Salin Artikel

Mantan Walkot Cimahi Didakwa Suap Eks Penyidik KPK Rp 507 Juta

Uang itu diberikan untuk pengurusan penanganan kasus korupsi.

Jaksa KPK Agung Satria Wibowo mengatakan penyuapan oleh Ajay kepada Robin diduga terjadi pada Oktober 2020. 

Suap diberikan saat Ajay mengetahui terkait adanya kegiatan penyelidikan yang dilakukan KPK di wilayah Bandung Raya.

"Yaitu agar Stepanus Robin Pattuju baik secara langsung maupun tidak langsung mengurus kasus hukum terkait penyelidikan yang dilakukan KPK atas dugaan tindak Pidana korupsi di wilayah Bandung Raya yang di antaranya Kota Cimahi pada tahun 2019-2020 supaya tidak melibatkan terdakwa," kata Agung di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/11/2022), seperti dilansir Antara.

Ajay kemudian menghubungi Stepanus melalui perantara Syaeful Bahri. Kemudian, Ajay dan Stepanus sepakat untuk bertemu di sebuah hotel di Jakarta Selatan.

Setelah bertemu di hotel tersebut, Ajay kemudian menanyakan kepada Stepanus terkait penyelidikan KPK yang sedang dilakukan di Bandung Raya. Saat itu, Ajay disebut sudah menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta.

"Atas hal ini, Stepanus Robin Pattuju membenarkannya. Stepanus mengatakan bahwa dirinya dapat membantu mengamankan terdakwa asalkan terdakwa menyediakan uang sebesar Rp 1,5 miliar," tutur jaksa.

Namun atas permintaan itu, Ajay merasa keberatan dan hanya menyanggupi memberikan uang sebesar Rp 500 juta kepada Stepanus.

Kemudian, Stepanus menyetujui niat pemberian uang sebesar Rp 500 juta dari Ajay.

"Terdakwa lalu memberikan uang sejumlah Rp 100 juta di dalam tas yang telah dibawanya tersebut sebagai pembayaran awal kesepakatan mereka dan berjanji akan menyerahkan sisa uang kesepakatan mereka pada keesokan harinya," ucap dia.

Kemudian, Ajay pun menyerahkan uang senilai Rp 387 juta pada di hari selanjutnya setelah pemberian uang pertama itu, di hotel yang sama.

Lalu sekitar 10 hari setelahnya, Ajay pun melunasi janji pemberian uang kepada Stepanus dengan memberikan sebesar Rp 20 juta.


Pemberian ketiga itu, menurut jaksa, dilakukan di rumah makan yang berada di Kota Bandung setelah sebelumnya Stepanus menagih janji Ajay.

"Bahwa perbuatan terdakwa yang telah memberikan uang seluruhnya sejumlah Rp507 juta," kata jaksa.

Ajay didakwa Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebelumnya, mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju oleh Pengadilan Negeri Jakarta divonis 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp2.322.577.000.

Stepanus bersama dengan rekannya advokat Maskur Husain terbukti menerima suap senilai Rp11,025 miliar dan 36.000 dolar AS (sekitar Rp513 juta) sehingga totalnya sebesar Rp 11,5 miliar terkait pengurusan lima perkara dugaan korupsi di KPK.

Uang suap itu di antaranya diterima dari mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial sebesar Rp 1,695 miliar, mantan Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Golkar Azis Syamsudin dan mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado sebesar Rp 3,613 miliar.

Kemudian dari mantan Wali Kota Cimahi sebesar Rp 507 juta, narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan Usman Effendi sebesar Rp 525 juta, dan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebesar Rp 5,1 miliar.

https://bandung.kompas.com/read/2022/11/30/174025878/mantan-walkot-cimahi-didakwa-suap-eks-penyidik-kpk-rp-507-juta

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com