Salin Artikel

Pengamat Ekonomi Ungkap Bahaya Stagflasi yang Kini Menghantui Jabar

BANDUNG, KOMPAS.com - Pengamat ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi mengungkapkan bahaya stagflasi.

Stagflasi adalah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan. Sementara inflasi terdorong naik imbas dari harga pangan dan energi yang cenderung naik.

"Karena pertumbuhan ekonomi itu akan tertekan jika daya beli masyarakat lemah. Artinya di satu sisi inflasi tinggi sedangkan daya beli masyarakat turun. Inilah yang patut kita waspadai," ujar Acu saat dihubungi lewat telepon seluler, Jumat (15/7/2022).

"Istilah saya overheat economy, eknomi yang memanas. Inflasi terlalu tinggi yang pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi. Kalau ekonomi tertekan penggunaan sumber daya juga tertekan. Implikasinya PHK, peningkatan orang miskin," lanjut Acu.

Menurut Acu, bahaya stagflasi kian nyata jika melirik kondisi ekonomi global. Salah satunya inflasi di Amerika dan konflik beberapa negara.

"Inflasi di Amerika ini kombinasi antara respons komoditas dan respons pasar keuangan. Karena inflasi di Amerika yoy sudah di atas 8 persen. Maka otomatis Bank Central Amerika menaikkan suku bunga, ini sudah tiga kali di bulan Juni dan diperkirakan akan terus. Itu kan mendorong suku bunga sehingga dana di pasar keuangan kabur, efeknya dolar tertekan. ini saling berkait," paparnya.

Acu berpendapat, pemerintah harus segera merespons bahaya stagflasi dengan mengendalikan harga pangan secepatnya.

"Saya kira sangat urgent kalau inflasi terus meningkat maka bank central akan menaikan suku bunga, maka kredit seret. Kalau kredit seret maka orang akan kekurangan daya beli, akan ada masalah lagi di sektor keuangan, ekonomi rumah tangga, fenomena rentenir dan lainnya," jelasnya.

Lalu apa itu stagflasi?

Istilah stagflasi pertama kali digunakan pada tahun 1960an oleh politisi Inggris Macleod di tengah kondisi ekonomi yang tengah mengalami tekanan kala itu.

Saat memberikan pidato di Dewan Rakyat Britania Raya kala itu, Macleod menggambarkan kondisi inflasi sekaligus stagnasi yang terjadi di Inggris sebagai situasi stagnasi.

Istilah stagnasi kemudian kembali digunakan pada periode resesi yang terjadi pada tahun 1970an seiring dengan krisis bahan bakar yang terjadi ketika Amerika Serikat mengalami pertumbuhan PDB negatif selama lima kuartal berturut-turut.

Tingkat inflasi tumbuh dua kali lipat pada tahun 1973 dan mencapai double digit pada tahun 1974. Di sisi lain, tingkat pengangguran AS kala itu mencapai 9 persen per Mei 1975.

Investopedia menyebut, stagflasi biasanya akan menyebabkan kenaikan indeks kesengsaraan atau misery index.

Indeks ini merupakan ukuran sederhana yang bersumber dari tingkat inflasi dan pengangguran dan digunakan untuk menunjukkan seberapa buruk kondisi masyarakat ketika stagflasi terjadi di sebuah ekonomi atau negara.

https://bandung.kompas.com/read/2022/07/15/170102778/pengamat-ekonomi-ungkap-bahaya-stagflasi-yang-kini-menghantui-jabar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke