Salin Artikel

Kecelakaan Bus Sering Terjadi, Apa yang Harus Dilakukan agar Kejadian Serupa Tidak Terulang?

KOMPAS.com - Kecelakaan bus angkutan umum kembali terjadi. Kali ini, Bus Laju Prima dengan nomor polisi B 7602 XA mengalami kecelakaan di Tol Cipularang, Km 92 B atau arah Jakarta, Minggu (26/6/2022) sekitar pukul 20.00 WIB.

Kecelakaan itu terjadi karena bus mengalami rem blong hingga mengakibatkan kecelakaan beruntun dengan melibatkan 17 kendaraan.

Dalam kecelakaan itu, empat orang mengalami luka berat.

Sehari sebelumnya, Sabtu (25/6/2022) dini hari, bus pariwisata masuk ke jurang di Jalan Raya Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Akibat kejadian itu, dilaporkan empat orang meninggal dunia, dan belasan lainnya luka-luka.

Kecelakaan itu terjadi karena sopir bus bernama Dedi Kurnia tertidur beberapa detik hingga mengakibatkan bus yang dikemudikannya masuk jurang.

Lalu apa yang harus dilakukan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi?


Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan, kejadian kecelakaan seperti ini sudah sering kali terjadi.

Dengan adanya kejadian itu, sambung Tigor, harus ada penindakan secara lebih tegas dan konsisten agar ada efek jera bagi para operator busnya.

"Terus terjadinya kecelakaan yang diakibatkan karena tidak profesional pelayanan operator bus harus dihentikan," kata Tigor, Senin (27/6/2022).

Kata Tigor, upaya penghentian itu dilakukan dengan menegakan aturan Undang-undang (UU) No:22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Masih kata Tigor, dalam hal ini harusnya pemerintah hadir, karena di dalam Pasal 5 UU tersebut menyebutkan, negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.

"Ini tidak main-main, masa kecelakaan tiap hari. Apalagi sampai terlibat kecelakaan sampai 17 kendaraan," ungkapnya.

Sementara itu, kata Tigor, terkait kondisi kerja sopir, dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga sudah diatur lama kerja dan istirahat pengemudi saat beroperasi.


Secara khusus, kata Tigor, Pasal 90 UU No 22 Tahun 2009 mengatur setiap perusahaan angkutan umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan bermotor umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama delapan jam sehari.

Pengemudi kendaraan bermotor umum setelah mengemudikan kendaraan selama empat jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam.

Lalu, dalam hal tertentu pengemudi dapat dipekerjakan paling lama dua belas jam sehari termasuk waktu istirahat selama satu jam.

"Berdasarkan aturan jam kerja ini selain sopir, pihak operator atau pengusaha bus pariwisata yang kecelakaan tersebut juga bisa dikenai sanksi hukum. Jika memang si sopir bekerja melebih waktu kerja yang diatur oleh UU tersebut maka pihak operator harus juga bertanggung jawab secara hukum," jelasnya.

Untuk memberikan efek jera, Tigor pun meminta pihak terkait untuk mencabut izin usaha dari perusahaan-perusahaan yang terlibat kecelakaan sehingga Perusahaan Otobus (PO) lain akan memperbaiki kinerjanya.

"Ini kan di hulunya, kalau di jalan itu sudah jalan raya, tapi sebelum berangkat itu tangung jawab PO. Sebelum berangkat pastikan kendaraan laik, dan izin masih ada serta sopirnya juga laik bekerja," ungkapnya.

Tigor menambahkan, sejauh ini memang belum ada izin perusahaan yang dicabut terkait dengan kecelakaan.

https://bandung.kompas.com/read/2022/06/28/050500578/kecelakaan-bus-sering-terjadi-apa-yang-harus-dilakukan-agar-kejadian-serupa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke