak kedua memberikan santunan uang tunai kepada pihak ke satu sebesar Rp 50 juta dan pihak kesatu sudah menerimanya.

Ketiga, pihak kesatu dan pihak kedua telah sepakat dan mufakat bahwa perkara ini diselesaikan secara kekeluargaan, serta pihak kesatu tidak akan menuntut di kemudian hari secara hukum pidana maupun perdata kepada pihak kedua.

Keempat, apabila dikemudian hari ternyata ada pihak lain yang mempersalahkan kembali kasus ini, kedua belah pihak sepakat untuk mengesampingkan atau tidak menanggapinya dan atau gugur demi hukum.

Adapun mengenai uang santunan Rp 50 juta, Iwa Kartiwa selaku keluarga korban menerangkan bahwa keluarganya tidak meminta uang itu.

"Mereka yang memberi santunan segitu, saya gak minta karena gak etis, ini masalah nyawa gak mungkin saya meminta atau menjual (adik kembarnya yang meninggal tertabrak moge)," bebernya, Minggu.

https://bandung.kompas.com/read/2022/03/13/200000478/kasus-bocah-kembar-ditabrak-moge-hingga-tewas-pengamat-sebut-polisi-wajib

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke