Salin Artikel

Cerita Pemulung Sampah di Bantaran Sungai Citarum, Mengais Rezeki hingga Dianggap Pahlawan

Sungai purba yang lekat dengan tanah Sunda ini sudah puluhan tahun kerap mengamuk dan meluap membanjiri rumah warga, terutama di tiga Kecamatan seperti Kecamatan Baleendah, Kecamatan Banjaran dan Kecamatan Bojongsoang.

Namun belum tentu bagi Maman Suhendar (43) warga Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Banjir yang menjadi hantu menakutkan bagi sebagian warga Kelurahan Andir itu telah membuatnya mampu bertahan di tengah himpitan ekonomi.

Sampah-sampah plastik yang kerap ikut hanyut menuju aliran Sungai Cisangkuy baginya adalah barang berharga.

Setiap sampah minuman kemasan berbahan plastik selalu ia kumpulkan di sepanjang aliran Sungai Cisangkuy.

"Memang kalau hujan, dari hulunya pasti ada sampah yang terbawa, banyak pisan (sekali) jenisnya," katanya ditemui, Kamis (10/11/2022).

Sampah pelbagai jenis itu, ia kumpulkan menggunakan perahu sampan yang dibelinya dari pengrajin perahu beberapa tahun yang lalu.

Kendati perahunya sudah repot dan penuh tambalan, Maman tetap saja menggunakannya untuk mengais rezeki di atas Sungai Cisangkuy.

Ia tak punya pilihan, selain tak memiliki anggaran untuk membeli perahu baru, hidup yang pas-pasan membuatnya hanya berharap perahunya bisa bertahan untuk waktu yang belum bisa ditentukan.

"Gini saja kadang ditambal sendiri, pakai kayu-kayu dari tetangga misal, atau yang saya dapet dari sungai, kan sampah yang datang ini bukan hanya plastik," ujarnya.


Maman memulai aktivitasnya sejak pukul 08.00 WIB, hingga siang hari setidaknya pukul 12.00 WIB.

Sehabis membantu istrinya di rumah dan setelah mengantarkan dua anaknya sekolah, barulah ia menjalankan pekerjaannya.

Tidak ada sejengkal pun anak Sungai Citarum itu yang belum dijamahinya. 

Demikian pula dengan sampah-sampah yang berserakan di sela-sela bantaran, tidak pernah luput dari jangkauannya.

Berbekal dua buah karung berukuran besar serta kail yang terbuat dari besi, Maman mengitari sungai secara perlahan. 

Suka duka pun ia hadapi sekalipun itu erat hubungannya dengan arus sungai yang deras.

"Kadang kalau lagi bersih ya masuk ke jalur Sungai Citarum nya, kalau lagi banyak sampah yang ke bawa paling dua kilometer juga sudah aman," tambahnya.

Jika nasib sedang baik, hanya dalam waktu dua jam, karung yang dibawanya bisa penuh dengan sampah berbahan plastik.

Setiap sampah yang didapat tidak langsung dijual ke pengepul, ia kerap memilih, membersihkan dan merapihkan terlebih dahulu.

Pasalnya, jika di jual dalam keadaan kotor, kata dia, harganya akan menurun.

Aktivitas membersihkan sampah tersebut, kadang dilakukan sendiri atau dibantu oleh sang istri.

"Harus dibersihin dulu biar harganya lumayan, ada pengepul yang memang membutuhkan sampah plastik buat daur ulang, nah di sana itu harganya lumayan bisa sampai Rp 20.000 per kilo, tapi mintanya bersih gitu, sampahnya itu bekas minuman kemasan biasanya," jelas dia.


Tidak sampai disitu, setelah selesai mengumpulkan sampah di sepanjang Sungai Cisangkuy, Maman kerap melanjutkan mencari rezeki dengan menjadi tukang parkir di salah satu minimarket dekat Pasar Baleendah.

Hasil parkir, memang tak seberapa, sebab dia hanya mengisi shift sore hingga malam, bergantian dengan rekannya. Namun, ia tetap mensyukuri itu.

Jika digabungkan dengan sampah yang dipungut olehnya di bantaran sungai Cisangkuy, dalam sehari ia hanya memiliki penghasilan Rp 70.000.

"Kalau udah ada satu kilo alhamdulillah dapet Rp 20.000 ditambah bantu parkir, kadang kalau lagi bagus ya dapat Rp 70.000 bersyukurlah saya mah," tuturnya.

Saat ini Maman, tingga bersama istri dan kedua putrinya di rumah peninggalan orangtuanya.

Kedua orang tuanya, kata dia, tidak meninggalkan harta yang melimpah. Ia bersyukur, sebagai anak tunggal dibekali rumah yang sederhana, meskipun kerap di landa banjir.

"Ya bersyukur, penghasilan saya buat sehari-hari, tinggal di rumah orangtua yang sudah pada meninggal, ya enggak bagus-bagus amat tapi alhamdulillah bisa dipakai neduh, tapi ya gitu sering kebanjiran," imbuhnya.

