Salin Artikel

Cendol Elizabeth, Kuliner Legendaris Bandung yang Muncul Hanya Saat Ramadhan

BANDUNG, KOMPAS com - Usai diguyur hujan, suasana di Jalan Otista, Bandung cukup ramai sore itu.

Jalanan yang basah dilewati lalu lalang mesin kendaraan, warga pun sibuk mencari tempat dan makanan berbuka puasa di deretan Jalan Otista.

Bulan Ramadhan di Kota Bandung memang selalu penuh warna, meski tak seramai sebelum pandemi Covid-19 menyerang dunia.

Di tengah pandemi ini, masyarakat sedikit menahan diri untuk berkerumun. Meski begitu, tak sedikit juga warga yang berburu makanan di kota bak surga kuliner ini. Salah satunya Fauzi.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, Fauzi menepikan kendaraanya di Jalan Otista Bandung lantaran tertarik dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan cendol di sepanjang jalan Otista, mulai dari pertigaan Jalan Kalipah Apo.

"Kebetulan nyari makanan buat berbuka di rumah, saya mampir dulu kesini buat beli cendol," kata Fauzi.

Berbicara soal cendol, Fauzi mengaku teringat dengan kenangan masa kecilnya.

Dia berkata, dulu ayahnya kerap membawanya ke Jalan Otista untuk membeli cendol.

"Waktu kecil sering lihat banyak pedagang cendol tiap ramadhan berjajar. Tiap tahun," kenang Fauzi.

Baginya, cendol di sepanjang Jalan Otista punya ciri khas yang unik. Bukan cuma karena munculnya hanya saat Ramadhan, tetapi semua gerobak cendol pasti ada tulisan "Elizabeth".

Cendol Elizabeth tak dipungkiri cukup dikenal di kota kembang dan bisa dibilang melegenda.

Secara historis, cendol Elizabeth sudah ada sejak 42 tahun lalu, pertama kali dijual pada 1972.

Awalnya, pemilik Cendol Elizabeth ini kerap mangkal di depan toko tas Elizabeth di Jalan Otto Iskandardinata.

Karena sering mangkal di depan toko tas itulah, kemudian es cendol ini dikenal dengan nama Elizabeth. Nama ini pun melanglang buana se-antero nusantara hingga mancanegara.

Di setiap Bulan Ramadhan, es Cendol Elizabeth kerap menjadi buruan warga kota Bandung, pilihan minuman menyegarkan saat iftar.

Bahkan minuman es Cendol Elizabeth ini pun sempat menjadi hidangan pilihan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Inggris Elizabeth Truss di Gedung Creative Center, Kota Bandung, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Emil ingin memperkenalkan cendol Elizabeth yang terkenal di Jabar itu kepada Elizabeth, yang kemudian dikenal dengan nama diplomasi es cendol.

"Jadi kekhasan sendiri tiap ramadhan ada pedagang cendol yang berjajar di sepanjang otista, menambah semarak ramadhan," kata Fauzi.

Lampu penerangan di sepanjang jalan mulai dinyalakan, tanda mentari mulai surut siap ditelan cakrawala. Usai membeli cendol, Fauzi bergegas kembali ke motornya, menyalakan dan segera pergi sebelum adzan berkumandang.

Sementara itu, Dedi (27) pedagang cendol di Jalan Otista mengaku sudah berjualan selama lima tahun, namun hanya membuka lapak cendolnya setahun sekali, yakni di bulan Ramadhan.

"Setahun sekali jual cendol, sudah lima tahun," ucap Dedi sambil melayani konsumennya.

Warga Lio Genteng, Kota Bandung, Jawa Barat ini mengaku membuat sendiri cendol yang dijualnya dengan roda itu. Setiap bungkusnya, dijual seharga Rp 20.000. Selama bulan Ramadhan, Dedi membuka cendol dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB malam.

"Biasanya habis tiga kilogram, ya sekitar 50 kantong plastik," ucap Dedi.

Tentu, bulan Ramadhan ini merupakan bulan yang berkah bagi pedagang cendol di Jalan Otista. Menurut Dedi, di sepanjang jalan ini bahkan ada puluhan pedagang cendol berjejer menjajalkan cendol yang diberi nama serupa, 'cendolElizabeth'.

"Biasanya yang beli rame pas pertengahan ramadhan kaya gini, ya saya tawarkan sama pengendara motor yang lewa jalan otista," ucapnya.

Dedi mengaku yang menjual cendol di keluarganya ini tak hanya dirinya saja, tapi juga saudara dan keluarga lainnya juga.

"Keluarga berjualan, keluarga besar," katanya.

Meski dalam kondisi pandemi, penjualan cendol miliknya tetap laris meski tak seperti dalam kondisi normal.

"Iya lumayan, masih ada yang beli," ucapnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/04/16/142124778/cendol-elizabeth-kuliner-legendaris-bandung-yang-muncul-hanya-saat-ramadhan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com