Salin Artikel

Begini Ribetnya Membeli Minyak Goreng di Pasar Tradisional Pakai PeduliLindungi

Mereka menilai kebijakan yang mulai disosialisasikan dan diterapkan pada Senin (27/6/2022) menyulitkan para pedagang dan pembeli di pasar-pasar tradisional.

Seperti diketahui, kebijakan yang disampaikan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mulai disosialisasikan dan diterapkan hari ini.

Luhut beralasan, kebijakan tersebut untuk mengawasi transaksi jual beli minyak curah di lapangan.

Merepotkan

Para pedagang mengaku kerepotan apabila setiap kali hendak melakukan transaksi pembayaran minyak goreng curah karena harus mengeluarkan ponsel pintar dan menunjukkan aplikasi PeduliLindungi kepada pembeli.

Thomas Sindunata (63), salah satu pedagang Pasar Pagi Kota Cirebon, menyampaikan, dia merasa kesulitan setiap kali berjualan harus selalu membuka aplikasi tersebut.

Belum lagi, banyak pelanggannya yang berusia lanjut sehingga mereka kesulitan menggunakan ponsel berbasis Android.

“Ya pro dan kontra. Bagi orang tua, pedagang, dan pembeli yang lama, yang tua sulit juga, enggak ngerti HP. HP yang sekarang, Andoid tuh. Mudahkan dan normalkan saja minyak, itu sudah cukup,” kata Thomas kepada Kompas.com, Senin (27/6/2022).

Thomas mengatakan, pembeli yang tidak mengerti menggunakan ponsel pintar otomatis tidak tahu cara menggunakan aplikasi PeduliLindungi.

Ini tentunya akan menyulitkan transaksi penjualan. Thomas sampai saat ini tidak mengerti tujuan pemerintah menerapkan kebijakan tersebut.

Keluhan serupa juga dilontarkan pedagang lainnya, Handoro (58). Pedagang sembako sejak tahun 1970-an ini juga merasakan hal yang sama.

Handoko menyebutkan, hampir sebagian besar pedagang dan pembeli di pasar tradisional berusia lanjut. Bahkan, tidak sedikit pembeli yang menyuruh tukang becak untuk bertransaksi.


Sebagian besar dari mereka tidak menggunakan ponsel berbasis Android yang mendukung aplikasi PeduliLindungi. Mereka menggunakan ponsel lama atau bahkan tidak membawa ponsel sama sekali.

“Kurang praktis, repot. Mayoritas pedagang kita di tradisional itu belum tentu punya HP yang sekarang. Banyak HP jadul. Jadi enggak bisa akses, repot. Juga banyak yang pakai tukang becak belinya, cukup titipkan catatan dan uangnya. Tukang becak tidak bawa HP, sulit kan?” kata Handoko.

Kebijakan menggunakan PeduliLindungi juga akan menyita waktu pedagang untuk bolak-balik membuka ponsel, termasuk untuk input data.

Berkaca dari kelangkaan minyak goreng curah kemarin, pedagang diminta mendata siapa saja pembelinya.

Pendataannya menggunakan kartu keluarga atau Nomor Induk Kependudukan (NIK).

“Waktunya istirahat, nambah kerja, input data. Kemarin saat kelangkaan begitu pakai fotokopi KTP. Katanya untuk pendataan. Kami yang jualan di pasar repot, habis waktu untuk input KTP,” tambah Handoko.

Sementara itu, salah satu pembeli di pasar tradisional, Siti Hulianah (38), juga merasa kerepotan dengan aturan yang sekarang diterapkan.

Dia merasa repot apabila harus ke pasar membawa ponsel kemudian menunjukkan aplikasi PeduliLindungi.

Dia takut bolak-balik ke pasar dengan membawa ponsel justru berpotensi kehilangan atau ponselnya terjatuh.

“Repot bawa HP ke pasar, Mas, takut hilang, takut jatuh. Terus repot tiap mau beli, keluarin HP, lihat PeduliLindungi,” kata Siti saat membeli minyak goreng curah.

Siti membeli minyak goreng curah untuk bahan berdagang gorengan.

Harga minyak goreng yang sempat mahal membuatnya kesulitan.

Saat harga sudah normal, harapan Siti, pemerintah justru memudahkan, bukan malah mempersulit dengan aturan menggunakan aplikasi PeduliLindungi.

https://bandung.kompas.com/read/2022/06/27/151039878/begini-ribetnya-membeli-minyak-goreng-di-pasar-tradisional-pakai

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com