Salin Artikel

Bantah Desa Sugih Mukti Rawan Pangan, DPRD Kabupaten Bandung: Mereka Butuh Infrastruktur

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Sugianto membantah pernyataan Bupati Bandung Dadang Supriatna. 

Sebelumnya Dadang menyatakan, terdapat 20 desa yang masuk kategori rawan pangan. Salah satunya Desa Sugih Mukti, Kecamatan Pasrijambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Pria yang karib di sapa Sugih ini menilai, Desa Sugih Mukti tidak tergolong rawan pangan. Pasalnya, pertanian di sana cukup baik. Bahkan, warga desa beternak dan bertani.

"Saya tidak melihat itu rawan pangan sebetulnya. Kehidupan masyarakat itu sudah biasa, tapi mereka juga punya tambahan, ada ternak, ada pertanian kol," katanya ditemui di Baleendah, Kamis (6/9/2022).

Isu terkait rawan pangan dan masuknya Desa Sugih Mukti dalam kategori tersebut, merupakan isu lama. Isu tersebut santer dibicarakan pada 2012.

"Itu sudah lama isunya, sejak tahun 2012 itu sudah ada isunya kaitannya dengan rawan pangan," jelasnya.

Sugih mengaku tahu betul persoalan yang ada di Desa Sugih Mukti. Terdapat perkebunan yang dikelola swasta di desa tersebut, dikenal dengan nama Paranggong.

Produktivitas teh di perusahaan itu cukup tinggi, sehingga terjadi persaingan antara perusahaan swasta dengan hasil produksi teh yang dilakukan masyarakat lokal.

Kondisi tersebut, sambung dia, sempat membuat khawatir warga. Pasalnya, warga banyak kehilangan pendapatan lantaran kalah bersaing.

Namun, hingga kini warga di Desa Sugih Mukti masih bisa beraktivitas dan berkehidupan seperti biasanya.

"Memang sempat ada rasa khawatir, karena ada persaingan yang terjadi di sana. Namun saya lihat masyarakat masih bisa bertahan lantaran tidak mengandalkan hasik perkebunan, dan pertanian saja, mereka juga beternak," kata dia.

Untuk itu, sebaiknya pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung mulai membangun infrastruktur di desa tersebut, termasuk akses jalan.

Pasalnya, hingga kini warga yang akan beraktivitas menuju perkebunan Paranggo atau menuju lahan pertanian masih harus melintasi hutan belantara.

"Saya tegaskan tidak masuk kategori rawan pangan tapi yang harus kita perjuangkan adalah akses. Akses jalan kepada masyarakat yang ada di perkebunan Paranggo, kalau bicara Sugih Mukti, karena saya pernah ke sana, saya tahu betul wilayah itu," terangnya.

Pemda, mesti mulai berhitung ihwal pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien. Termasuk pembangunan akses jalan di desa-desa, salah satunya Desa Sugih Mukti.

"Makanya pemerintah sekarang ini harus memikirkan bagaimana mereka mendapatkan akses terutama infrastruktur yang memadai, hari ini masih kurang," paparnya.

Sugih berharap pemda betul-betul bisa mengupayakan infrastruktur di banyak wilayah di Kabupaten Bandung.

Ia menyebut, pembangunan infrastruktur yang masif akan menunjang kehidupan masyarakat dan membangkitkan banyak sektor yang menguntungkan Pemda.

"Akses infrastruktur ini harus diupayakan agar kehidupan mereka nanti ada timbal balik yang lebih dari yang selama ini berjalan," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/10/06/142658878/bantah-desa-sugih-mukti-rawan-pangan-dprd-kabupaten-bandung-mereka-butuh

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com