Salin Artikel

Perjuangan Ibu Penjahit di Bandung, Penghasilan Rp 50.000, Sempat Ingin Menyerah, hingga Berhasil Kuliahkan Anaknya

BANDUNG, KOMPAS.com - Nai Rohmah (40 tahun) menceritakan perjuangannya menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya meninggal 2016 silam.

“Saya sempat terpuruk, sebab merasa tidak sanggup mengurus anak-anak sendirian," ujar Rohmah di Bandung, belum lama ini.

Saat itu, ia memilih pulang ke rumah orangtuanya di Garut. Antara kekalutan dan keputusasaan, ia berpikir keras. Tidak bisa berlarut dalam kesedihan demi anak-anak.

Apalagi anak-anak tidak boleh sampai putus sekolah. Dengan tekad itu, ia pun kembali ke Bandung untuk berjuang mencari nafkah.

Mata pencaharian yang dipilih olehnya adalah penjahit. Dalam sehari, bila dirata-ratakan penghasilannya Rp 50.000.

Jumlah penghasilan ini tidaklah cukup untuk dirinya dan anak-anaknya. Meski demikian, ia selalu berjuang, hingga ia bisa menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi.

Kini kedua anaknya berkuliah di universitas swasta ternama.

Anak tertuanya kuliah dengan bantuan pemerintah, satunya lagi baru masuk kuliah dan sedang mengusahakan bantuan yang sama.

Rohmah mengaku, kemudahan yang ia dan anak-anaknya dapatkan tidak lepas dari peran keluarga dan lingkungannya yang banyak membantu.

Ia merasa kemudahan ini ia dapatkan karena kebaikan suaminya dulu.

“Suami saya semasa hidup sangat baik, ia seringkali membantu orang-orang, dikenal atau tidak. Seringkali saya berbicara pada anak-anak bahwa kemudahan yang didapat saat ini tidak lain atas kebaikan ayahnya,” kenang Rohmah.

Salah satu kebaikan itu datang dari Rumah Amal Salman. Setiap bulan, ia mendapatkan bantuan beras melalui program ATM Beras.

Selain Rohmah, Empong Sutrisno (60) juga mendapatkan bantuan beras gratis.

Empong merupakan penjual kopi di gerobak. Setiap hari, selepas shalat subuh biasanya ia langsung pergi mendorong gerobak berjalan kaki dan pulang membawa uang Rp 30.000.

“Sudah 5 tahun saya berjualan kopi. Alhamdulillah uang yang didapat dicukup-cukupkan saja. Kalau hari itu tidak menghasilkan uang, anggap saja seharian berkeliling diniatkan sebagai olahraga,” kata Empong.

ATM Beras

ATM Beras merupakan karya inovasi alumni ITB Teknik Elektro, Budiaji.

Budi mengaku termotivasi membuat ATM beras karena ia seringkali merasa miris dengan kondisi warga yang harus antre, berdesakan, bahkan terinjak-injak untuk mendapat bantuan beras.

Pada 2012, Budi yang senang mengulik teknologi memiliki ide untuk menciptakan sebuah alat yang lebih elegan, sistematis, dan manusiawi.

Kemudian lahirlah ATM Beras yang sistemnya seperti mengambil uang di mesin ATM.

“Orang-orang khususnya kepala keluarga seringkali merasa stres karena tidak mendapatkan beras untuk makan. Oleh karenanya, ATM Beras ini bisa menjadi solusi, dan mereka tidak perlu antri dan berdesakan,” ucap Budi.

Hingga saat ini, hampir 600 unit ATM Beras sudah tersebar di beberapa wilayah Indonesia dan luar negeri, termasuk yang diberikan kepada Rumah Amal Salman.

Program ATM Beras bersama Rumah Amal Salman menjadi kali kedua. Sebelumnya program ini pernah terlaksana pada tahun 2017 dan sempat viral di masanya.

“Salman tempatnya teknologi. Saya ingin banyak teknologi tepat guna yang tercipta dari sini. Dalam hal ini kita perlu berkolaborasi. Rumah Amal Salman berperan untuk menghubungkan antara pencipta teknologi dan juga penerima manfaatnya sehingga kebermanfaatan untuk umat bisa lebih luas,” kata Budi.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Warga Bandung Sumringah Bisa Mendapatkan Beras Gratis Setiap Minggu

https://bandung.kompas.com/read/2023/02/02/073952378/perjuangan-ibu-penjahit-di-bandung-penghasilan-rp-50000-sempat-ingin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke