Salin Artikel

KPU Akui Ada Pencatutan NIK di Aplikasi Sipol, Bawaslu Kabupaten Bandung: Belum Ada Laporan Resmi, tapi Ada Konsekuensi Hukum untuk Parpol

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung, Agus Baroya membenarkan adanya praktik pencatutan Nomer Induk KTP (NIK) masyarakat oleh Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).

Kendati begitu, pihaknya mengaku belum mengetahui persis berapa jumlah NIK masyarakat yang dicatut oleh partai politik dan terdaftar di Sipol.

"Ya, adalah (pencatutan NIK). Cuma saya gak tahu persis jumlahnya, dan ini juga sudah kita sampaikan ke masyarakat," katanya dihubungi, Senin (5/9/2022).

Seperti diketahui, partai politik diharuskan mengupdate data anggota dalam aplikasi Sipol. Selain mengunggah nama-nama yang tercantum dalam kepengurusan, partai politik juga harus mengunggah data anggota di dalam aplikasi itu.

Salah satu data yang harus diunggah adalah NIK anggota melalui aplikasi Sipol. Data tersebut akan diverifikasi oleh KPU untuk proses validasi.

Masyarakat, kata dia, bisa mengakses aplikasi Sipol tersebut di link aplikasi Sipol KPU atau di sini.

"Di info pemilu itu salah satunya ada tanggapan untuk masyarakat. Itu bisa dicek menggunakan NIK ya, nanti akan ketahuan kita terdaftar di parpol atau tidak," jelasnya.

Kendati ada pencatutan NIK masyarakat, Agus menyebut, tak ada sanksi yang diberikan untuk partai tersebut.

Jika masyarakat merasa keberatan dengan namanya yang dicatut partai dalam Sipol. Pihaknya meminta agar mengisi aduan di kolom komentar.

Melalui kolom komentar itu, masyarakat bisa menyampaikan kondisinya terkait pencatutan itu.

"Kalau di ketentuan sih nggak ada sanksi (untuk parpol)," ujarnya.

Menurutnya, KPU tidak memiliki kaitan dengan hal tersebut. KPU, lanjut dia, bisa memberikan sanksi apabila ada kaitannya dengan pidana umum.

Agus tidak bisa menjelaskan, kejadian tersebut atas inisiator partai politik atau bukan.

"Ya, dalam perspektif KPU kita tidak punya aturan hukum atau sanksi kepada Parpol yang melakukan itu, tapi kalau nanti konteksnya lain mungkin kaitannya dengan pidana umum, bisa saja. Ya, bisa jadi, tapi persisnya saya belum tahu. Mungkin partai politik lebih tahu terkait kondisi tadi," tuturnya.

Ia menjelaskan, tugas KPU dalam hal pendaftaran kepengurusan partai politik melalui Sipol, hanya sebatas verifikasi saja.

"Ya, kita hanya memverifikasi saja, kalau dia benar anggota buktinya apa, kalau tidak pun buktinya apa," terangnya.

Setelah melakukan verifikasi, sambung dia, KPU akan mengadakan klarifikasi faktual pada 15 Oktober mendatang.

Saat klarifikasi faktual, KPU tidak akan memeriksa seluruh NIK yang terdaftar di Sipol.

"Bisa terungkapnya di sana, nanti ada pernyataan dari orang bahwa saya bukan anggota partai tertentu, dan nanti ada tanda tangannya juga," imbuhnya.

Ia menyebut, hanya akan menggunakan sampling sebesar 10 persen.

"Kalau sekarang memang itungannya rada rumit ya, dulu itu 10 persen. Nah kalau sekarang itu pakai teori (seperti) apa, tapi kemungkinan gak jauh kurang lebih 10 persen juga. Tapi hitungannya gak 10 persen, jadi yang sekarang menghitungnya secara khusus," pungkasnya.

Tanggapan Bawaslu

Menanggapi adanya pencatutan NIK oleh partai politik melalui aplikasi Sipol, Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung Kahpiana menyebut, ada konsekuensi hukum bagi partai politik yang melakukan itu.

Namun, pihaknya perlu melihat dulu kategori jenis pelanggarannya. Selain itu, setiap pelanggaran mesti disesuaikan dengan analisa.

Jika pelanggaran termasuk kategori administratif, maka pihaknya akan melakukan sidang adminstratif, baik terhadap partai politik ataupun terhadap penyelanggara pemilu.

"Jadi macam-macam, berupa administratif itu sanksi paling berat adalah penonaktifan atau pencabutan kembali kemenangan," katanya saat dihubungi.

Saat ini, ia mengaku belum ada laporan resmi terkait pencatutan NIK, namun Bawaslu Kabupaten Bandung sudah menemukan beberapa temuan.

"Kan memang sampai saat ini belum secara formal itu melaporkan. Tapi hasil-hasil temuan kami, pendataan keanggotaan ada yang misalnya si A itu terdaftar dalam dua partai tiga partai," bebernya.

Terkait pencatutan NIK warga masyarakat yang saat ini ramai. Pihaknya menyebut, saat ini masih belum masuk tahap verifikasi dan administrasi.

Merujuk pada Undang-Undang tahun 2017, lanjut dia, tidak ada subjek hukum serta pelaku.

"Karena memang secara kadar hukum tentu harus ada subjek. Kalau memang ada lembaga-lembaga, kalau memang masuknya yang menginput atau yang mencatut itu lembaga, ini partai dalam artian lembaganya, pada akhirnya masuk pada pidana pemilu itu belum masuk subjektif. Tapi bisa saja masuk pada pidana umum," kata Kahpiana.

Sejauh ini, pihaknya baru bisa meminta KPU untuk melakukan proses perbaikan. Proses itu, nantinya akan diteruskan ke partai politik.

Tak hanya itu, rekomendasi dari Bawaslu pun akan disertakan kepada partai yang melakukan pencatutan.

"Karena memang ruang subjek hukumnya ini. Kalau sudah ditetapkan baru kita bisa melakukan proses penanganan baik administratif maupun pidana di pemilu," imbuhnya.

Guna meminimalisir hal serupa meluas, Bawaslu Kabupaten Bandung telah menyiapkan posko pengaduan untuk masyarakat yang namanya dicatut oleh partai politik melalui Sipol.

"Jadi pelanggaran pencatutan bisa ditindak, hanya saja saat ini masih dalam tahap pendaftaran. Jadi kalau masuk pada ranah pemilu, ini kita ga ada kekosongan, paling masuk pada hukum lainnya. kami juga membuka posko pengaduan pencatutan di bawaslu ini," terangnya.

Tak hanya itu, sudah sejak awal, kata dia, Bawaslu Kabupaten Bandung sudah mengirimkan surat kepada partai politik agar melakukan pencegahan terkait pencatutan.

"Menyampaikan himbauan dan juga pencegahan Terkait pencatutan, terkait keadaan keanggotaan, terkait SK kepengurusan, tempat kantor dan sebagainya. Kita sudah sampaikan himbauan, dalam bentuk surat," jelasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/05/161538878/kpu-akui-ada-pencatutan-nik-di-aplikasi-sipol-bawaslu-kabupaten-bandung

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com