Salin Artikel

Upacara Adat Nyangku di Panjalu: Sejarah, Tujuan, dan Pelaksanaan

KOMPAS.com - Masyarakat mengenal upacara adat Nyangku sebagai sebuah bentuk warisan budaya tak benda di tingkat nasional dari Kabupaten Ciamis.

Upacara adat Nyangku adalah rangkaian prosesi adat penyucian benda-benda pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora dan Para Raja serta Bupati Panjalu di Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Benda-benda pusaka tersebut antara lain Pedang Zulfikar, Cis, Keris Komando, Keris, Pancaworo, Bangreng, Goong kecil, Kujang, Trisula dan beberapa pusaka lain yang tersimpan di Pasucian “Bumi Alit”.

Pelaksanaan upacara adat ini bukanlah hal yang baru karena tradisi ini telah ada sejak zaman Kerajaan Panjalu.

Upacara adat Nyangku masih digelar tiap tahun di hari Senin atau hari Kamis terakhir Bulan Maulud (Rabiul Awal) sebagai bentuk penghormatan pada leluhur atau Raja Panjalu.

Sejarah upacara adat Nyangku

Nama tradisi ini berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu “yanko“ yang artinya membersihkan, yang kemudian dilafalkan oleh masyarakat Sunda sebagai “nyangku”.

Dalam bahasa Sunda, Nyangku adalah singkatan dari “nyaangan laku” yang artinya menerangi perilaku.

Tradisi Nyangku konon telah dilaksanakan sejak zaman pemerintahan Prabu Sanghyang Borosngora.

Semasa memerintah, Prabu Sanghyang Borosngora menjadikan prosesi adat Nyangku sebagai salah satu media syiar agama Islam bagi rakyat di Kerajaan Panjalu dan sekitarnya.

Selanjutnya Nyangku menjadi adat istiadat dan kebudayaan yang khas dari Panjalu yang tetap dilestarikan hingga saat ini.

Tujuan upacara adat Nyangku

Maksud dari upacara adat Nyangku adalah untuk mengenang jasa Prabu Sanghyang Borosngora yang telah menyampaikan ajaran Islam kepada rakyat dan keturunannya.

Masyarakat Panjalu percaya bahwa di samping melestarikan tradisi warisan leluhur, di balik upacara adat tersebut terdapat nilai-nilai yang baik bagi kehidupan mereka.

Dengan membersihkan benda pusaka tersebut, dianggap sebagai penghormatan terhadap leluhur Panjalu yang telah menyebarkan agama Islam sekaligus sebagai simbol membersihkan diri.

Lebih lanjut, pelaksanaan upacara adat Nyangku menjadi waktu untuk berpikir dan mengevaluasi diri dengan cara mengkritisi diri sendiri, dan mengakui perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan norma adat dan norma agama,

Selain itu, upacara adat Nyangku menjadi salah satu upaya agar keturunan Panjalu dapat menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Pelaksanaan upacara adat Nyangku

Penyelenggaraan Upacara Adat Nyangku saat ini dilaksanakan oleh Yayasan Borosngora yang didukung oleh sesepuh Panjalu, Pemerintah Desa Panjalu, para tokoh masyarakat, juru kunci makam keramat, keturunan Raja Panjalu dan pihak terkait lainnya.

Sebelum dimulai, dilakukan pengambilan air suci untuk membersihkan benda-benda pusaka yang berasal dari tujuh sumber mata air.

Sumber mata air tersebut antara lain Sumber Air Situ Lengkong, Sumber Air Karantenan Gunung Syawal, Sumber Air Kapunduhan (Makam Prabu Rahyang Kuning), Sumber Air Cipanjalu, Sumber Air Kubang Kelong, Sumber Air Pasanggrahan, Sumber Air Bongbang Kancana, Sumber Air Gunung Bitung, dan Sumber Air Ciomas.

Air yang telah diambil akan disimpan di dalam tempat khusus dan ditawasul (diberi doa) oleh para santri selama 40 hari hingga hari pelaksanaan upacara adat Nyangku.

Baru kemudian dilaksanakan prosesi penyerahan tirta kahuripan dari sesepuh adat pengambil air kepada Ketua Yayasan Borosngora sebagai penanggung jawab pelaksanaan Upacara Adat Nyangku.

Selain itu disiapkan pula tujuh macam sesaji yang didampingi oleh tujuh macam minuman.

Di malam sebelum upacara adat Nyangku, dilakukan pengajian dan pembacaan Sholawat Nabi di Pasucian “Bumi Alit” yang biasanya diramaikan dengan tradisi Gembyung dan Debus.

Pada hari perayaan, benda-benda pusaka yang tersimpan di Pasucian “Bumi Alit” dikirab menuju ke Pulau Nusa Gede yang berada di tengah danau yang bernama Situ Lengkong.

Benda-benda pusaka utama dibawa dengan cara digendong seperti menggendong bayi oleh keturunan Raja Panjalu yang ditunjuk oleh Putra Mahkota Raja Panjalu yang menjabat sebagai Ketua Yayasan Borosngora.

Perjalanan kirab tersebut juga diiringi dengan irama gembyung (rebana) dan pembacaan sholawat Nabi.

Sampai di Pulau Nusa Gede benda-benda pusaka satu persatu mulai dibuka dari kain putih pembungkusnya, untuk selanjutnya dibersihkan dengan air dan jeruk nipis yang telah disiapkan.

Pembersihan benda-benda pusaka dimulai dengan pedang pusaka Prabu Sanghyang Borosngora dan dilanjutkan dengan pusaka-pusaka lainnya hingga selesai.

Setelah benda-benda pusaka itu dibersihkan, kemudian diolesi dengan minyak kelapa yang dibuat khusus untuk keperluan upacara adat Nyangku.

Setelah itu barulah benda-benda pusaka ini kembali dibungkus dengan lilitan janur dan tujuh lapis kain putih, untuk kemudian diikat dengan memakai tali dari benang boeh.

Benda-benda pusaka yang telah dibungkus kemudian dikeringkan dengan asap kemenyan.

Setelah semua prosesi selesai,benda-benda pusaka tersebut kembali diarak untuk di simpan kembali di di Pasucian “Bumi Alit”.

Sumber:
disbudpora.ciamiskab.go.id 
kebudayaan.kemdikbud.go.id 
jabar.antaranews.com 
bobo.grid.id 

https://bandung.kompas.com/read/2022/11/28/181121678/upacara-adat-nyangku-di-panjalu-sejarah-tujuan-dan-pelaksanaan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com