Salin Artikel

"Orangtua Ternyata Lebih Bangga Anaknya Jadi Petani, ketimbang Waktu Jadi Kuli Dulu"

Tak hanya mengancam ketahanan pangan, alih fungsi lahan juga pelan-pelan merubah cara pandang masyarakat.

Sejurus makin berkurangnya lahan pertanian ini, sebagian masyarakat pun kini seakan enggan untuk bertani.

Mereka memilih menjual lahannya untuk kepentingan industri dan perumahan yang kini semakin tumbuh pesat di Cianjur.

Namun, kondisi ini tak menyurutkan semangat sekelompok pemuda asal Desa Sukamaju, Cianjur, untuk bertani.

Di atas lahan seluas 3.000 meter persegi, para taruna tani ini mengolah aneka tanaman hortikultura. Hasil panennya pun cukup memuaskan, dengan omzet mencapai puluhan juta rupiah.

“Sekarang sudah memasuki musim tanam ke enam, kemarin sudah lima kali panen,” kata Ihsan Perkasa (33), seorang taruna tani kepada Kompas.com, Kamis (9/6/2022) sore.

Sempat menanam cabai dan tomat, tetapi kelompok taruna tani yang diberi nama Doa Berkah Sepuh ini, kini fokus membudidaya mentimun.

Selain biaya produksi tidak terlalu mahal, tanaman ini cenderung tahan dengan kondisi cuaca, dan perlakuan yang tidak terlalu rumit.

“Hasil panennya dipasok ke Tangerang, Banten. Kita sudah ada pangsa pasar ke sana,” ujar dia.

Ihsan menuturkan, sudah setahun lebih menjadi petani sejak memutuskan berhenti dari pekerjaannya.

Sebelumnya, ia merupakan seorang karyawan swasta yang bergerak di bidang pemasaran teknologi digital. Ihsan mengaku berat saat pertama kali menekuni pekerjaan barunya ini.

Selain sempat dipandang sebelah mata oleh lingkungan dan teman sebayanya, juga butuh tekad dan mental baja untuk memulainya.

“Tapi yang menguatkan saya adalah respons dari orangtua. Mereka ternyata lebih bangga anaknya ini jadi petani, ketimbang waktu jadi kuli dulu,” ujar Ihsan.


Kiprah Taruna Tani

Sebagai inisiator, bukan perkara mudah baginya untuk mengajak teman-teman sebayanya bertani.

Mereka lebih memilih menjadi kuli atau hanya berdiam diri di rumah daripada harus berkubang tanah dan bau pupuk di sawah.

Namun, berkat tekad yang kuat dan upaya tak kenal lelah, ia berhasil menghimpun 15 anggota.

Para taruna tani ini berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari buruh pabrik, tenaga honorer, hingga mantan preman.

“Ada yang gabung karena terdampak pandemi kemarin (di-PHK), ada juga yang sengaja resign karena ingin bertani,” kata Ihsan.

Dengan modal yang didapat secara swadaya, ia dan kelompoknya pun menyewa lahan sawah seluas 3.000 meter persegi.

“Ternyata untuk mendapatkan lahan sekarang ini tidak mudah. Sudah banyak yang sudah alih fungsi,” ucapnya.

Ihsan mengatakan, lahan pertanian seperti sawah telah banyak djual dan dijadikan kawasan industri dan perumahan.

Masyarakat petani pun tak sedikit yang sudah alih pekerjaan setelah menjual lahan mereka.

“Alasan dijual karena sudah tidak produktif atau tidak ada yang meneruskannya lagi,” kata dia.

Oleh karena itu, Ihsan dan para taruna tani ini bertekad “menyelamatkan” lahan-lahan yang masih tersisa agar tetap bisa dgarap.

“Setidaknya jangan sampai alihfungsi, tapi tetap dijadikan lahan pertanian. Tidak terbayangkan kalau sudah tidak ada lagi orang yang mau tanam,” ujar Ihsan.


Dibidik Program Kementerian

Beberapa bulan berjalan, perjuangan Ihsan dan para taruna tani ini mulai mendapat perhatian dari pemerintah.

Ihsan dan kelompok tani Doa Berkah Sepuh ini pun kini menjadi bagian dari program Youth Enterpreneurship and Employment Support Services (YESS) Kementerian Pertanian.

Ihsan bersyukur, melalui program ini kelompoknya mendapat pendampingan dan pengetahuan baru di bidang pertanian yang selama ini hanya didapat secara otodidak.

Ia pun berharap, selain bisa terus melakukan intensifikasi lahan yang ada, juga bisa membuka lahan baru.

Menurutnya, sejauh ini pemerintah sudah menunjukkan keberpihakan terhadap petani melalui sejumlah kebijakan dan berbagai program akseleratif maupun permodalan.

“Tinggal implemetasinya saja di lapangan yang harus lebih tepat sasaran,” imbuhnya.

Fasilitatator Pemuda YESS Program Kementan wilayah Cianjur, Hilmi Hilman Imanullah mengatakan, pendampingan kepada taruna tani berkaitan dengan pelatihan teknik bercocok tanam, pembuatan pupuk organik, hingga peluang pasar, termasuk hibah kompetitif.

“Sebagai bagian dari upaya mencetak generasi tani baru, maka program pendampingan ini akan terus dilakukan secara berkelanjutan,” kata Hilmi kepada Kompas.com. Kamis.

Menurut dia, mencetak generasi tani baru menjadi sebuah keniscayaan di tengah alih fungsi lahan yang nyata terjadi saat ini.

“Karena itu, mereka perlu terus dibimbing dan dimotivasi agar mau serta bisa berusaha di sektor pertanian secara mandiri,” ujar Hilmi.

https://bandung.kompas.com/read/2022/06/11/100602978/orangtua-ternyata-lebih-bangga-anaknya-jadi-petani-ketimbang-waktu-jadi-kuli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke