Salin Artikel

Harga BBM Naik, Pemilik Kapal dan Peternak Ikan di Waduk Saguling Kelimpungan Penghasilan Berkurang

BANDUNG, KOMPAS.com - Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat dirasakan pemilik perahu dan peternak ikan yang ada di Waduk Saguling, Blok Sayuran, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Dengan naiknya BBM jenis Pertalite dan Solar, otomatis memangkas penghasilan mereka.

Sebab, biaya operasional semakin bertambah karena harga BBM naik, sementara penghasilan tidak mengalami kenaikan.

Seorang pemilik perahu di Waduk Saguling, Deden (29) mengatakan, dibutuhkan BBM jenis Pertalite dan Solar untuk mengoperasikan perahu bagi wisatawan yang ingin berkeliling menikmati keindahan Waduk Saguling.

"Jelas kami juga terdampak kenaikan Solar dan Pertalite ditambah belinya susah karena harus ngantre. Saat ini biaya untuk membeli BBM jadi lebih besar, penghasilan terpotong," ujarnya di Perairan Waduk Saguling, Minggu (25/9/2022).

Meski biaya operasional tinggi, Deden tak akan menaikan tarif kepada wisatawan karena khawatir akan kehilangan pelanggan. Dia berpendapat bahwa jika tarif dinaikan, belum tentu penghasilan bertambah.

Dalam sehari, dia kerap menggunakan 3 hingga 5 liter BBM jenis Pertalite ataupun Solar, sedangkan untuk penghasilan rata-rata hanya Rp 50 hingga 60 ribu per hari.

"Ongkos penumpang tetap Rp 5.000 per orang. Tapi kalau untuk wisatawan yang ingin keliling saya patok tarif Rp 50 ribu. Tapi enggak akan saya naikan karena nanti takut tidak ada penumpang yang ingin naik perahu," kata Deden.

Seorang peternak ikan jaring apung di Waduk Saguling, Mamat (60) mengatakan, dengan kenaikan harga BBM itu penghasilannya menurun karena harga pakan jadi mahal dan ongkos transportasi untuk menjual ikan juga naik, sedangkan harga ikan tidak mengalami kenaikan.

"Saya baru memanen 3 kuintal ikan nila dari kolam jaring apung. Dijual Rp 18.500 per kilogram kepada pengepul. Meski jauh dari ongkos produksi, saya tetap melepas hasil untuk menutup kebutuhan sehari-hari," ucapnya.

Mamat mengatakan, saat ini harga pakan sudah mencapai Rp 10.500 per kilogram, sedangkan ongkos jual Rp 15 ribu per kilogram. Sementara, per bulan dia kerap memasok 70 karung ikan per bulan.

"Otomatis biaya produksi membengkak, jadi pemerintah harus bisa mengendalikan harga ikan dari nelayan. Minimalnya memberlakukan standar harga Rp 24 ribu per kilogram untuk ikan mas dan Rp 22 ribu per kilogram untuk ikan nila," kata Mamat.

Jika harga ikan tersebut tidak ada kenaikan, kata dia, maka peternak ikan dan nelayan akan terus-terusan mengalami kerugian, sehingga hasil tambak pun hanya bisa untuk makan sehari-hari.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Harga BBM Naik, Pemilik Perahu dan Peternak Ikan di Waduk Saguling KBB Menderita

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/25/190129678/harga-bbm-naik-pemilik-kapal-dan-peternak-ikan-di-waduk-saguling-kelimpungan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com