Salin Artikel

Demo Mahasiswa Tolak KUHP di DPRD Cirebon Berakhir Ricuh

Mahasiswa terlibat saling dorong dengan polisi, hingga saling terjatuh. Mahasiswa menilai sebagian pasal UU KHUP cacat, dan membuat iklim demokrasi Indonesia mundur.

Pantauan Kompas.com di lokasi, sejumlah mahasiswa terlibat saling dorong dengan petugas polisi di Jalan Siliwangi Kota Cirebon.

Mahasiswa terus berusaha menembus barisan polisi yang berjaga tepat di depan gerbang gedung DPRD.

Mereka meminta polisi untuk membuka barisan dan juga membukakan pagar Gedung DPRD dapat masuk halaman serta menyampaikan aspirasi kepada ketua dan anggota dewan di dalam lingkungan DPRD.

Namun petugas polisi, tetap membuat barisan dan berjaga, hingga terjadi aksi saling dorong dan beberapa orang terjatuh.

Mahasiswa juga meluapkan kekesalannya dengan memasang spanduk penolakan di pagar dan gerbang DPRD.

Tidak hanya itu, mereka membakar tiga ban bekas serta replika keranda mayat sebagai simbol matinya demokrasi.

Andito Galih, koordinator aksi menyampaikan, unjuk rasa kali ini menolak beberapa pasal UU KUHP yang telah ditetapkan 6 Desember 2022. Mahasiswa nilai banyak pasal yang mencederai iklim demokrasi Indonesia.

“Pemerintah mencabut KUHP. UU ini cacat baik secara yuridis, filosofis, dan sosiologis, dan mendegradasi hak-hak demokrasi rakyat Indonesia,” kata Andito saat ditemui Kompas.com usai unjuk rasa.


Beberapa pasal, kata Andito, di antaranya adalah: Pasal 218, dan 219 tentang harkat, martabat, dan penghinaan terhadap presiden.

Menurut mahasiswa, pasal tersebut sangat karet, pasal asumsi, dan tidak punya kepastian hukum.

Mahasiswa menilai, mengkritisi presiden adalah mengkritik kebijakannya sehingga hal itu perlu dilakukan oleh rakyat.

Namun pasal itu berpotensi disalahgunakan pemerintah atau siapapun untuk menangkap dengan alasan penghinaan.

Pasal 240 dan 241 soal penghinaan lembaga negara. Pasal tersebut juga sangat mengancam kebebasan berekspresi.

Pasal tersebut bersifat sangat karet dan tidak memiliki kepastian hukum. Kemudian pasal 256 tentang demonstrasi yang sangat membatasi hak rakyat dalam menyampaikan pendapatnya.

“Pasal-pasal tersebut tidak sesuai dengan 12 tahun 2011 tentang tata cara pembentukan perundang-undangan, yang dimana tidak memiliki asas kepastian hokum, karena bersifat asusmsi hukum,” kata Andito.

Mahasiswa menilai pasal-pasal tersebut melegitimasi pemerintah untuk dapat membungkam kritik masyarakat, termasuk mahasiswa.

Tidak hanya KUHP, mahasiswa juga mengkritisi pemerintah tidak sanggup mengendalikan harga bahan bakar minyak yang naik, harga sembako yang mahal, dan juga kelangkaan BBM bersubsidi.

Terakhir, mahasiswa mengecam dan menuntut aksi represifitas polisi terhadap aksi di DPRD Provinsi Jawa Barat Kamis (15/12/2022). Puluhan mahasiswa ditangkap dan diamankan di Polrestabes.


Peserta aksi langsung membubarkan diri. Mereka menilai unjuk rasa kali ini tidak dapat menyampaikan aspirasinya karena Ketua dan anggota DRPD Kota Cirebon sedang tidak ada di lokasi.

AKP Muhyiddin, Kapolsek Kawasan Pelabuhan Cirebon (KPC) yang menjadi negosiator dari Polres Cirebon Kota menyampaikan kepada peserta aksi, bahwa dirinya menjalankan protap yang telah ada. Polisi bertugas menjaga objek vital, termasuk DPRD Kota Cirebon.

"Kami izinkan orasi dan demonstrasi di depan gedung DPRD, bukan di dalam, karena ini sudah menjadi protap," kata Muhyiddin saat negosiasi dengan peserta aksi.

Unjuk rasa berakhir kondusif. Mahasiswa berjanji akan kembali menggelar aksi dengan massa yang lebih banyak.

https://bandung.kompas.com/read/2022/12/16/181039678/demo-mahasiswa-tolak-kuhp-di-dprd-cirebon-berakhir-ricuh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke