Salin Artikel

Video Petani di Bandung Rusak Tanaman Sendiri Viral, Kecewa Harga Sayur Anjlok

Aksi perusakan sayuran tersebut terekam dalam sebuah video dan sempat ramai diperbincangkan di media sosial.

Dalam video, tampak seorang petani membabat sayuran di sebuah ladang menggunakan sebilah parang.

Tidak hanya itu, dia juga menendang sayuran di ladangnya. Dalam video lain, seorang petani juga membabat bawang daun di sebuah ladang.

Agung Rizky Yudha, pengunggah video tersebut, membenarkan para petani tersebut merasa kecewa dan frustasi lantaran sayuran yang mereka tanam berbulan-bulan tersebut mengalami penurunan harga yang signifikan.

"Saya juga petani. Video itu kiriman dari teman. Memang sekarang harga sedang anjlok," katanya dikonfirmasi, Selasa (20/9/2022).

Jenis-jenis sayuran yang mengalami anjlok harga di Kecamatan Rancabali, yakni pecay, kubis, dan bawang daun.

Ia mengungkapkan harga Pecay saat ini, turun drastis, biasanya harga normal berkisar Rp 2.500-Rp 3.000 per kilogram, saat ini hanya dibeli seharga Rp 200 per kilogram oleh bandar.

"Itu pun harga pinggir jalan, artinya petani dibebankan dengan biaya upah kuli panggul dan kuli panen," kata dia.


Meski tak semua petani Pecay merusak hasil tanamannya, banyak juga para petani yang membiarkan tanamannya di kebun.

Mereka mempersilakan warga atau pedagang untuk mengambilnya secara cuma-cuma.

"Nah kalau harga Rp 200 mah lebih baik dibiarkan saja di kebun, ada yang bilang sayang lebih baik dikasihkan kepada masyarakat, yah silakan saja ambil kalau mau mah," ujarnya.

Khusus untuk harga bawang daun, kata dia, sebetulnya sudah sedikit membaik. Saat ini harga mencapai Rp 2.000 per kilogram.

Sebelumnya, harga bawang daun hanya mencapai Rp 500 per kilogram. Harga tersebut, sama dengan upah pikul dari kebun ke pinggir jalan.

Saat itu, lanjut dia, para petani bawang daun pun mengalami kekecewaan akibat anjloknya harga.

"Ya sama saja, sekarang memang membaik tapi kemarin sama. Sekarang lagi berupaya agar kondisi ini tetap terjaga, tapi harga sayur yang lain kan masih tanda tanya," ungkapnya.

Jenis sayuran lainnya yang juga tak kalah anjlok harganya, sambung dia yakni kol. Harga kol saat ini hanya berkisar Rp 800 per kilogram. Sedangkan, harga pikul Rp 300. 

"Tentu saja harga ini sangat memukul usaha pertanian sayuran yang ada di kawasan Pasirjambu, Ciwidey dan Rancabali (Pacira) dan di daerah lainnya di Kabupaten Bandung," tambahnya.

Tak hanya itu, penderitaan para petani juga  datang dari biaya pupuk, pengadaan obat-obatan sampai upah para pekerja yang juga mulai merangsak naik.

Karena keadaan tersebut, kata Agung, para petani di Pacira lebih memilih membiarkan hasil tanamannya di kebun tanpa memanennya.

"Harga saat panen murah, sedangkan harga pupuk dan obat-obatan terus naik. Diantaranya pupuk NPK yang biasanya Rp 14.000 hingga Rp 15.000 per kilogram nah sekarang sudah Rp 20.000. Begitu juga dengan jenis pupuk dan lainnya terus naik. Kalau harga jual sayuran bagus mah walaupun harga pupuk dan obat-obatan ini naik, kami tetap masih bisa untung. Tapi ini mah kan harga jualnya rusak parah," kata Agung.

Jika harus menjual sayuran yang ditanamnya, petani dipastikan akan merugi karena harga yang merosot.

Padahal, petani sudah menghabiskan modal besar seperti untuk kebutuhan pupuk dan biaya lainnya.


Kondisi seperti ini, lanjut Agung sudah berlangsung sejak sebulan terakhir.

Bahkan, ratusan hektar pertanian holtikultura dan stroberi milik masyarakat Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung yang siap panen dibiarkan membusuk atau bahkan dirusak sendiri oleh para petaninya.

"Kalau luas lahan pertanian bisa lebih dari 100 hektar yang ditanami holtikultura dan stroberi. Bisa dipastikan semuanya mengalami kerugian. Saya saja mengolah lahan 3 hektar. Rugi sekitar Rp 100 juta, dan kalau ditambah sama kerugian saya sebelumnya itu ada sekitar Rp 500 juta," tuturnya.

Ia berharap situasi ini segera ditangani oleh pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung.

Pasalnya, jika terus dibiarkan, ia khawatir para petani berhenti beraktivitas, otomatis stok sayuran di Jawa Barat bisa menipis.

Bukan hanya itu, Agung juga menyoroti nasib para petani yang hidup diambang ketidakpastian.

Tidak adanya jaminan harga pasti, kata Agung, membuat harga berbagai komoditas holtikultura ini dengan mudah dipermainkan pasar. 

"Kalau kami para petani sudah tak mau lagi berkebun. Nanti kebutuhan sayur mayur dan hasil pertanian lainnya untuk orang kota mau dari mana. Sudah seharusnya pemerintah turun tangan membantu kesulitan kami. Carikan kami jalan keluarnya" katanya.

Pihaknya sengaja mengunggah video tersebut ke sosial media agar terbangunnya perhatian dari pemerintah terkait hal ini.

"Karena saya ini juga sesama petani yang punya perasaan sama, ya sudah saya unggah kedua video itu ke salah satu grup Facebook yang banyak diikuti oleh masyarakat Kabupaten Bandung. Harapannya sih bisa dilihat dan didengar oleh pemerintah keluhan kami ini," pungkas dia.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/20/151640578/video-petani-di-bandung-rusak-tanaman-sendiri-viral-kecewa-harga-sayur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke