Salin Artikel

Saksi Ahli dari Kominfo Sebut Doni Salmanan Bisa Dijerat UU ITE

BANDUNG, KOMPAS.com - Roni, pakar Undang-Undang ITE dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mengatakan, terdakwa kasus penipuan aplikasi investasi Qoutex Doni Salmanan bisa dijerat pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) ITE.

Hal itu ia sampaikan, ketika dimintai kesaksian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam lanjutan sidang kasus Doni Salmanan, di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Terdakwa bisa dijerat dengan pasal tersebut bila terbukti menyesatkan konsumen untuk mengikuti atau mengindahkan informasi yang disebar dan akhirnya menyebabkan kerugian konsumen.

"Titik fokusnya bukan keputusan konsumen tapi informasi yang terlebih dahulu didapatkan konsumen tersebut. Karena dia terpengaruh sehingga memutuskan untuk terus bermain dan akhirnya mengalami kerugian. Karena kalau mereka tidak memiliki atau memeroleh informasi mereka tidak akan mungkin main (trading)," katanya kepada Majelis Hakim, Kamis (29/9/2022).

Pasal tersebut, sambung dia, bisa menjerat terdakwa sekali pun terdakwa merupakan seorang afiliator.

Menurutnya, afiliator yang memamerkan kekayaan lalu diikuti banyak orang dan mengakibatkan kerugian konsumen bisa disebut menyesatkan.

Pasalnya, dalam kasus Doni Salmanan,  afiliator itu telah mengetahui jika informasi yang dia sebarkan itu tidak benar atau bohong.

"Ya kalau dia salah. Begitu pun sebaliknya. Kemudian kan hasil keterangan korban juga banyak yang dirugikan," kata dia.

Pihaknya menampik, jika platfrom digital tidak bisa terkena tindak pidana. Platfrom digital berbasis aplikasi masuk kategori peringkat elektronik yang menjadi bagian dari sistem elektronik.

"Yang kedua, sebuah aplikasi pasti memuat informasi elektronik, dapat berbentuk video atau foto dan sebagainya, yang bisa dipahami orang lain," ungkap dia.

Ia menegaskan, terdakwa Doni Salmanan terbukti mempergunakan sarana sistem elektronik.

Terdakwa, lanjut dia,  memasukkan informasi di media sosial yang dapat diakses orang lain.

"Apa yang dilakukan terdakwa itu tertera juga di Pasal 1 UU ITE," imbuhnya.

Saat ditanya apakah para korban tergolong kategori konsumen, Roni menjelaskan, makna Konsumen dalam UU ITE, sejak 21 Juli 2021 telah disepakati oleh Kominfo, Polri, dan Kejaksaan RI.

Bahwa, pasal 28 ayat 1 UU ITE membahas tentang konsumen, namum kejelasannya merujuk pada UU Perlindungan Konsumen.

"Berarti pemakai barang dan jasa, yaitu pemakai akhir, nah menurut saya platform trading digital masuk dalam kategori jasa," kata dia.

Sementara itu, saksi ahli lainnya dari Kominfo, Deden menjelaskan adanya unsur penyebaran berita bohong dalam kasus yang menjerat Doni Salmanan.

Menurutnya, yang dimaksud berita bohong adalah menyebarkan berita atau informasi yang bisa diakses banyak orang dan disebarkan saat sudah mengetahui informasi tersebut sudah tidak benar (diss informasi).

"Kalau miss-informasi berbeda dengan berita bohong, penyebar informasi menyebarkan berita atau informasi yang tidak benar tapi orang tersebut tidak tahu hal itu benar atau tidak," kata Deden.

Penyebaran berita bohong, lanjut Deden, menjadi sangat absah ketika banyak orang yang menerima info tersebut dan mengikuti atau mengindahkan.

"Bisa jadi ada berita bohong yang tidak mengakibatkan kerugian konsumen. Tapi dalam pasal 28 ayat 1 UU ITE dikatakan kerugian konsumen. Artinya setiap pemakai barang dan jasa sebagai pengguna akhir," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/29/192706378/saksi-ahli-dari-kominfo-sebut-doni-salmanan-bisa-dijerat-uu-ite

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke