Salin Artikel

Curhat Pedagang Gorengan: Tak Sampai Hati Naikkan Harga Dagangan, Bertahan dengan Minyak Kemasan

Selain itu, ia tak sampai hati harus menaikkan harga gorengannya. Pasalnya, ia khawatir pelanggannya kabur satu persatu.

"Harga mah tetap aja Rp 2.000 dapet 3, tapi ukurannya saya kecilkan, semenjak naik lagi saya ngobrol sama suami, katanya ya jangan dinaikkan, meskipun untungnya sangat minim dan dikit, tapi kata suami itung-itung amal saja," katanya ditemui di sela aktivitasnya berdagang, Jumat (18/3/2022).

Leni mengaku, dalam sehari ia harus menghabiskan 4 liter kemasan sederhana. Meski kini harga minyak goreng kemasan di Rancamanyar sudah menginjak Rp 48.000 per 2 liter, ia tetap memaksakan membeli.

"Kalau sehari mah 4 liter habis buat gorengan aja, ya itu tadi meski harga naik saya upayakan beli, enggak naikin harga jual gorengan, mudah-mudahan aja terus asa rezekinya," ujar wanita yang sudah berjualan gorengan selama 9 tahun itu.

Awalnya, diakui Leni, ia hanya menjual bubur ayam dan nasi kuning saja.

Namun, ada ide untuk menjual gorengan, alasannya agar konsumen yang menyantap nasi kuning miliknya bisa terasa lebih nikmat dengan dipadukan gorengan.

Namun sayang, pascaminyak goreng kembali naik, kini rata-rata pelanggannya jarang memadukan nasi kuning dengan gorengannya.

Bahkan, saat dikunjungi Kompas.com terlihat gorengan milik Leni masih bertumpuk.

"Emang secara omzet saya enggak turun, karena ketutup bubur, nasi kuning, tapi kan gorengan sebetulnya yang bikin laku banget mah, tapi tuh lihat masih numpuk jam segini, biasanya khusus gorengan itu jam 09.00 atau jam 10.00 pagi udah habis," keluhnya.

Tidak sampai di situ, dampak lainnya yaitu ia kerap mendapatkan keluhan dari pelanggan lantaran ukuran gorengannya yang semakin mengecil.

"Efek kenaikan tuh banyak, paling kecilnya aja, saya sering di komplain karena gorengan jadi lebih kecil, padahal kan saya juga cari untung," kata Leni.

Meski demikian, ia tak mau berpindah ke minyak curah lantaran pelbagai pertimbangan.

Salah satunya kualitas gorengan yang akan berbeda ketika digoreng menggunakan minyak curah.

Selain itu, katanya, minyak goreng curah cenderung boros dibandingkan dengan minyak kemasan yang awet dan higenis.

"Kalau pakai minyak curah, bala-bala itu enggak kering, malah agak basah oleh minyak. Kalau rasa mah tetep sama," katanya.

"Kenapa enggak menggunakan minyak curah, pertama harganya gak jauh beda per 2 liter ada yang jual Rp 46.000 ada yang sama Rp 48.000 terus boros. Beda dengan minyak kemasan, karena awet dan bersih," sambungnya.

Leni sempat senang saat mendengar stok minyak aman. Namun, kesenangannya tak berlangsung lama, saat mendatangi swalayan dan grosir ternyata harga minyak goreng kembali melonjak.

"Sempat kaget melihat minyak stok penuh harga mahal, kagetnya ya karena awalnya dengan stoknya aman, terus ini jelang puasa pinter-pinter kita, agar bisa teratur," ungkapnya.

Impitan kenaikan harga minyak goreng, ternyata tak membuat Leni akan berhenti berjualan. Bahkan, ia mengaku sejak kelangkaan minyak goreng ia tak pernah sengaja mogok berjualan.

"Belum pernah mogok, waktu minyak langka juga, saya mah tetap dagang karena yang meramaikan itu gorengan," tuturnya.

Leni berharap pemerintah bisa bijak melihat persoalan kenaikan harga minyak.

Ia meminta harga minyak goreng kembali normal, pasalnya penjual gorengan seperti dia, minyak goreng menjadi andalan.

"Normal lagi saja, kan mau puasa semuanya pada mahal, belum masyarakat banyak kepentingan yang lain. Gaji suami belum naik, sekolah anak mahal. Kalau gaji suami naik, silahkan saja minyak goreng juga naik," ujar Leni.

https://bandung.kompas.com/read/2022/03/18/164410678/curhat-pedagang-gorengan-tak-sampai-hati-naikkan-harga-dagangan-bertahan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke