Salin Artikel

6 Fakta Kasus Santri Didenda Rp 37 Juta oleh Ponpes di Kabupaten Bandung

KOMPAS.com - Kasus santri berinisial IKW (12) yang didenda pihak pondok pesantren (ponpes) sebesar Rp 37.250.000 tengah jadi sorotan publik.

Bahkan, persoalan ini juga mendapat perhatian dari para pejabat daerah Jawa Barat (Jabar), termasuk Wakil Gubernur (Wagub) Jabar, Uu Ruzhanul Ulum, dan Bupati Bandung, Dadang Supriatna.

Kasus ini terkuak usai Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, mengungkapkan bahwa mereka sedang mendampingi anak usia 12 tahun asal Rajapolah, Tasikmalaya.

Anak itu dijatuhi denda oleh pihak pesantren tempatnya menimba ilmu, Ruuhul Qur'an Mumtaz (RQM), yang terletak di Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jabar.

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto mengatakan, orangtua beserta anak yang dikenai denda itu melaporkan masalah yang menjerat mereka sekaligus meminta perlindungan ke Kantor KPAID Kabupaten Tasikmalaya, pada Jumat (4/11/2022).

Penyebab denda

Ato menjelaskan, anak itu dijatuhi denda lantaran sudah tiga kali kabur dari pesantren dengan alasan tidak betah.

Adapun jumlah denda yang ditagihkan kepada orangtua anak itu didapat berdasarkan perhitungan Rp 50.000 per hari dikalikan banyaknya hari anak itu mondok di pesantren tersebut, yaitu 745 hari, maka hasilnya adalah Rp 37.250.000.

"Padahal sesuai keterangan orangtua anak ke kami (KPAID Kabupaten Tasikmalaya), awal mula belajar di pesantren itu tidak bayar alias gratis. Cuman sempat dibilang, kalau anak tak selesai pendidikannya akan ada denda," kata Ato, Sabtu (5/11/2022).

"Namun, orangtua anak tidak diberitahu jumlah denda sampai akhirnya kaget harus bayar denda sampai Rp 37 juta lebih," imbuhnya.

Ato pun berjanji, KPAID akan mendampingi korban dan mengonfirmasi persoalan tersebut kepada pihak ponpes.

Denda disepakati orangtua santri

Pengasuh Ponpes RQM, Abu Haikal, membenarkan pihaknya telah memberikan hukuman berupa denda kepada IKW karena sering kabur dari pesantren selama dua tahun terakhir.

Haikal berdalih, denda diberlakukan agar santri berkomitmen menyelesaikan pendidikannya, dan tidak keluar masuk seenaknya karena pesantren itu tidak memungut biaya alias gratis.

Dia mengaku, para orangtua santri pun telah mengetahui soal adanya denda tersebut sejak masa pendaftaran dan menandatangani kesepakatan itu di atas materai.

"Salah satu poinnya yaitu santri harus menyelesaikan studi selama di RQM. Kalau berjalannya waktu santri tersebut macet di jalan, tidak mau melanjutkan, maka secara otomatis di situ tertera denda administrasi satu hari Rp 50 ribu," ujar Haikal.

"Santri itu kan sudah di sini selama dua tahun, kami juga sudah menghitung akhirnya keluarlah angka puluhan juta itu. Tanpa ada yang dikurangi, tanpa ada yang dilebih-lebihkan," lanjutnya.

Haikal menuturkan, aturan tersebut mulai diberlakukan sejak munculnya anggapan dari masyarakat di sekitar yang menilai Ponpes RQM gratis dan bisa keluar masuk seenaknya.

"Kita hanya minta komitmen, anak yang masuk di sini harus tetap komitmen dari awal sampai selesai sekolah. Kalau sudah selesai kita kasih semua ijazahnya," ucap Haikal.

"Selain komitmen untuk bisa menjadi hafiz, ketentuan di sini tidak boleh keluar masuk. Kenapa bisa berlaku? Karena banyak masyarakat yang menganggap pondok ini gratis. Jadi keluar masuk sebebasnya, tanpa kompromi. Berjalannya waktu, kami bikin aturan yang paten di lembaga ini," terangnya.

Tunggu itikad baik orangtua

Haikal menceritakan, usai denda itu disampaikan kepada orangtua IKW, ibu santri itu langsung menghubungi istri Haikal untuk meminta keringanan.

Akan tetapi, Haikal melarang istrinya membalas pesan tersebut dengan tujuan agar orangtua IKW datang dan berdiskusi langsung dengan pihak pesantren.

"Kalau niatnya baik, dia datang ke pondok dong, hargai kami, komunikasi dulu dong. Kami ini lembaga, setiap lembaga punya aturan yang real. Nah, dia belum konfirmasi ke kami, ini malah main lapor-lapor. Padahal, selama dua tahun kami yang biayai anaknya sekolah," ujarnya.

Menurutnya, IKW bukanlah santri pertama yang kabur dari Ponpes RQM, namun sebelumnya tak pernah menjadi masalah sebesar sekarang.

"Alhamdulillah orangtua yang lain punya iktikad baik, datang ke sini, malahan minta dispensasi, ya kita berikan dispensasi, tapi dengan syarat boleh dikurangi, tapi jangan dicicil. Itu ada keringanan dari kami. Kalau mau cicil, ya tidak boleh dikurangi," sambungnya.

Dia menjelaskan, IKW kabur dan tidak mengikuti kegiatan di ponpes sebanyak tiga kali, padahal sudah mondok selama dua tahun.

"Iya, dia kayaknya tidak betah, terus anaknya juga agak bandel," kata Haikal.

Tanggapan orangtua

Ibu korban, RSN (31) membenarkan, dia telah menerima surat resmi dari ponpes RQM yang menyatakan bahwa anaknya dijatuhi hukuman berupa denda disiplin.

Dia pun mengakui bahwa anaknya telah kabur dari Ponpes sebanyak tiga kali, bahkan sebelumnya memilih menginap di rumah warga di Bandung ketimbang pulang ke rumahnya di Tasikmalaya.

"Kalau alasan lainnya tidak bilang, tidak betah saja alasannya. Saya pun awalnya tidak tahu sekolah yayasan tersebut di mana," ucap ibu korban.

"Awalnya memang bilang gratis, cuma memang jika sebelum anak saya tamat belajar sudah pulang, ada denda. Akan tetapi, tidak dibilang biaya dendanya berapa," jelasnya.

Diancam akan ditutup

Wagub Jabar, Uu Ruzhanul Ulum, turut angkat bicara mengenai persoalan ini. Dia mengancam akan menutup ponpes yang 

mendenda santrinya hingga mencapai Rp 37.250.000.

"Kalau masih memberlakukan aturan ngaco seperti ini, saya akan tutup," kata Uu kepada Kompas.com, Senin (7/11/2022).

Dia mengingatkan, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan untuk mengajarkan pendidikan agama sesuai ajaran para ulama, bukan untuk mencari keuntungan.

“Mendirikan pesantren itu jangan untuk cari untung. Kalau mau, jangan pesantren, karena kalau pesantren ada denda seperti itu, tidak pantas dan elok. Tujuan pesantren adalah untuk mencetak imamal muttaqin, ulama, mengajar di pesantren, dan lembaga keagamaan,” jelasnya.

Selain itu, dia pun meminta kepada orangtua korban tidak membayar denda yang diminta oleh pihak yayasan ponpes.

“Silakan boleh orangtua dan santrinya menghadap saya ke Manonjaya. Kami sebagai panglima santri akan mendatangi pesantrennya, mempertanyakan, kenapa bisa sampai ada denda? Kayak bayar pajak saja didenda. Saya minta ke orangtua santri jangan bayar denda. Ini sudah keterlaluan," tegasnya.

Tanggapan Bupati Bandung

Sementara itu, Bupati Bandung, Dadang Supriatna mengaku bahwa persoalan itu juga menjadi perhatiannya, mengingat ponpes tersebut berada di wilayah yang dipimpinnya.

"Kami selaku pemerintah daerah (Pemda) juga berwenang untuk melakukan koordinasi. saya akan segera mengundang (pihak Ponpes RQM), bekerja sama dengan kemenag. Jangan sampai terjadi permasalahan yang seperti itu lagi," ujar Dadang.

Menurut Dadang, sanksi yang dijatuhkan kepada santri seharusnya dapat berupa pembentukan karakter, agar para santri bisa belajar dengan giat.

"Saya ingin pesantren itu mengedepankan sesuatu yang baru, sehingga bukan hanya sebagai santri setelah keluar dari pesantren itu, tapi juga menjadi entrepreneur," pungkasnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Tasikmalaya, Irwan Nugraha, Kontributor Bandung, M. Elgana Mubarokah | Editor: Ardi Priyatno Utomo, Gloria Setyvani Putri, Teuku Muhammad Valdy Arief)

https://bandung.kompas.com/read/2022/11/08/075047978/6-fakta-kasus-santri-didenda-rp-37-juta-oleh-ponpes-di-kabupaten-bandung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke