Salin Artikel

Kawanan Monyet Ekor Panjang Turun ke Permukiman di Bandung, BBKSDA: Dia Mencari Makan

BANDUNG, KOMPAS.com - Kepala Sub Bagian Humas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Halu Oleo, angkat bicara soal kawanan monyet ekor panjang yang turun ke pemukiman warga.

Seperti diketahui beberapa monyet mengagetkan warga Komplek Bumi Langgeng, Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Senin (12/12/2022) kemarin. Kawanan monyet ini pun mengambil makanan warga. 

Halu menjelaskan, perlu dilakukan pengecekan terlebih dahulu untuk memastikan asal muasal monyet tersebut.

Untuk memastikan apakah kawana monyet ekor panjang tersebut berasal dari alam liar atau peliharaan yang lepas. Karena itu pihaknya perlu mendatangi lokasi dan memetakan lingkungan sekitar tempat turunnya kawanan monyet ekor panjang tersebut.

"Saat saya konfirmasi ke temen-temen di wilayah, rencana saat ini akan melakukan pengecekan di lokasi untuk mengetahui apakah monyet tersebut benar keluar dari habitatnya, atau monyet yang lagi keluar mencari makanan," katanya dikonfirmasi, Selasa (13/12/2022).

Kawanan monyet ekor panjang yang hanya berjumlah 5 ekor tersebut, kata dia, merupakan kelompok kecil.

Biasanya, koloni monyet ekor panjang dalam satu kelompok bisa berjumlah puluhan, bahkan ratusan.

"Kalau monyet memang dia berkelompok yah. Makanya itu masih dalam kelompok kecil," terang dia.

Pihaknya belum bisa memastikan apakah Gunung Manglayang yang berdekatan dengan Komplek Bumi Langgeng tersebut merupakan habitat dari kawanan monyet ekor panjang tersebut.

Pasalnya, Gunung Manglayang bukan merupakan wilayah konservasi dari BBKSDA .

Sekalipun, jenis monyet ekor panjang masuk dalam kategori hewan liar yang tidak dilindungi, tetap saja kewenangan penanganan satwa liar ada di BBKSDA.

"Nah itu yang perlu di cek lokasi, dan bisa ditanyakan ke pengelola Gunung Manglayang. Karena manglayang bukan dalam pengelolaan BBKSDA Jabar," tuturnya.

Halu menyebut, tak menutup kemungkinan jika kawanan monyet ekor panjang itu kehabisan sumber makanan di alam bebas.

Akan tetapi, ia tak bisa memastikan apakah benar jika di dalam hutan monyet jenis tersebut sudah kehabisan sumber makanan.

"Sumber makanan di dalam kurang, ya bisa jadi. Namanya satwa juga ingin mempertahankan hidup. Tetapi kan kita tidak bisa memastikan untuk saat ini apakah di dalamnya kurang," imbuhnya.

Dugaan sumber makanan bagi monyet ekor panjang ini berkurang bukan tanpa alasan. Halu melihat, kawanan monyet tersebut datang sebanyak dua kali yakni  sejak pukul 10.00 WIB dan datang kembali pada pukul 13.00 WIB.

"Kemungkinan itu  aktivitas dia mencari makan. Nanti tinggal dilihat di sana apakah ada perlakuan-perlakuan yang memancing satwa tersebut untuk datang kesitu," ungkap dia.

Halu juga menanggapi soal kawanan monyet ekor panjang yang datang secara tiba-tiba dan agresif.

Menurutnya, setiap satwa liar pasti memliki insting bertahan masing-masing. Hal itu juga dimiliki oleh monyet ekor panjang.

Monyet jenis tersebut akan sangat agresif manakala wilayah teritorialnya terganggu.

"Monyet makaka atau monyet ekor panjang itu, misalnya ada manusia mencoba mengambil anaknya. Itu monyet akan nyerang, sama dengan manusia," tambah dia.

Perubahan Perilaku

Terkait kawanan monyet ekor panjang yang datang dan mencuri makanan milik warga seperti tahu iIsi, pepaya, hingga lainnya, bisa terjadi lantaran adanya perubahan perilaku. 

Ia memaparkan, jika terjadi penjarahan oleh sekolompok hewan liar, termasuk jenis monyet ekor panjang, patut diduga ada kebiasaan yang mengubah perilaku monyet.

"Apakah dia suka diberi makanan, istilahnya kalau di hutan liar monyet itu tidak akan turun dan tidak akan mengganggu. Tapi ketika ada perilaku masyarakat atau mencoba mengubah dengan memancing memberikan makanan, itu akan mengubah perilaku si monyet itu secara tidak sadar. Sehingga mungkin dia merasa nyaman dengan cara begini, makanya dia akhirnya mencari makanan dengan cara begitu," tuturnya.

Agar dapat dipastikan bahwa kawanan monyet tersebut memiliki perubahan perilaku, harus dilakukan pengecekan lokasi dan kondisi monyet tersebut.

Selain itu, perubahan perilaku tersebut juga bisa didasarkan pada peta konflik antara hewan liar dan manusia.

Halu mengungkapkan, tak menutup kemungkinan bila habitat asli kawanan monyet ekor panjang tersebut sudah ada aktivitas manusia.

Biasanya, hewan liar pasti tertarik dengan aktivitas manusia yang berdekatan dengan habitat asli hewan liar.

"Contohnya menanam tanaman yang menarik satwa tersebut, maka satwa tersebut keluar. Dia kan tidak tahu apakah kawasannya, tahunya kan ada hal-hal yang membuat dia menggapai makanan tersebut," tambahnya.

Dikaitkan dengan Bencana

Halu menyangkal, jika kawanan monyet ekor panjang tersebut datang dan turun ke pemukiman warga karena adanya isu bencana alam, seperti pergerakan sesar lembang atau sesar Cileunyi.

Jika dihubungkan dengan bencana gempa bumi atau yang lainnya, sambung dia, semua hewan liar yang ada di Gunung Manglayang bisa ikut turun.

"Oh enggak ada. Kan banyak juga banyak monyet yang lain-lain biasanya gitu. Tapi gak ada hubungannya dengan gempa, kalau misalnya dihubungkan mungkin hampir semua satwa yang ada di dalam kawasan itu dapat keluar. Gak ada hubungannya," jelas dia

Halu berharap, masyarakat tidak terlalu khawatir terkait adanya kawanan monyet ekor panjang yang turun ke pemukiman warga.

Sebab pada dasarnya, kawanan monyet ekor panjang tersebut tidak akan menganggu warga, apabila tak ada faktor pendukung.

"Yang paling penting masyarakat kalau ada itu, jika itu murni satwa liar, ya kita menghindar saja. Dia sebetulnya tidak mengganggu manusia," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/12/13/135348678/kawanan-monyet-ekor-panjang-turun-ke-permukiman-di-bandung-bbksda-dia

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke