Salin Artikel

Gua Peteng, Jejak Peninggalan Kolonial Belanda di Tengah Kebun Cicalengka Bandung

BANDUNG, KOMPAS.com - Jejak peninggalan Kolonial Belanda bisa ditelusuri di sejumlah wilayah Jawa Barat. Seperti Gua Peteng yang berada di Kampung Kebon Suuk, Desa Cicalengka Wetan, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Dua buah bunker bekas pertahanan Belanda berdiri di tengah-tengah kebun kopi dan pemakaman umum warga sekitar.

Wahyudin (32), salah seorang warga sekitar mengatakan, bunker tersebut oleh warga disebut sebagai Gua Peteng.

Saat ia kecil, Gua Peteng sempat dijadikan tempat bermain. Hal itu terjadi sejak era almarhum ayahnya.

"Udah lama, kurang tahu dibangun tahun berapa, cuma Bapak saya juga dulu sering bermain di sana," ujarnya ditemui, Rabu (7/9/2022).

Dulu, sambung Wahyudin, kebun yang mengitari Gua Peteng tidak terlalu rimbun dan belum banyak warga yang dimakamkan di sana.

Sehingga gua tersebut sering digunakan anak-anak untuk bermain. Berbeda dengan situasi sekarang, yang sudah banyak makam dan kebun kopi.

"Kalau sekarang udah beda, bisa dicek, pohonnya udah rimbun terus sudah ada banyak makam warga, jadi anak-anak sekarang pada gak berani main di sana," jelasnya.

Hal serupa disampaikan Yudi Amanuloh (28). Ia menyebut, hampir semua warga Kampung Kebon Suuk pasti mengetahui ihwal keberadaan Gua Peteng.

Selain karena peninggalan pra-sejarah, Gua Peteng kerap menjadi arena bermain anak-anak di generasinya.

"Ya pasti tahu, karena penasaran, bekas Belanda, bekas perang gitu, saya dulu waktu kecil juga sering bermain di sana, main perang-perangan," kata Yudi.

Senada dengan Wahyudin, ia tidak mengetahui pasti tahun berapa bunker tersebut dibangun. 

"Wah kalau itu mah banyak versinya tapi gak tahu pastinya kapan, cuma ya daya tariknya karena penasaran di bangun sama bentuknya," jelas dia.

Keduanya mengatakan, belum pernah menyaksikan adanya peneliti sejarah atau dinas terkait yang mencoba mengguar tentang keberadaan bunker tersebut.

"Setahu saya mah belum ada, gak tahu kalau zaman sebelum saya mungkin ada, tapi kalau ada sampai sekarang gak ada penjelasan apapun," ungkap Yudi.

Bandung pusat militer Belanda

Sementara Penggiat Literasi dan Peneliti Sejarah Atep Kurnia menjelaskan adanya bangunan bunker di Kampung Kebon Suuk tersebut kemungkinan tidak lepas dari wacana Pemerintahan Kolonial Belanda untuk memindahkan pusat Milter nya pada rentan waktu 1850.

Ia menyebut, keberadaan bunker tersebut jelas erat kaitannya dengan pertahanan. Kala itu, kata Atep, Belanda memindahkan pusat militer dari Pesisir Utara ke wilayah Pedalaman (Sekarang Wilayah Pantai Utara ke Wilayah Jawa Barat).

Menurutnya, wilayah pesisir utara mencakup, kawasan pantai utara hingga Jawa Timur, sedangkan wilayah yang disebut Pedalaman yakni Jawa Barat.

"Priangan, itu dianggap pedalaman lantaran jauh dari laut, sedangkan pada masa itu peradaban lebih tertata di dekat pelabuhan," katanya.

Kebijakan pemerintah Belanda memindahkan pusat militernya, lantaran di kawasan pesisir utara hingga timur sudah banyak terjangkit penyakit.

"Alasannya ada dua soal sanitasi dan wabah penyakit," beber dia.

Atep menilai, bunker yang ada di Kebon Suuk sangat erat dengan elemen pertahanan di bidang Artileri.

Kawasan Bandung, sambung dia, sempat menjadi pusat pertahanan militer kolonial Belanda pada 1916.

"Bandung itu pernah loh jadi pusat militernya Belanda, yang sebelumnya itu di Batavia atau Jakarta, sekarang mah jadi Kodam III Siliwangi," tutur dia.

Pada masa kolonial, bunker kerap digunakan posko pemantauan militer.

"Kantung-kantung untuk memantau, biasanya di dataran tinggi, agar terpantau aktivitas lawan. Kalau markas itu pasti bangunannya besar. Kalau yang kecil seperti itu untuk posko pemantauan militer," ungkapnya.

Tak hanya itu, bunker juga pernah difungsikan menjadi tempat perlindungan tentara kolonial Belanda dari serangan udara kala terlibat dalam perang dunia kedua.

"Karena dalam sejarah pernah juga Belanda ketika menghadapi perang dunia ke dua banyak mempersiapkan posko-posko serupa," tuturnya.

Ia menduga, bunker yang kini disebut warga sebagai Gua Peteng itu masih ada kaitan dengan bunker yang ada si Paslon, Nagreg, Kabupaten Bandung.

"1902 di Nagreg diresmikan markas atau benteng kompi artileri 19 oleh pasukan Belanda," beber Atep.

Arti Peteng

Mengenai sebutan Peteng, artinya gelap atau rahasia. Atep menyebut, hampir semua gua peninggalan Belanda rata-rata memiliki sebutan Peteng.

"Identik dengan gelapnya, rahasia atau tertutup, ya memang memiliki arti seperti itu," ungkapnya.

Pantauan Kompas.com, bunker atau Gua Peteng itu terdapat di perkebunan kopi yang gestur tanahnya berundak-undak.

Terdapat dua buah bangunan bunker dengan kondisi berbeda. Bangunan bunker pertama, kondisinya sudah runtuh, hanya meninggalkan sebuah tembok dan lubang di sebelah kanan.

Sedangkan bunker lainnya dalam kondisi utuh. Bunker itu berbentuk kapsul dengan dua ruangan di dalamnya.

Untuk memasuki bunker tersebut, bisa melalui pintu yang ukuranya sama seperti pintu rumahan.

Sedangkan untuk menuju ruangan kedua, terdapat lubang berbentuk persegi panjang di sebelah kanan serta di tengah-tengah tembok penyekat.

Kondisi kedua bunker tersebut tidak terawat. Bagian luar tembok bunker sudah dipenuhi lumut.

Bahkan tak ada satu pun plang penjelasan tentang kapan dan siapa yang membangun bunker tersebut.

Sebelumnya, keberadaan bunker sempat ramai di sosial media terutama Instagram.

Akun yang pertama kali mengunggah keberadaan bunker tersebut yakni @igcicalengka.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/08/180428478/gua-peteng-jejak-peninggalan-kolonial-belanda-di-tengah-kebun-cicalengka

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com