Salin Artikel

Tersangka Penculikan 10 Anak di Bogor dan Jakarta Klaim Terlibat Bom Thamrin, Benarkah?

KOMPAS.com - Tersangka penculikan 10 anak di Bogor dan Jakarta mengaku sempat dipenjara terkait kasus terorisme.

Berdasarkan keterangan terbarunya, pria berinisial ARA (27) tersebut mengeklaim terlibat pengeboman di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, ada 2016.

Dalam bom Thamrin, ia mengaku bertugas sebagai perekrut calon “pengantin” atau pelaku bom bunuh diri.

ARA juga mengaku terlibat dalam kerusuhan Jakarta setelah pengumuman hasil Pemilu 2019.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Bogor AKBP Iman Imanuddin mengatakan, polisi akan mengecek pernyataan tersangka penculikan anak tersebut.

"Namun, terhadap keterangan tersebut, kami sedang melakukan cross check dengan data dan fakta-fakta yang kami miliki di database Polri," ujarnya, Jumat (13/5/2022), dikutip dari Tribunnews Bogor.

Menyangkut pernyataan ARA seputar kegiatan terorisme, Polres Bogor bakal melibatkan tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.

Pandangan pengamat

Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta, memberikan pandangannya terkait klaim tersangka penculikan anak itu sempat terlibat aksi terorisme.

Stanislaus menjelaskan, selain faktor ideologis, ada sejumlah motif yang membuat seseorang bergabung dengan kelompok teroris, salah satunya motif pelarian.

Orang-orang yang bergabung dengan kelompok teroris sebagai tempat pelarian biasanya berlatar belakang kriminal, memiliki masalah, hingga sekadar ingin eksis.

Mengenai sosok ARA, Stanislaus memandang tersangka penculikan anak itu mempunyai motif pelarian.

“Saya memandang dia bukan teroris dengan ideologi kuat dan bukan militan kuat. Saya rasa dia hanya ikut-ikutan saja,” ucapnya ketika dihubungi Kompas.com, Jumat.


Bagi seorang yang bergabung dengan kelompok teroris sebagai tempat pelarian, orang itu akan menunjukkan watak aslinya begitu keluar dari kelompok.

Watak asli itu terlihat dengan melakukan tindakan kriminal non-ideologis.

“Tindakan kriminalnya pun motifnya bukan ideologi, mungkin bisa saja motif ekonomi,” ungkap Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia ini.

Selain itu, Stanislaus memandang ARA bergabung dengan kelompok teroris karena butuh eksistensi dan butuh tempat untuk survive.

Adapun soal klaim ARA pernah mengikuti pelatihan teroris di Poso selama tujuh bulan, Stanislaus juga mempertanyakan itu.

“Kita belum tahu yang sebenarnya. Bisa saja dia ngaku-ngaku saja. Atau katakanlah dia memang berada di Poso, tetapi dia bisa saja hanya sebagai pembawa logistik,” tuturnya.

Oleh karena itu, Stanislaus mendukung dilibatkannya Densus 88 untuk memeriksa klaim-klaim tersangka penculikan anak tersebut.

https://bandung.kompas.com/read/2022/05/13/180000378/tersangka-penculikan-10-anak-di-bogor-dan-jakarta-klaim-terlibat-bom-thamrin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke