Salin Artikel

Resah Limbah Pembalut Capai 26 Ton Per Hari, Mahasiswa ITB Buat Pembalut Ramah Lingkungan

BANDUNG, KOMPAS.com - Berangkat dari keresahan tingginya limbah pembalut wanita setiap hari, mahasiswa Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), Difa Ayatullah, mengeluarkan konsep pembalut ramah lingkungan.

Inovasi ini memenangkan kompetisi Falling Walls Lab Indonesia 2022, yakni kompetisi pitching ideas yang menekankan pada inovasi peserta dalam mengatasi suatu permasalahan.

“Konsep idenya muncul karena keresahan pribadi, bahwa ternyata kita menghasilkan sampah pembalut sebanyak itu," ujar Difa dalam rilisnya, Senin (3/10/2022).

Data yang ia temukan menunjukkan, 95 persen wanita Indonesia memilih menggunakan pembalut selama periode mentruasi mereka. Akibatnya, limbah pembalut yang dibuang ke lingkungan mencapai 26 ton per hari.

Satu pembalut tersebut setara dengan empat kantong plastik. Untuk terurai, sampah pembalut butuh waktu ratusan tahun.

"Satu sisi sudah berusaha mengurangi sampah dari kantong plastik. Namun di sisi lain masih ada sampah sejenis dari sumber yang berbeda," tutur Difa.

Kekhawatiran dan keresahan akan hal tersebut kemudian mengantarkannya pada ide untuk menciptakan pembalut wanita yang dapat terdegradasi secara alami dalam waktu yang relatif singkat.

Konsep yang diusung pembalut biodegradable ramah lingkungan. Pembalut ini menerapkan dua prinsip penting dari segi prototyping.

Pertama, material absorbent layer berupa kapas pada pembalut konvensional diganti menjadi material plant-based sehingga memunculkan sifat organik.

Kedua, lapisan plastik di bawah pembalut dimodifikasi menjadi material bioplastic sehingga tidak akan mencemari lingkungan.

Selain kedua aspek tersebut, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pembalut biodegradable dengan pembalut konvensional dari segi bentuk maupun kegunaannya.

Setelah melakukan serangkaian riset, Difa menemukan solusi terbaik untuk mengurangi limbah pembalut melalui penciptaan pembalut plant-based.

Dalam proses penemuan ide dan perancangannya, Difa dibantu tim Research and Development (RnD) yang terdiri dari mahasiswa lintas prodi.

Yakni Elshanti Nabiihah Salma, Wanda Ayu Puspita Ningratri, dan Fathya Alya Nurverina.

Difa mengatakan, saat mencari bahan penyerap di bagian absorbent layer mereka menemukan solusi yaitu material dari tanaman yang memberikan nilai tambah organik serta lebih aman bagi kesehatan.

Sebagai pemenang dalam Falling Walls Lab Indonesia, Difa berkesempatan untuk mewakili Indonesia dalam gelaran Global Final Falling Walls Lab yang diadakan di Jerman pada 7-9 November 2022.

Di sana ia akan melakukan pitching ulang di hadapan para panelis dan juri profesional dari berbagai bidang untuk bersaing dengan perwakilan-perwakilan dari negara lain.

https://bandung.kompas.com/read/2022/10/03/173926178/resah-limbah-pembalut-capai-26-ton-per-hari-mahasiswa-itb-buat-pembalut

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com