Salin Artikel

Cerita Peternak Sapi di Wanasuka Bandung, Mengenang Hari-hari Buruk Badai PMK

BANDUNG, KOMPAS.com - Warga Desa Wanasuka, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, masih teringat situasi kala Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menghantui warga.

April lalu, saat PMK mulai menyerang hewan ternak di Jawa Timur, warga Desa Wanasuka mulai membicarakannya.

Kepanikan yang tumbuh dari hasil bacaan di media mainstream, media sosial, hingga kabar burung yang entah dari mana datangnya, seperti momok yang menakutkan kala itu.

"Tak aneh, warga desa mulai dihinggapi rasa takut yang berlebih," kenang Nendi (50), salah seorang peternak sapi perah di Desa Wanasuka.

Ia masih ingat betul, bagaimana warga mulai bersiaga ekstra kalau-kalau PMK datang tanpa diundang.

Hampir setiap pemilik hewan ternak, mempersiapkan logistiknya, bak serdadu yang akan berlaga di medan jurit. 

Satu per satu, warga mulai mencari informasi tentang bagaimana mengantisipasi PMK. Mulai dari infomasi sumber kedatangan penyakit, hingga bagaimana mengantisipasi sampai ke pengobatan.

"Wah apa ya, tegang semuanya, baca berita, nonton berita, informasi pada masuk, jadi siaga aja," katanya ditemui Kompas.com, Kamis (22/9/2022).

Kendati, saat itu PMK belum datang melumat ternak milik warga. Namun, bayang-bayangnya seperti hantu yang menakutkan dan kerap menganggu tidur warga.

Nendi menyebut, baru kali itu melihat warga Wanasuka yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi peternak sapi perah, seperti kalah sebelum berperang.

Biasanya, sekali pun ada penyakit yang kerap menyerang hewan ternak, keceriaan dan kesungguhan tetap tergambar di wajah pemilik ternak. Namun tidak untuk kasus PMK.

"Aneh juga, karena mungkin melihat di beberapa wilayah yang sudah terdampak waktu itu hewan yang mati cepet dan banyak," kata dia.

Benar kata orang bijak, ketakutan yang terlalu dipikirkan akhirnya akan terwujud. Begitu pula dengan warga Desa Wanasuka. Apa yang ditakutkan, akhirnya tak bisa dibendung.

Hantu yang menakutkan bernama PMK datang tanpa diundang. Benteng-benteng pertahanan para peternak lewat pakan dan obat antibodi untuk hewan pun berhasil ditembusnya.

Juli 2022, menjadi bulan yang paling tak diharapkan. Satu per satu hewan ternak yang dibesarkan lewat keringat dan segala rupa yang ada di dalamnya, mulai terjangkit dan mati.

"Begitu nyampe udah kacau semua, panik, ketakutan, penularannya cepet banget kan itu," ujarnya.

PMK jelas melumpuhkan perekonomian warga. Pasalnya hampir 90 persen warga Desa Wanasuka merupakan peternak sapi perah.

Nendi menyebut, warga yang baru bangkit dari badai Covid-19, harus kembali mempersiapkan logistik untuk melalui badai PMK.

"Semua penghasilan dari peternak sapi, waktu PMK wilayah ini yang paling fatal," tutur dia.

Hampir 50 persen sapi milik warga mati karena PMK. Jika ditotalkan, ada sekitar 200 ekor sapi perah pelbagai usia yang harus mati.

Saat itu, warga belum mendapatkan bala bantuan berupa vaksin atau antibodi untuk hewan.

Tak aneh, sapi yang sudah mulai kelihatan renta dan akan tumbang disembelih dan dikuburkan di kebun-kebun dekat kandang.

"Sebagian sembuh, sebagian lagi mati, kita kubur di tiga titik dekat kandang sapi," kata  Nendi.

Proses penguburan sapi-sapi ternak milik Warga Wanasuka, sempat ramai di sosial media terutama Twitter, kala itu warga berbondong-bondong mengangkut puluhan sapi yang mati akibat PMK.

"Ya pernah ramai di media sosial, akhirnya ya dapet perhatian, tim dokter pada datang tuh," ungkapnya.

Saling Tuding

Kondisi semakin diperparah dengan warga yang mulai tersulut emosi, lantaran tak terima sapinya mati akibat PMK. Saling tuding antar warga pun terjadi.

Toni Supandi (32) salah seorang peternak membenarkan keadaan itu. Kala itu, salah satu peternak sapi yang kebetulan terjangkit pertama kali, habis menjadi bulan-bulanan warga.

Toni masih ingat betul gentingnya situasi itu. Ia mengatakan, para Ibu-ibu di desa yang biasanya saling bantu di kandang, saat itu saling jual beli kata-kata.

Kandang sempat menjadi arena perang tudingan dan umpatan.

"Waduh repot, yang perempuan saling tuding, saya juga sempat terlibat dan mencoba menengahi," kata Toni.

Kala itu, di kandang, bukan hal yang aneh jika mendengar isak tangis, baik dari pemilik ternak atau dari pegawainya.

"Ada yang sedih karena hewan ternaknya mati, gak sedikit juga nangis karena sakit hati perkataan orang lain," tutur dia.

Konflik baru mereda setelah para sesepuh (orang yang dituakan) di Desa Wanasuka serta perangkat desa turun meredam dan menyudahi.

Waktu itu, kata Toni, satu hal yang mesti dipahami yakni kesadaran warga untuk bisa bangkit dari wabah PMK.

"Akhirnya, betul-betul disadari dan saling memaafkan, ya mungkin masing-masing dari kita lupa kalau wabah PMK memang pasti datang dan menyerang, sisanya kalau gak gotong-royong gak bakalan selesai," ungkap Toni.

Warga Kehilangan Banyak Sapi

Nendi mengatakan, sebelum PMK menyerang, satu warga bisa memiliki dua atau tiga ekor sapi.

Jika dalam satu keluarga terdiri dari empat orang, dan satu orangnya memiliki dua ekor, maka sudah ada enam ekor sapi dalam satu keluarga.

Kala PMK menyerang, tak sedikit warga yang kehilangan banyak hal. Sapi di Desa Wanasuka merupakan harta benda satu-satunya.

"Ada sekitar 15 orang warga yang kehilangan sapi, sampai gak punya sama sekali," tutur dia.

"Yang punya 5 ekor sapi tinggal 2 ekor, yang punya 3 ekor tinggal 1 ekor, kalau yang punya 1 ekor terus kena PMK ya udah habis, tinggal nunggu ada bantuan dari yang lain," tambah dia.

Jika dikonversi ke nilai uang, harga satu ekor sapi perah dengan kualitas super bisa mencapai Rp 20 juta per ekor, sedangkan sapi dengan kualitas biasa hanya Rp 4 juta per ekor.

"Tinggal dikalikan saja, masing-masing dari kita rugi berapa, yang pasti ratusan juta rupiah," kata Nendi.

Sementara Dokter hewan KPBS Pangalengan, Liedzikri Rizqi Insani mengatakan, KPBS mencatat, ada sebanyak 1.800 ekor sapi yang mati karena PMK di Desa Wanasuka.

Liedzikri mengatakan, wabah PMK di Pangalengan menyebar sejak tanggal 17 Mei 2022.

Sapi-sapi di KPBS Pangalengan terjangkit karena beberapa sapi luar dari Boyolali dibawa ke Ciwidey, kemudian diangkut ke Pangalengan.

"Kasus sapi yang terjangkit PMK meningkat 100-200 ekor per harinya waktu itu," katanya saat dihubungi.

Dia menyebut saat itu kematian sapi tertinggi bisa mencapai 10 ekor per hari setiap pekan. Jumlah kematian tersebut melebihi standar mortalitas PMK sebesar 1-5 persen.

"Artinya, 1-5 ekor sapi minimal terkena dari 100 ekor," tambahnya.

Hari-hari Usai PMK

Kini badai PMK sudah menurun, bahkan cenderung hilang. Beberapa sapi ternak yang berhasil selamat dari ganasnya PMK mulai dirawat dengan penuh kehati-hatian.

Kendati begitu, produktivitas sapi masih belum bangkit seperti semula. Nendi mengatakan, jauh sebelum PMK, satu ekor sapi bisa menghasilkan susu sebanyak 15 sampai 20 liter per hari.

Hari ini, sapi-sapi yang berhasil bertahan dari PMK baru bisa menghasilkan 2 sampai 3 liter susu perhari.

"Kalau disebut membaik ya membaik, tapi produktivitas masih belum maksimal," tuturnya.

Warga Desa Wanasuka biasa menyimpan sapi mereka di kandang yang tak jauh dari pemukiman.

Kandang tersebut berada terpencil di sebuah cekungan, lahan rendah di kelilingi daerah berbukit. Hanya memiliki jalur setapak tanah berbatu yang lumayan curam.

Kandang-kandang itu berdempet satu sama lain, tak aneh jika dilihat dari kejauhan seperti pemukiman warga.

"Sekarang tinggal 100 ekor sapi ada perah dan sapi pedaging. Jauh sebelum PMK jumlahnya 500 ekor sapi," kata Nendi.

Hingga saat ini, Nendi dan peternak yang lain masih berharap adanya uluran tangan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung terkait pengadaan sapi kembali.

"Sampai sekarang, janjinya dari Bupati mau ada bantuan berupa sapi lagi, ada pakannya serta pelet dan disinfektan belum ada," katanya.

Menggantungkan harapan pada kebijakan Bupati, kata dia, menjadi satu-satunya cara setelah badai PMK, pasalnya hampir semua warga kehilangan banyak hal.

"Berharap bantuan lebih ke sapi lagi karena tadi di sini semua hidup dari peternakan. Terus kalau mau ada bantuan harus tepat sasaran, jangan yang menang itu orang yang sama," imbuhnya.

Kini raut tegang, rasa takut dan khawatir perlahan hilang dari wajah para peternak Desa Wanasuka.

Semangat dan optimisme mulai hinggap di dada mereka, sekalipun harus memulai lagi dari nol.

Kandang-kandang yang berada di lembah belakang pemukiman pun tek seramai dulu, suara sapi yang terdengar oleh wara seperti nyaringnya harapan kini terdengar sayup.

Perlahan tapi pasti, para peternak  akan kembali membuat pagi di Desa Wanasuka riuh oleh gemanya suara sapi.

"Dulu yang bangunin warga pasti suara sapi yang rame menggema, sekarang sepi, mudah-mudahan bisa bangkit lagi," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/22/175252878/cerita-peternak-sapi-di-wanasuka-bandung-mengenang-hari-hari-buruk-badai-pmk

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com