Salin Artikel

Saat Pemburu Liar Berkedok Pengusir Hama Ancam Satwa Langka Pegunungan Sanggabuana

KARAWANG, KOMPAS.com - Sejumlah pemburu bersenjta api dan senapan angin kedapatan berburu di Pegunungan Sanggabuana. Perburuan itu mengancam satwa langka di pengunungan yang membentang di Karawang, Purwakarta, Bogor, dan Cianjur ini.

Diketahui pada Juli 2020, ditemukan perburuan macan tutul Jawa atau Panthera pardus melas) di Pegunungan Sanggabuana. Lalu pada Agustus 2022 landak Jawa atau Manis javanica juga menjadi sasaran moncong senjata rakitan.

Solihin Fu’adi, Direktur Executive Sanggabuana Conservation Fondation (SCF) menyebut, di kawasan Pegunungan Sanggabuana yang masuk wilayah Karawang, masih banyak warga yang menyimpan senjata.

Baik senapan angin pompa, senapan angin gas, sampai senjata api rakitan jenis dorlok.

Wilayah tersebut yakni di Desa Kutalanggeng, Cintalanggeng, Cintalaksana, dan Mekarbuana Kecamatan Tegalwaru, sampai di Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan.

"Tidak bisa dipungkiri, ancaman terhadap keanekaragaman hayati Pegunungan Sanggabuana ini, salah satunya berasal dari para pemburu liar," ujar Solihin dalam keterangannya kepada Kompas.com, Rabu (12/11/2022).

Senjata api rakitan dorlok, tutur Solihin, merupakan senapan tradisional yang mekanisnya masih manual.

Jadi tidak menggunakan peluru seperti senapan pada umumnya, tetapi menggunakan mesiu dan peluru yang dimasukkan ke laras senapan secara manual.

Seperti pada hasil kamera trap milik Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) yang baru dirilis.

Tampak dalam rekaman video kamera trap bertanggal 15 September 2022 pukul 12.42.10 WIB, seorang warga membawa senapan angin jenis Pre-Charged Pneumatic Air Rifle (PCP) berada di hutan tepat di depan kamera.

Selain membawa senapan, warga terekam membawa golok. Dua jam 40 menit sebelumnya, di tempat yang sama, bermunculan puluhan kera ekor panjang (Macaca fascicularis), salah satu dari lima primata yang ada di Pegunungan Sanggabuana.

Dalam tangkapan layar kamera trap, sebelum pergi, pemburu ini terlihat menunduk dan teridentifikasi memakai ikat kepala warna biru.

Dari suara dan gerakan pada kamera trap terindikasi seperti sedang berusaha mencopot pengaman kamera trap yang dipasang.

"Untung saja, kedatangan warga yang membawa senapan dan diduga pemburu liar itu datangnya telat. Jika saja bersamaan dengan Macaca, bisa saja dia sudah memuntahkan beberapa peluru ke primata tersebut," kata Solihin.

Pihaknya, tambah Solihin, sudah sosialisasi ke warga sekitar hutan tentang larangan perburuan satwa dilindungi ini. Bahkan memasang spanduk imbauan di tiap pintu masuk hutan.

"Tapi memang kadang, pemburu datang dari luar Karawang," ujar dia.

Bulan lalu, barang bukti perburuan landak berhasil ditemukan di hutan ketika patroli bersama aparat desa Medalsari. Pemburunya diduga berasal dari kawasan Cariu dan Jonggol di Bogor.

“Barang bukti berupa 3 pucuk senapan. Satu senapan angin dan dua senjata api rakitan jenis dorlok. Ketiga senjata ini setelah berkoordinasi dengan Pak Kapolres Karawang kemudian kita serahkan ke Sat Intelkam Polres Karawang," beber dia.

Pada Minggu (1/10/2022), Solihin mengungkapkan, Sahrul Hidayat, anggota Komunitas Baraya Sanggabuana mengaku bertemu dengan 3 pemburu di jalur ke Curug Cikoleangkak.

Saat itu ia sedang mengontrol tanaman hasil rehabilitasi dan rumah bibit di Curug Cikoleangkak.

Para pemburu yang menggunakan senapan angin PCP ini mengaku berburu burung walik di Sanggabuana. Para pemburu ini masuk ke hutan Pegunungan Sanggabuana dari kawasan Wana Wisata Puncak Sempur.

Selain Sahrul, RS, fotografer hidupan liar yang sedang melakukan pengamatan burung migran di sebuah bukit di Wana Wisata Puncak Sempur juga melapor mendengar suara tembakan dari senjata api sekitar pukul 15.00 WIB pada Sabtu (8/10/2022).

Suara tembakan sebanyak tiga kali itu berasal dari dalam hutan di kawasan Pegunungan Sanggabuana.

Di sekitar kawasan penyangga hutan di Pegunungan Sanggabuana, sebagian besar masyarakat pemilik senjata api rakitan berburu babi hutan yang dianggap hama.

Namun banyak juga ditemui, perbuaruan babi sebagai mata pencaharian. Mereka menjual daging babi hasil buruannya ke bandar yang ada di Cariu dan Jonggol.

Tapi para pemburu babi ini ketika ke hutan dan menemukan satwa lain kadang juga dtembak.

SCF mendapat informasi, pemburu babi hutan mendapatkan bubuk mesiu dari bandar yang menampung daging babi hutan buruannya di Cariu dan Jonggol.

Mereka mendapat mesiu pada saat mengirim daging babi, dengan cara dipotong dari harga penjualan daging babi.

Di Cariu dan Jonggol, daging babi hasil buruan warga dihargai Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu per kilogram.

Akan tetapi, menurut Solihin, berburu babi sebagai hama harus mengantongi surat permintaan pengendalian populasi hama babi. Bisa ke kelurahan atau minta bantuan ke TNI atau Polri, atau Perbakin.

"Jadi yang diburu atau dikendalikan populasinya adalah babi hutan yang ada di sawah, ladang, atau kebun penduduk, bukan babi hutan yang ada di tengah hutan," ujar Solihin.

Solihin menyebut, berburu untuk mengendalikan hama babi juga harus mempunyai lisensi berburu, minimal terdaftar di Perbakin. Senjata apinya pun harus memiliki izin resmi.

Pengendalian populasi babi hutan di hutan, tugasnya karnivora besar yang juga ada di hutan.

Kalau babi diburu untuk dijual dan habis, pakan alami karnivora besar menjadi berkurang. Hal ini bisa memicu konflik hewan dengan manusia.

"Seperti bulan puasa kemaren, induk macan kumbang turun bersama dua ekor anaknya dan memangsa domba ternak warga," tutur dia.

Penyuluhan

Solihin menyebut, kepemilikan senjata api rakitan ini memang umum di masyarakat. Beberapa turun temurun sejak perang zaman Belanda. Kadang mereka membawa senjata ke hutan untuk berjaga-jaga kalau ketemu hewan buas.

Menurutnya, hal ini perlu penyuluhan. Sebab sesuai UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, sanksi pidana kepemilikan senjata api ilegal maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Sedangkan dalam Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2018, senapan angin, termasuk pistol angin dan air soft gun masuk dalam kategori senjata api.

Senjata itu hanya boleh digunakan di lapangan tembak untuk olahraga, tidak untuk berburu, apalagi satwa dilindungi.

Jadi, kepemilikan senapan angin pun jika tanpa izin bisa dikenai sanksi sesuai UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Sedangkan sanksi pidana berburu satwa dilindungi, sesuai pasal 50 (ayat) 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 adalah pidana kurungan penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

https://bandung.kompas.com/read/2022/10/12/154922678/saat-pemburu-liar-berkedok-pengusir-hama-ancam-satwa-langka-pegunungan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com