Maman sudah tidak melihat banjir sebagai malapetaka, sudah sejak kecil ia akrab dengan banjir Bandung Selatan.

Meski kerap mengeluhkan soal banjir tersebut, lambat laun rasa itu sudah gugur.

Apalagi, kini ia harus memanfaatkan Sungai Citarum sebagai mata pencahariannya.

"Ah sudah biasa, sudah cape berharap adanya perbaikan juga, meskipun sekarang itu ada Sodetan, Kolam Retensi, tapi ya tetep rumah saya kebanjiran, sekarang mah saya nikmati saja dan terus cari rezeki," kata dia.


Genap enam tahun, Maman menjalani profesinya sebagai tukang mulung di sepanjang aliran Sungai Cisangkuy.

Sebuah pekerjaan yang oleh sebagain orang dianggap rendahan dan erat dengan kemiskinan itu tetap ia jalani.

Maman sudah tidak mengenal malu, gengsi atau kata ganti lainnya. Baginya menghidupi anak dan istri menjadi prioritas ketimbang mempertimbangkan penilaian sosial dari masyarakat.

"Enggak ah, biasa saja, mungkin ada yang mencemooh atau merendahkan, tapi saya mah lurus saja, yang penting halal," tambah dia.

Ia menceritakan, pekerjaannya bukan tanpa risiko, di tengah perahu yang terlihat sudah tidak layak, jauh dari kata aman, dan muatan yang kadang membuat perahu tak seimbang.

Maman terkadang merasa was-was, apalagi ketika hujan lebat dan arus sungai mulai deras.

"Wah kalau lagi deras juga saya was-was, kadang mengayuh itu harus ekstra, kalau gak tahu ilmunya dan gak tahu caranya udah bisa ke bawa arus kita," kata Maman.

Mulai dari perahu yang mengalami kebocoran di perjalanan, bertemu ular berukuran besar, hingga menemukan mayat pernah ia alami.

Namun, itu semua tak membuatnya gentar, ia tetap saja mengais rezeki untuk menghidupi keluarga.

"Kalau bocor mah udah sering, tapi sekarang mah sudah enggak panik, kalau harus lompat dan berenang demi keselamatan apa boleh buat," katanya.

Kala hujan deras dan banjir yang melanda masyarakat cakupannya cukup luas, para relawan dari pelbagai lembaga kerap meminta tenaganya untuk membantu mengevakuasi warga yang terjebak.

"Kadang suka bantu juga kalau emang lagi parah banjirnya, bersyukur juga sering diminta bantuan, yakin aja kalau bantu orang yang kesulitan kita juga pasti dipermudah waktu cari bantuan," beber dia.

Berjasa dalam mengurangi sampah

Tak hanya sampah plastik yang memiliki nilai jual yang kerap Maman ambil dari badan sungai, tapi sampah-sampah yang tak bernilai pun pasti diangkut.

"Kalau yang ukurannya besar ya pasti diangkut, kalau gan di naikan ke jalan ya saya buat ke TPS," bebernya.

Ibu Rodiah (38) yang kerap melihat aktivitas Maman mengatakan, kagum dengan keberanian dan apa yang di lakukan Maman di sepanjang Sunga Cisangkuy.

Ia memastikan, sosok Maman pasti ada di sungai sejak pagi sampai siang hari. Tak hanya musim kemarau, musim hujan sekalipun, kata dia, Maman selalu ada membersihkan sampah-sampah di bantaran sungai.

"Dia mah pasti ada, kerjanya sambil bersihin sampah juga," kata Rodiah.


Rodiah menyebut sampah yang dibawa oleh aliran sungai kerap bertumpuk dan menyumbat di kolong jembatan yang menyambungkan Kampung Muara dan Kampung Andir.

"Pak Maman, pasti ada di kolong tuh ngebersihin, diakui atau enggak juga beliau banyak membantu, mudah-mudahan Pak Maman sehat dan berkah hidupnya," kata dia.

Pun dengan Sari Ismayati (34) warga sekitar. Ia menyebut, Maman merupakan sosok yang patut dicontoh.

Sari menyebut, tak sedikit warga yang tergerak hatinya ketika Maman sedang berada di sepanjang sungai memunguti sampah.

"Banyak yang suka langsung, ikutan, apalagi kalau sampahnya banyak tuh di kolong jembatan," ujar Sari.

Tak hanya itu, ketika ada kegiatan kerja bakti untuk membersihkan sampah di sekitaran badan sungai, Maman, kata Sari, sudah ada sejak pagi.

"Wah kalau ada kerja bakti mah, beliau kaya yang gak perlu di suruh, langsung aja udah ada di sungai," beber dia.

https://bandung.kompas.com/read/2022/11/10/142343378/cerita-pemulung-sampah-di-bantaran-sungai-citarum-mengais-rezeki-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke