Salin Artikel

Cerita Sutaryo Besarkan Anaknya Penderita Hidrosefalus, 20 Tahun Tak Dapat Bantuan

Suaranya Adriansyah akan semakin kencang bila sang Ayah dengan segara akan membuatkan makanan untuknya.

"Ya gitu, kalau saya datang pasti teriak-teriak, terus makin kenceng kalau saya bikin makanan buat dia," kata Sutaryo saat ditemui, Senin (17/10/2022).

Genap 20 tahun putra bungsu Sutaryo warga Kampung Lamajang RT 03 RW 17, Desa Citereup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini menderita penyakit Hiderosepalus.

Penyakit yang tidak hanya melumpuhkan fisik Adriansyah, tapi juga membuat anggota keluarganya mesti berlapang  menerima keadaan Adri.

Kepada Kompas.com Sutaryo menceritakan kondisi Ardiansyah sejak pertama lahir, tahun 2002.

Saat lahir, kata dia, kondisi Adriansyah masih baik-baik saja tak ada tanda-tanda menderita penyakit Hidrosefalus.

"Dulu waktu lahir kondisinya belum kaya gini, masih normal kaya bayi pada umum nya aja," jelas dia.

Namun, semua berubah ketika Adriansyah berusia 8 bulan. Saat itu, putra pasangan Sutaryo dan Ibu Suwarti (55) menderita sakit panas.

Sutaryo mengatakan, kala itu Suwarti sempat membawa anaknya ke klinik, di sana Adriansyah di periksa seperti selayaknya dan dokter hanya memberikan obat penurun panas.

Dokter tersebut, kata dia, berpesan jika panas Adriansyah sudah turun segera bawa lagi ke klinik tempatnya (dokter) bekerja.

"Bilangnya gitu, kalau udah agak turun panasnya bawa lagi ke klinik, saya bawa tuh anak saya setelah agak mendingan, ternyata dokter tersebut, bukan memberikan obat atau apa malah memberikan surat rekomendasi ke Rumah Sakit untuk dioperasi," jelasnya.


Kala itu, Sutaryo tak tahu pasti putra bungsunya menderita sakit apa. Hanya saja, kata dia, dokter memintanya untuk segera melakukan operasi di rumah sakit.

Saat itu pula, kondisi kepala Adriansyah sudah mulai membesar secara perlahan. Ia mengaku, mengetahui bahwa sang anak menderita hidrosefalus baru setelah mendatangi Rumah Sakit yang menjadi rujukan.

Lantaran tak memiliki biaya, namun semangat untuk menyembuhkan Andriansyah begitu kuat, akhirnya ia dan sang istri membawa putra bungsunya ke pengobatan alternatif.

"Karena enggak ada biaya saya pake pengobatan alternatif ke Cirebon, Wonosobo, dan ke tempat lainnya," ujar dia.

Kondisi Adriansyah, lanjut dia, semakin parah. Selain kepalanya yang terus membesar, bola matanya pun sudah mulai membalik ke belakang.

Sutaryo mengakui hanya melalui operasi, kepala sang anak bisa terselamatkan. Namun, sayang biaya operasi yang tinggi serta belum adanya bantu dari siapapun, kata dia, akhirnya ia tetap mengobati anaknya di pengobatan alternatif.

"Setelah di bawa ke salah satu pengobatan alternatif bisa kembali bola matanya. Tapi kepalanya tidak mengecil, akhirnya tetap harus dioperasi," terangnya.

Adriansyah, sambung dia, baru bisa dioperasi pada tahun 2005. Saat itu, warga sekitar iba dengan kondisi Adriansyah. Akhirnya, warga sekitar patungan dan membawa Ardiansyah ke Rumah Sakit Hasan Sadikin.

"Operasinya itu pengangkatan cairan. Sekarang dari atas kepala dipasang selang sampai ke tempat buang air kecil," kata dia.

Belum pernah mendapat bantuan

Sutaryo beserta istri dan kedua anaknya, tinggal disebuah kontrakan petak sederhana di sebuah gang padat penduduk.

Pantauan Kompas.com, kontrakan yang sudah dihuni oleh Sutaryo dan keluarganya tersebut hanya berukuran 6x4 meter persegi.

Di dalamnya terdapat dua tempat tidur yang menggunakan risbang kayu, yang sengaja di pasang agak tinggi lantaran banjir kerap melanda tempat tinggal Sutaryo.

Adriansyah tertidur di salah satu tempat tidur tersebut, sementara sang kakak tidur di sebelahnya. Lantas Sutaryo dan Istri tidur di kolong tempat tidur Adriansyah dan sang kaka.

"Sebetulnya anak saya empat, dua orang di Jawa, dua orang di sini, saya ke sini udah lama daei tahun 79," katanya.


Sehari-hari Sutaryo hanya mengandalkan warung kecil-kecilan. Sementara sang istri bekerja di sebuah konveksi rumahan. Keduanya, saling melengkapi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Penghasilan yang tak seberapa dari warung dan gaji sang istri membuatnya tidka bisa membawa Ardiansyah berobat rutin.

"Bayar kontrakan Rp 250.000 sudah sama listrik, ya penghasilan seadanya, saya gak mampu bawa si bungsu berobat," kata dia.

Hingga saat ini, belum ada bantuan dari Pemerintah Daerah (Pemda) terkait pengobatan untuk Adriansyah.

Bahkan, Sutaryo sendiri belum pernah terdaftar sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan apapun, selama 20 tahun tinggal di wilayah tersebut.

"Tidak masuk dan terdaftar sebagai KPM untuk bantuan yang lainnya. Belum pernah dapat bantuan apapun, baru mendapatkan bantuan kemarin BLT Dari Dana Desa," jelasnya.

Terkahir, Sutaryo membawa putra bungsunya berobat ke Rumah Sakit  Al-Ihsan, Baleendah pada tahun 2017.

"Anaknya pengennya mah diperiksa setiap bulan tapi gak ada biaya, sekarang mah yang penting asupan anak saya terjaga," ujarnya.

Sutaryo berharap ada bantuan dari Pemda Kabupaten Bandung terkait perawatan Adriansyah.

"Anak saya bisa dikasih sehat, karena mau tidak mau ini anak saya, saya ingin lihat anak saya normal," pungkasnya.

Respons Bupati Bandung

Sementara Bupati Bandung Dadang Supriatna mengaku baru mendengar kabar tentang keberadaan Fitri Adriansyah.

Ia berjanji setelah kunjungan kerja ke Jakarta akan mendatangi rumah dari Fitri Adriansyah.

"Nanti setelah pulang dari Jakarta, saya akan jenguk adinda Adriansyah," katanya.

Tak hanya itu, ia meminta pihak Camat untuk segera mengecek keberadaan Adriansyah.

"Kita akan bantu, semua Dinas yang terkait seperti Dinsos, Dinkes juga Camat akan dikerahkan, kalau kurang dari pengobatan kita akan jamin, kalau kurang dari makanan kita akan pasok," ungkapnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/10/17/165523478/cerita-sutaryo-besarkan-anaknya-penderita-hidrosefalus-20-tahun-tak-dapat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke