Salin Artikel

Tanah Digugat Ahli Waris, SDN Margahayu Bandung Terancam Terganggu

BANDUNG, KOMPAS.com - Sekolah Dasar Negeri (SDN) Margahayu 6, 7, 8, 9, dan 10 di Kampung Manglid, Desa Margahayu Selatan, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terancam berhenti.

Pasalnya, tanah tempat bangunan sekolah berdiri digugat ahli waris.

Kuasa hukum ahli waris, Vitria Suciani Tejaningrum mengatakan, gugatan tersebut bukan tanpa alasan.

Dari fakta yang ditemukan, baik olehnya dan ahli waris, masih terdapat bukti bahwa tanah tersebut masih milik ahli waris almarhum Apandi dan Icih.

"Betul, sampai saat ini menurut klien kami dan kami pun mengumpulkan fakta, fakta yang kami dapatkan dari aparat tentunya aparat pemerintahan, kami sudah mediasi, karena ada beberapa bukti yang menyatakan itu tanah masih punya Almarhum Bapak Apandi," ujarnya, dihubungi Kompas.com, Selasa (17/5/2022).

Vitria menjelaskan, kasus ini bermula pada tahun 1979 saat Pemerintah Desa Margahayu Selatan mencari tanah untuk membangun sarana pendidikan.

Pihak Desa kemudian mendapatkan tanah milik Almarhum Apandi. Saat itu, Apandi menyepakati lantaran akan dipergunakan untuk sarana prasarana pendidikan SD.

Namun, kata Vitria, penggunaan tanah tersebut bukan untuk diklaim menjadi hak milik. Dari fakta yang diterima olehnya, almarhum Apandi menyepakati adanya pembayaran (kost sewa) meskipun statusnya ditunda.

"Kalau zaman dulu mungkin pake istilah pake aja dulu pembayarannya bisa nanti, karena ini kan alasannya untuk kepentingan pendidikan anak-anak pada masa itu," tutur dia. 

Saat itu, Kades Margahayu Selatan, Cucu menyepakati. Mereka bilang pembayarannya melalui iuran desa. 

Namun di masa kades selanjutnya, tiba-tiba keluar Surat Keterangan Bebas (SKB) Ahli Waris yang menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah milik desa.

Tak hanya itu, ditemukan juga SKB dari salah satu kades yang menyebut tanah tersebut milik pemerintah.

"Berganti kepemimpinan, berganti pula SKB-nya, ada klaim milik desa dan ada klaim milik Pemerintah. Tapi ganjilnya, salah satu kades sempat mencabut surat tersebut dengan alasan salah administrasi," beber dia.

Hingga kini, ahli waris belum menerima kompensasi, baik pembayaran ganti rugi, sewa, atau status jual beli (hibah).

"Sejak masih hidup dan sesudah meninggalnya Bapak Apandi tahun 2004, sembilan orang ahli warisnya ini belum menerima kompensasi sesuai dengan kesepakatan yang dibangun sejak awal," bebernya. 

Mediasi Dengan Pemerintah dan Dinas Terkait

Sejauh ini pihaknya telah menempuh langkah-langkah guna mendapatkan titik temu dari perkara itu.

Pihaknya mengklaim telah menyurati Pemerintah Kabupaten Bandung, baik Dewan, Dinas Pendidikan (Disdik) untuk audiensi atau mediasi.

"Pada dasarnya, kami menginginkan adanya titik temu, tapi sayang sampai saat ini belum ada. Kami akan terus melanjutkan, tapi kami tempuh dengan cara yang elegan, sebelum jatuh ke penyelesaian akhir yakni pengadilan," ungkapnya.

Adapun komunikasi dengan kuasa hukum instansi yang bersangkutan, kata Vitria sejauh ini masih terjalin dengan baik.

Bahkan, dari pihak penggugat dan yang digugat sama-sama menginginkan adanya kesepahaman.

"Tapi alhamdulillah kami telah berkoordinasi dengan kuasa hukum dinas terkait, dari kuasa hukumnya juga setuju untuk melakukan upaya-upaya yang lebih kondusif sesuai dengan tujuan kami," tambahnya.

"Kami ingin terjalin hubungan baik dengan semua pihak, akan tetapi hak-hak terhadap klien kami tetap juga diutamakan karena sebagai warga negara dan memiliki kedudukan yang sama," sambung dia.

Pihaknya menyebut, jika perkara tersebut belum tuntas. Ia dan kliennya akan mengambil langkah hukum.

"Minggu depan kami juga masih menunggu jadwal persidangan untuk mediasi juga, berupaya untuk di situ dulu, karena dianjurkan untuk undang-undang mengedepankan mediasi, tapi kalau perkara ini tidak selesai kami bisa saja melakukan upaya hukum yang lain," tuturnya.

Tak Menutup Sekolah

Kendati menggugat tanah yang di atasnya di bangun SDM Margahayu. Pihaknya mengaku tidak akan menutup sekolah selama proses perkara masih berlangsung.

Menurutnya, ahli waris mendukung penuh proses pendidikan di wilayah Kabupaten Bandung, khususnya Kecamatan Margahayu.

"Dari pihak kami sangat kondusif sekali, silahkan pendidikan itu berjalan atau diteruskan, karena kami sangat mendukung program pemerintah, karena kami juga ingin mencerdaskan anak bangsa. Jadi masih berjalan sampai saat ini," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/05/18/160515078/tanah-digugat-ahli-waris-sdn-margahayu-bandung-terancam-terganggu

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com